PendapatSeni Budaya

Peduli Terhadap Penyandang Disabilitas Menggunakan Seni

AMBON UNESCO CITY OF MUSIC

Oleh: Ronny Loppies (Direktur Ambon Music Office dan Focal Point of Ambon UNESCO City of Music)


Ditunjuk sebagai pengamat oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek untuk mewakili Indonesia pada acara Ditjen Kebudayaan Thailand yang berjudul Art for All 2021: Virtual Art Activity Series yang diadakan secara daring pada tanggal 23 Juli 2021 hingga September 2021, sangat menginspirasi saya untuk menuliskan beberapa konsep pemikiran dari teman-teman di Thailand yang diharapkan dapat direplikasi di Ambon City of Music.

Proyek “Art for All” diprakarsai oleh Associate Professor Dr. Channarong Pornrungroj. Proyek yang dimulai pada tahun 1999 ini memiliki tujuan utama untuk membangun jembatan yang menghubungkan antara seni dengan penyandang cacat (disabilitas) dan tidak cacat (non disabilitas).

Proyek ini pertama kali diselenggarakan dalam bentuk seminar seni rupa bagi penyandang cacat dan kamp seni untuk anak-anak dan remaja yang tidak cacat. Melihat antusiasme dan tingkat partisipasi dari dalam negeri dan tingginya perhatian dari luar negeri maka proyek “Art for All” dilaksanakan setiap tahun (annually event).

Selanjutnya proyek ini dimulai dengan seminar yang subyek materi yang berkaitan dengan berbagai aspek seni dihubungkan dengan penyandang disabilitas. Acara utamanya adalah kamp-seni dimana para penyandang disabilitas dan non-disabilitas bergabung bersama untuk belajar menyesuaikan diri dengan berbagai perbedaan yang ada pada mereka.

Melalui seni sebagai media, anak-anak dan remaja ini mendapat kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman untuk mengembangkan bakat dan meningkatkan potensi mereka sepenuhnya. Kegiatan perkemahan dirancang dan dilakukan oleh seniman nasional dan seniman terkenal Thailand bersama dengan para instruktur di berbagai bidang seni di Thailand serta beberapa peserta dari luar negeri.

Intinya adalah bahwa proyek “Art for All” diinisiasi untuk menunjukkan bagaimana manusia yang tidak beruntung digabungkan menjadi satu kesatuan yang saling menguntungkan. Mereka saling melengkapi satu sama lain dan membangun harmoni antara mereka walaupun berbeda.

Art for All” menyatukan antara orang buta, tuli, fisik dan mental, serta penyandang disabilitas melalui program terpadu visual, pertunjukan dan seni sastra. Proyek ini merupakan perpaduan yang serasi antara ilmu pengetahuan, ilmu sosial dan berbagai bidang seni.

Menyatukan anak-anak dengan keterampilan dan kemampuan yang berbeda, “Art for All” memberikan tempat belajar yang membekali mereka dengan pengalaman menghadapi dunia luar. Dimana orang buta bisa menjadi telinga bagi mereka yang tuli. Orang tuli membantu orang buta untuk melihat. Orang tanpa lengan dan kaki adalah otak bagi orang yang cacat mental. Sedangkan orang dengan gangguan mental adalah tangan dan kaki bagi mereka yang tidak bisa berjalan.

Dengan dukungan dari yang non-disabilitas, maka mereka dapat membentuk satu kesatuan sumber daya manusia yang lengkap, terampil dan mampu seperti yang digambarkan dalam slogan proyek ini adalah:

“FIVE PEOPLE TOGETHER MAKE ONE GENIUS”.

One blind person cannot see but has a voice to speak
One deaf person cannot hear but has eyes to see
One without arms or legs still has a brain to think
One who is mentally challenged still has physical strength and energy to share
One non-disabled unites the other four

When the five become one to create
To complement and compensate for what the others lack
As eyes, ears, body and brain
What at first seems out of reach comes true in the end
(Concept Paper Art for All, 2021)

Art for All” menggunakan seni sebagai media untuk menanamkan prinsip-prinsip moral dan etika bagi anak muda. Seni juga digunakan untuk merangsang sisi kanan otak, tempat kreativitas dan inisiatif berada.

Melalui berbagai kegiatan seni, anak-anak muda dapat saling belajar dan menyesuaikan diri dengan orang lain sambil bersenang-senang. Mereka akan senang menciptakan karya seni dari keindahan alam di lingkungan sekitarnya.

Art for All” memberi anak-anak dan remaja sebuah kesempatan berharga untuk menggali potensi mereka dan mengembangkan keterampilan dan kreatifitasnya. Dengan demikian akan mendorong mereka untuk membuat karya-karya seni, untuk mengekspresikan diri mereka secara bebas sebagai bagian penting dari kemanusiaan mereka dimana ada keinginan untuk menciptakan sesuatu yang indah.

Art for All” juga menggunakan seni sebagai sarana untuk meningkatkan koordinasi tangan-mata dan keterampilan fisik lainnya. Hal Ini merupakan bentuk daripada terapi fisik dan psikologis yang berfungsi sebagai sebuah ekspresi emosional yang penting untuk membangun kepercayaan diri dan harga diri.

Belajar dari konsep “Art for All” di Thailand, Ambon City of Music dapat menggunakan seni musik sebagai media untuk peduli terhadap penyandang disabilitas terutama anak-anak dan remaja. Segala sesuatu mempunyai frekuensi atau vibrasi yang unik.

Menggunakan musik dapat mengubah frekuensi yang tidak harmonis kembali ke vibrasi yang normal, sehat dan berpengaruh pada kesehatan. Mungkinkah di masa pandemi covid-19 kemudian dengan ketakutan-ketakutan terhadap virus varian baru? Kita dapat menjadikan “musik sebagai obat masa depan”.

Kata “disabilitas” memang tidak tertulis secara langsung didalam 17 tujuan SDGs yang diharapkan, Namun penyandang disabilitas akan berperan penting untuk menjawab beberapa tujuan dari SDGs 2030 seperti pendidikan berkualitas, pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang layak, pengumpulan data, dan pemantauan SDGs.

Kepedulian terhadap penyandang disabilitas sebagai bagian dari masyarakat Ambon City of Music harus dimulai dari keterlibatan semua aktor pentahelix pada semua bidang untuk menjawab kota dan masyarakat yang berkelanjutan.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button