Nasional

Tempuh 54 Jam Perjalanan Laut, Laskar Jalur Rempah Tiba di Banda

potretmaluku.id – Setelah menempuh 54 jam perjalanan laut dari Tidore, Provinsi Maluku Utara, atau sejak Kamis (16/6/2022) pukul 09.00 WIT, Kapal Republik Indonesia (KRI) Dewaruci yang membawa laskar Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022, akhirnya berlabuh di perairan Kepulauan Banda, Provinsi Maluku, pada Sabtu (18/6/2022), pukul 13.00 WIT.

Meski sudah berada di perairan Banda, namun kapal latih TNI AL kebanggaan Indonesia itu, belum merapat ke dermaga pelabuhan Banda Neira. Warga Kepulauan Banda sementara cuma bisa mengagumi kapal yang menjadi tempat menggembleng para taruna TNI Angkatan Laut RI ini.

Pagi keesokan harinya, tepat pukul 08:00 WIT, Kapal latih legendaris milik TNI Angkatan Laut ini, merapat dan bersandar di dermaga pelabuhan Banda Naira, dengan dikawal 4 kora-kora dari empat kampung adat yang ada di Pulau Banda yakni Waer, Selamun, Kampung Baru dan Lontor.

Baca Juga: Muhibah Budaya Jalur Rempah Bawa Rezeki Bagi Masyarakat

Warga yang sudah menunggu dari pagi, nampak mulai merangsek masuk, memenuhi areal dermaga, ingin menyaksikan kapal produksi H. C. Stülcken & Sohn Hamburg, Jerman tahun 1952, yang mengangkut para laskar rempah dari 34 provinsi dari program yang digagas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Dirjen Kebudayaan dan juga menggandeng TNI Angkatan Laut RI ini.

Perhatian masyarakat dan pemerintah daerah begitu besar terhadap kehadiran kapal legendaris KRI Dewaruci ini, hal itu terlihat pada saat kapal kebanggan Indonesia itu sandar di dermaga, langsung disambut meriah dengan diawali pengalungan selendang kepada komandan kapal, para pejabat kementerian, dan perwakilan pemuda/pemudi dari Laskar Muhibah Budaya Jalur Rempah Nusantara tahun 2022.

Selanjutnya kegiatan acara penyambutan disuguhkan tarian adat Cakalele. Perlu dipahami bersama bahwa Budaya Jalur Rempah ini sudah menjadi Warisan Budaya Dunia UNESCO dari Indonesia yang merupakan tradisi berabad-abad perdagangan rempah-rempah melalui jalur laut dari pelabuhan satu ke pelabuhan lain.

Baca Juga: Melalui Muhibah Jalur Rempah, Anak Cucu Banda Eli Kembali di Banda Neira Setelah 401 Tahun

Sejumlah tokoh nampak menyambut para laskar rempah yang turun dari KRI Dewaruci, antara lain Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Danlantamal) IX, Brigjen TNI (Mar) Said Latuconsina, M.M., MT., Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Syamsul Hadi, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Maluku Tengah, dan Raja Banda Ely, Basar Alimudin Latar bersama pemuka adat dan masyarakat Kepulauan Banda.

Bashar Alimudin Latar saat menerima para laskar rempah menyebut Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022, merupakan momentum tepat untuk mempertemukan generasi asli Banda di tanah leluhurnya termasuk seluruh masyarakat di gugusan kepulauan yang telah dikenal dunia sejak abad 17.

“Kehadiran laskar rempah berdampak membangun silaturahmi antarsesama. Pesan saya jagalah Negeri Banda untuk kepentingan dan kejayaan Indonesia di masa mendatang,” ujarnya.

Baca Juga: Semarak Persaudaraan dalam Buka Negeri Adat Namasawar di Banda Naira

Sementara itu, Danantamal IX Ambon Brigjen Said Latuconsina saat menyambut Laskar Rempah dan awak kapal layar latih legendaris yang berada di bawah satuan kapal bantu Koarmada II, dengan Komandan Mayor Laut (P) Sugeng Hariyanto, M.Tr.Opsla. bersama Laskar Muhibah Budaya Jalur Rempah Nusantara 2022 ini, memberi penjelasan singkat tentang KRI Dewaruci.

Menurut Brigjen Said, karakteristik KRI Dewaruci memiliki panjang 58,3 meter (191,27 ft) lebar 9,50 meter (31,17 ft), yang telah menjadi duta samudra dan maritim Indonesia selama puluhan tahun dan menghasilkan pemimpin-pemimpin besar TNI Angkatan Laut.

Selanjutnya Brigjen Said menyampaikan apresiasi serta mendukung dan bangga kepada anak-anak Laskar rempah yang telah mengarungi lautan menggunakan KRI Dewaruci. Bukan sesuatu yang mudah dan ringan berlayar mengarungi lautan menggunakan kapal latih layar tersebut, mereka harus kuat fisik dan mental menghadapi tantangan ombak lautan dengan kondisi kapal layar.

Baca JugaNapak Tilas Sejarah Leluhur, Genosida Wandan yang Nyaris Terkubur

“Saya menyambut baik kedatangan kalian, bangga dengan mental dan fisik kalian, dan mengucapkan selamat datang di Banda Neira Provinsi Maluku,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Syamsul Hadi, mengucapkan banyak terima kasih kepada masyarakat Banda Neira yang telah menyambut KRI Dewaruci dan Laskar Muhibah Budaya Jalur Rempah Nusantara 2022, dengan antusiasme dan sangat meriah.

“Saya melihat masyarakat Banda Neira begitu kompak dan sangat antusias dalam penyambutan kedatangan kami,” ucapnya.

Baca JugaSurabaya Jadi Titik Awal Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022, Akan ke Banda Neira

Sedangkan pada kesempatan terpisah, Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid menyatakan, program muhibah budaya merupakan program yang digagas pihaknya untuk membangun kesadaran masyarakat tentang kekayaan rempah di Indonesia, yang sudah ada sejak masa prakolonial dan persebaran rempah nusantara sejak dulu menghubungkan peradaban baik di nusantara dan dunia.

Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek sedang menyusun nominasi Jalur Rempah sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO. Usulan ini akan disampaikan ke UNESCO pada 2024.

Dia menuturkan, muhibah budaya diikuti 147 laskar rempah terpilih dari 34 provinsi dan menyusuri enam titik jalur rempah yakni Surabaya, Makassar, Baubau dan Buton, Ternate dan Tidore, Banda Naira dan Kupang serta dijadwalkan kembali ke Surabaya pada 2 Juli 2022. Di setiap titik singgah mereka melakukan interaksi dengan masyarakat.

Baca Juga: Dengar Radio, Biar Hati Terhibur Deng Dapa Informasi

Hilmar menyatakan, rempah yang ada di Indonesia tidak sekadar keunikan flora, tetapi juga penghubung terciptanya peradaban kebudayaan di setiap daerah di Indonesia.

Lahirnya pertemuan antarbudaya di Indonesia, kata dia, disebabkan proses distribusi rempah dari satu daerah ke daerah lainnya, sehingga bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang kaya dan besar.

“Bukan hanya oleh pedagang bangsa sendiri, namun juga dari bangsa lain. Rempah menjadi medium pertukaran budaya yang sepantasnya terus kita biasakan dan lestarikan,” ujar Hilmar.

Baca Juga: Kenangan pada Kota Ambon dalam Lukisan Poster dari Masa ke Masa

Ditegaskannya, kekayaan rempah nusantara bukan sekedar komoditas, namun berpengaruh besar dalam membangun peradaban nusantara. Karena itu, para pemuda peserta muhibah Jalur rempah diharapkan meneruskan pesan ini ke seluruh pemuda di Indonesia.

“Kesadaran mencintai dan merawat keberagaman di Indonesia diharapkan tumbuh dari program muhibah budaya yang diikuti 147 laskar rempah dan ribuan masyarakat di titik persinggahan,” katanya.

Dia menambahkan dalam momentum Muhibah Budaya Jalur Rempah ini, Ditjen Kebudayaan Kemdikbudristek mengundang dan memfasilitasi kunjungan Basaudara Wandan dari Kepulauan Kei dipimpin Rajanya Bashar Alimuddin Latar yang telah tiba di Banda Naira pada 16 Juni 2022.

Baca Juga: Gaya 80an: Spatu The Police, Rambut Yongen Scoop

Basudara Wandan adalah anak cucu keturunan Banda yang sekarang menetap di Kepulauan Kei dan dikenal dengan Negeri Banda Ely dan Banda Elat. Mereka terusir dan selamat dari pembantaian VOC tahun 1621, karena menolak usaha monopoli perdagangan pala dan dan fuli (rempah-rempah) di Kepulauan Banda.

“Ini adalah kunjungan bersejarah, untuk pertama kalinya warga Banda Ely menginjak tanah Banda setelah 400 tahun harus meninggalkan tanah leluhur mereka karena menolak untuk dijajah,” jelas Hilmar.

Muhibah Budaya Jalur Rempah dilepas keberangkatannya dari Surabaya pada 1 Juni lalu bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila oleh Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dan Wakil Kepala Staf TNI AL Laksamana Madya Ahmadi Heri Purwono.

Laskar rempah telah melintasi rute Surabaya, Makassar, Bau-Bau-Buton, Ternate-Tidore dan Banda, yang akan dilanjutkan dengan rute Kupang, lalu kembali lagi ke Surabaya.(ZAI)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button