Direktur Ambon Music Office Diundang ke Korsel Bicara Tentang Ketimpangan Lingkungan
LANJUTAN KONFERENSI TAHUNAN UCCN
potretmaluku.id – Konferensi Tahunan UNESCO Creative Cities Network (UCCN) di Santos-Brazil, berakhir pada tanggal 22 Juli 2022. Semua kota-kota besar sepakat untuk melaksanakan SDGs 2030 dengan konsekwen terutama setelah masa COVID-19.
Ronny Loppies selaku Direktur Ambon Music Office (AMO) sekaligus focal point Ambon UNESCO City of Music banyak membicarakan tentang konektivitas antara Musik dan Lingkungan. Ia memaparkan, bagaimana lingkungan dan musik dapat mendukung satu sama lain.
Topik ini menjadi pembicaraan penting, karena dunia sedang berpacu dengan mengatasi ketimpangan lingkungan yang terjadi di daerah urban.
Untuk hal itu maka Inkie Kim (focal point Daegu UNESCO City of Music) dari Korea Selatan (Korsel) mengundang Diretur Ambon Music Office untuk menjadi pembicara di Daegu, Korsel pada tanggal 25-26 Agustus 2022 mendatang.
Kepada potretmaluku.id Minggu (24/7/2022), melalui pesan Whatsapp, Ronny Loppies menuturkan, di Korsel nanti dirinya akan berbicara tentang “Mengurangi Ketimpangan Lingkungan untuk Pembangunan yang Berkelanjutan”, dengan mengacu kepada Program inovasi “Sound of Green” (SoG).
Dia menyebutkan, Ambon sebagai pulau kecil sangat rentan terhadap perubahan iklim. Curah hujan yang tinggi di Kota Ambon menyebabkan kota ini sering mengalami banjir yang menghancurkan kehidupan masyarakat dari tahun ke tahun.
“Bencana banjir selalu berdampak terutama pada masyarakat miskin yang tinggal di desa, bentaran sungai dan topografi yang curam,” terang Ronny.
Menurut Ronny, Kota Ambon 73% terdiri dari bukit-bukit kecil, yang masuk dalam ekoregion rapuh dimana air hujan jatuh yang jatuh ke tanah langsung dibawa ke laut.
“Ha ini mengakibatkan terjadinya sedimentasi yang tinggi di laut (Teluk Ambon), dan tingkat kesuburan tanah akan semakin berkurang,” ujarnya.
Terkait dengan hal tersebut, Ronny katakan, musik tradisional merupakan musik yang fundamental dalam kehidupan masyarakat, sebagai budaya yang dapat dipergunakan untuk melestarikan lingkungan.
Musik tradisional, lanjut Ronny, cenderung dimiliki oleh masyarakat yang terpencil di desa-desa. Sebagai contoh musik bambu yang dimiliki oleh berbagai komunitas di Kota Ambon, menggunakan tanaman bambu dalam jumlah yang cukup besar, untuk pembuatan suling (suling bambu) dan selalu menimbulkan sampah dari bagian bambu yang tidak dipergunakan.
Eksplorasi terhadap tanaman bambu yang tinggi, disebutnya, akan mengakibatkan vegetasi bambu berkurang. Di sisi lain, dapat mengakibatkan bencana karena berkurangnya luas hutan bambu.
“Hal yang sama juga dapat terjadi pada jenis kayu-kayuan. Untuk pembuatan alat perkusi (nama lokal: tifa), menggunakan beberapa jenis kayu yang perlu dilestarikan,” jelasnya.
Pada posisi itulah, menurut Ronny, musik dapat menggerakkannya melalui pelestarian lingkungan. Karena musik tradisional menggunakan bahan baku dari alam seperti bambu atau kayu.
“Memobilisasi komunitas kreatif musik untuk pelestarian lingkungan, akan menciptakan ekosistem kreatif yang dimulai dari anak-anak hingga dewasa, dapat melibatkan perempuan dan laki-laki, menggunakan orang-orang dari berbagai jenis pekerjaan,” ujarnya Ronny.
Ke-10 atraksi wisata musik sebagai lokus wisata musik di Kota Ambon, kata dia, membuktikan bahwa pencapaian tujuan SDGs nomor 10 akan mampu mengatasi berbagai ketimpangan terutama ketimpangan lingkungan.
Karena mempertahankan bahan baku musik tradisional, disebut Ronny, juga akan memengaruhi keberlangsungan musik tradisional di Kota Musik Ambon. Hal ini juga akan sejalan dengan program inovatif Kota Musik Ambon, yaitu Sound of Green. Suara mewakili musik dan hijau mewakili lingkungan.
Dengan topik ini, tambah Ronny, diharapkan Ambon dapat menjawab goals ke-10 SDGs yaitu bagaimana mengurangi ketimpangan (reduced inequality) dari sisi lingkungan.
“Meskipun berbagai ketimpangan telah diinventarisir dan disampaikan pada konferensi tahunan ini dari delegasi Ambon yaitu ketimpangan pendidikan, lingkungan, politik, sosial, ekonomi, spasial, dan budaya,” ungkapnya.
Dia katakan, tema besar kegiatan di Daegu, Korea Selatan adalah Decade of Action-Diversity and Inclusiveness Drivers of the Sustainable Development Goals dengan berbagai pembicara dari dalam Korea Selatan sendiri dan di luar Korea Selatan.
Forum ini, disebut Ronny, dilaksanakan oleh Daegu Global Forum. Berbagai focal point dari berbagai kota di dunia akan juga dihadirkan di daegu global forum ini antara lain Rainer Kern (Mannheim-Jerman), Alice Moser (Hannover-Jerman), Sandra Wall (Norrkoping-Swedia), Alejandro Abrante (Pesaro-Italia), Joe Hay (Adelaide, Australia), Sungtak Bang (Presiden asosiasi musik Daegu), Kyung-koo Han (Sekjen Komisi Nasional Korea untuk UNESCO dan masih banyak lagi pembicara internasional lainnya.
“Berharap bahwa semuanya ini akan saling mengisi antar sesama kota jejaring UCCN, dan Ambon sudah ada di dalamnya,” pungkas Direktur Ambon Music Office yang juga dikenal sebagai musisi dan pencipta lagu ini.(TIA)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi