MalukuPerempuan & Anak

Maskulinitas, Gender dan Pembangunan Perdamaian di Ambon

Catatan dari Diseminasi Hasil Penelitian Unpatti, LAPPAN dan Integral

potretmaluku.id – Sebuah penelitian kolaboratif mengungkapkan bahwa di Maluku perempuan telah memberikan kontribusi penting bagi perdamaian, tetapi hal ini belum berdampak terhadap perubahan persepsi publik mengenai kepemimpinan mereka.

Hal ini terungkap, pada saat Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, bersama Yayasan Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN) Maluku dan Integral, menggelar diseminasi hasil penelitian di Kota Ambon, Maluku, Selasa (5/3/2024) lalu.

Dalam studi kasus tersebut, didapat bahwa ekspresi maskulinitas telah mengalami perubahan, bergeser dari kekuatan fisik dan kekerasan menjadi maskulinitas yang berpusat pada status dan peran laki-laki dalam keluarga.

Dipaparkan juga, bahwa kondisi konflik dan pasca konflik juga telah membuka peluang bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan kemasyarakatan yang kesemuanya berkontribusi pada pergeseran peran gender antara kelompok laki-laki dan perempuan.

Penelitian ini sebenarnya merupakan kolaborasi untuk memotret maskulinitas, gender dan pembangunan perdamaian di Maluku, yang didukung oleh Sasakawa Peace Foundation (SPF) dari Jepang. Riset dengan lokus wilayah Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah (Kecamatan Salahutu, Kecamatan Leihitu, dan Kecamatan Leihitu Barat), Kabupaten Buru, Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual.

Penelitian dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif melalui Fokus Group Discussion (FGD) dan indept interview, pihak-pihak termasuk tokoh adat, agama, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, dan kelompok perempuan yang dilakukan pada semua lokus wilayah tersebut.

Riset di Aceh dan Maluku

Sedikitnya 60an peserta hadir dalam diseminasi hasil penelitian ini, yang berasal dari organisasi perempuan, perguruan tinggi, OPD terkait tingkat Provinsi Maluku, Kabupaten Buru, Kabupaten Maluku Tengah, Kota Ambon, lembaga-lembaga keagamaan, unsur media, anak muda dan pihak penyelenggara.

Pada kesempatan ini, Director and Senior Program Officer Peace Building Program Sasakawa Peace Foundation (SPF) Maho Nakayama yang mewakili SPF menuturkan, lembaganya merupakan organisasi nirlaba yang didirkan dengan tujuan mempromosikan kerjasama dan kedamaian internasional. “Kami dari departemen perdamaian selama ini bergerak untuk perdamaian,” tandasnya.

Riset ini dilakukan di dua (2) negera, yakni Indonesia (Aceh, Maluku) dan Filipina. Khusus untuk Maluku, temuan riset ini memberikan gambaran yang komprehensif, tentang pengaruh maskulinitas, gender dan pembangunan perdamaian di daerah ini. Termasuk memotret pengalaman perempuan dalam menginisiasi perdamaian di Maluku.

Dipaparkan, bahwa dalam situasi konflik, perempuan merupakan korban, namun memiliki peran yang sangat strategis dalam proses perdamaian. Sehingga kepemimpinan perempuan perlu diberikan penguatan, karena hasil riset menunjukan adanya peluang dan pengakuan dari kelompok laki-laki dan perempuan.

Adanya tanggapan laki-laki dan perempuan yang harus dirubah terkait dengan kesetaraan gender dalam kehidupan pasca konflik, karena menunjukkan angka kekerasan terhadap perempuan sangat tinggi, walaupun ada pengakuan dari kelompok laki-laki bahwa anak-anak dirumah harus dilindungi termasuk istri dan keluarga.

Kesetaraan Gender

Sebelumnya, saat membuka diseminasi, Wakil Rektor Bidang Akademik Unpatti Prof. DR. Dominggus Malle, S.Pt.,M.Sc. menuturkan, bahwa saat ini soal pengaruh isu keseteraan gender menjadi perioritas pembanguanan.

“Walaupun banyak orang yang tidak tahu tentang kesetaraan gender tersebut, dan saat membahas soal hal tersebut pasti selalu mengarah ke perempuan. Hal ini lah yang menjadi satu pemahaman tentang gender, maka kita bisa bilang bahwa laki-laki dan perempuan itu sama. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul,” bebernya.

Pada kesempatan itu, iya menyampaikan terima kasih dan memberi apresiasi kepada Sasakawa Peace Foundation, yang telah mempercayakan tim peneliti Unpatti untuk melakukan kajian yang sangat penting, belajar dari konflik yang terjadi di Maluku, melalui gerakan perempuan menjadi satu-satunya ujung tombak untuk proses rekonsialisasi dalam proses saat ini.

“Saya mejadi saksi hidup dari peristiwa tersebut, dimana perempuan didorong untuk masuk dalam rekonsialisasi,” kenangnya.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2Next page

Berita Serupa

Back to top button