Pendapat

Cuaca Tak Menentu, Petani Kesulitan

PENDAPAT

Oleh: Ainun Jariyah Muttaharrah (Peserta Kelas Menulis Sekolah Puan Tani, alumni SMAN 1 Takalar)


Nama saya Ainun Jariyah Muttaharrah, akrab disapa Ainun. Sekarang usia saya 19 tahun, artinya kelahiran 2005, tepatnya pada 4 Mei.

Saya telah menyelesaikan pendidikan di jenjang SMA pada salah satu sekolah negeri di Takalar, yaitu SMAN 3 Takalar, tahun 2023. Saat ini saya tengah mengikuti pendaftaran untuk masuk perguruan tinggi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).

Saya hobi membaca dengan menggunakan aplikasi di smartphone dengan cerita fantasi remaja yang bisa saja dijadikan film nantinya.

Rumah saya letaknya dekat dari jalan poros, bersebelahan langsung dengan Masjid Muhammad Ali Yasin, Dusun Bonto Panno, Desa Paddinging.

Di depannya terdapat tanah lapang yang terbengkalai, di mana dulunya itu merupakan sebuah pasar tradisional. Andai pasarnya bisa dihidupkan kembali, pasti akan seru sekali.

Saat masih kecil, saya senang ikut ke sawah, terutama ketika masa tanam padi tiba. Walau ke sawah hanya sekadar bermain dan membantu seadanya karena belum bisa menanam padi.

Namun, saya paling senang kalau waktu panen semangka. Ada banyak orang yang membantu dan kita makan semangka di sawah bersama-sama. Makan semangka di bawah cuaca panas, membuat kerongkongan terasa segar.

Dulu saya juga sering ikut ke ibu jika pergi membawa makanan untuk orang-orang di sawah kami. Dengan berjalan kaki, kami melewati pematang menuju persawahan di Lamberang, yang letaknya berbatasan dengan Kabupaten Gowa.

Namun, semua berubah sejak adanya tambang pasir. Akses jalan menuju Lamberang jadi jauh dan sulit untuk ditempuh. Kami mesti mengambil jarak yang semakin jauh untuk menuju ke sana.

Karena adanya galian tambang itu, menyebabkan lahan milik kakek saya tertimbun. Padahal, oleh penambang, katanya nanti akan diambil kembali. Kenyataannya tidak dilakukan.

Hal itu mengakibatkan lahan yang semula produktif menjadi tidak aktif lagi. Lahan dengan timbunan yang membentuk gunung-gunung itu, kemudian ditanami dengan pohon pepaya dan pisang. Juga dengan labu, timun dan ubi jalar maupun singkong, sebagai penanda.

Pernah juga satu lahan timbunan itu ditanami pare (paria) dengan rapi. Area tanahnya ditancapkan kayu-kayu untuk tempat merambatnya. Ketika tumbuh, tampak seperti lorong-lorong pare yang subur hijau.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2Next page

Berita Serupa

Back to top button