Semarak Persaudaraan dalam Buka Negeri Adat Namasawar di Banda Naira
potretmaluku.id – Acara buka negeri adat Namasawar, di Banda Naira, Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, berlangsung dengan semarak Jumat malam (17/06/2022). Suara tifa dan gong sembilan nyaring menghentak.
Prosesi Buka Negeri Adat ini, ikut memeriahkan Kegiatan Nasional Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022 yang mengambil salah satu titik persinggahan dan kegiatannya pada wilayah Pulau Banda, Kabupaten Maluku Tengah, yang bakal berlangsung hingga tanggal 21 Juni 2022 nanti.
Sejak usai salat Magrib, sekira pukul 19:35 WIT, sampai jauh malam, ratusan orang terlihat memadati jalan Maulana, persis di halaman Rumah Adat Namasawar, Negeri Nusantara, Banda Naira. Mereka antusias untuk mengikuti ritual adat ini.
Baca Juga: Muhibah Budaya Jalur Rempah Bawa Rezeki Bagi Masyarakat
Persembahan tarian perang Cakalele dan tarian Maruka (Puteri) menjadi primadona dalam acara adat tersebut.
Menurut Aditya Basir yang menjadi Natu atau pelantun Kabata dalam pementasan tarian Maruka Buka Negeri adat Namasawar, tarian ini adalah peninggalan leluhur orang Banda, khususnya leluhur kampung Namasawar.
“Tarian Maruka ini artinya Puteri dalam bahasa Banda. Ini adalah peninggalan leluhur kami orang Banda, khususnya Namasawar sebagai negeri adat. Memang ada juga tarian dengan nama yang sama tapi beda gerakan tariannya,” ungkap Natu Aditya Basir.
Baca Juga: Melalui Muhibah Jalur Rempah, Anak Cucu Banda Eli Kembali di Banda Neira Setelah 401 Tahun
Ia menyebutkan bahwa keseluruhan gerakan tarian ini mesti menunggu komando dari pelantun kabata (Natu), tidak boleh ada gerakan apapun tanpa diperintahkan oleh Natu.
Ia katakan makna filosofis dari tarian ini menceritakan tentang dua orang puteri kerajaan yang dijaga oleh semua pasukan kerajaan yakni panglima, Hulubalang, malesi maupun rakyatnya.
Hal ini terdeskripsikan lewat keberadaan dua orang anak perempuan di tengah kerumunan para penari cakalele baik penari perempuan maupun laki-laki.
Baca Juga: Napak Tilas Sejarah Leluhur, Genosida Wandan yang Nyaris Terkubur
Selain harus mendengar komando dari kabata Natu, aturan main tarian ini adalah para penari tidak boleh sama sekali menyentuh kedua puteri ini. Bila menyentuh sedikit saja maka akan dapat hukuman atau denda.
Basri juga menyampaikan sebagai negeri adat, maka orang-orang yang mau latihan tarian Cakelele dan Maruka haruslah terlebih dahulu mengikuti proses adat Tampa Sirih , setelah itu mereka wajib melakukan ziarah ke makam para leluhur yang ada di Namasawar. Setelah itu baru boleh mengikuti latihan.
Sementara untuk kegiatan Buka Kampung Adat (Buka Puang Negeri) Namasawar, maka semua penari yang terlibat wajib untuk berziarah ke lokasi makam keramat para leluhur, yang ada dalam petuanan negeri adat Namasawar, sehari sebelumnya.
Baca Juga: Surabaya Jadi Titik Awal Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022, Akan ke Banda Neira
Lebih lanjut, Natu Aditya Basir menuturkan, prosesi ini pada jaman dahulu diadakan bila ada acara besar di Negeri Adat Namasawar. Bila tidak ada acara maka hanya diadakan untuk dua peristiwa yakni pancaroba timur dan barat. Bersamaan dengan ritual Kapaito atau kasi makan laut“, memberi makan lautan, sekaligus dalam Buka Puang Negeri.
Namun sekarang ini, acara semacam ini digelar juga sesuai even. Ia katakan, bila orang Wandan dari Banda Eli datang dan meminta mereka minta untuk melakukan ritual adat Buka Puang maka tetap laksanakan ritual tersebut.
Ditekankan pula olehnya bahwa setelah Tutup Puang Negeri maka semua perlengkapan dan tarian adat akan ditutup serta disimpan dan tidak boleh ada yang membukanya lagi.(*/TIA)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi