Kutikata

Mustahak

KUTIKATA

Oleh: Elifas Tomix Maspaitella (Pemerhati Sosial)


Mustahak” (=layak, pantas) atau “tar mustahak” (=tidak layak, tidak pantas). Ungkapan ini menerangkan keberadaan kita dalam relasi dengan seseorang lainnya. Biasanya “sapa mau malu” (=siapa itu yang mau malu), sehingga “musti biking diri babae supaya mustahak” (=harus mempersiapkan diri agar layak/pantas).

Hal “mustahak/tar mustahak” di sini sangat terkait dengan tiga hal: “tarima orang” (=menerima seseorang) atau “dapa pake/unju par karja apapa” (=dipakai/ditunjuk mengerjakan suatu tugas) dan “kasih apapa” (=memberikan sesuatu).

Intinya apakah “beta nih mustahak ka tar mustahak“.

SATU: Dalam hal “tarima orang“, kita diajarkan untuk “kalesang diri” (=memperhatikan keberadaan diri) atau “kalesang rumah/negri” (=membenahi rumah/kampung) sebab “sapa mau malu” (=siapa yang mau malu). “Jang sampe orang bilang, asal maniso cakadidi, bacico, bajalang ukur negri dari ujung huk sini ka huk sana” (=jangan sampai dikatakan orang, menyibukkan diri dengan banyak urusan, banyak bicara, ke sana ke sini tanpa tujuan yang jelas), “la tar kalesang diri/rumah/negri par sadiki lai” (=tidak mengurus diri/rumah/kampung sedikit pun).

Untuk urusan seperti ini, supaya “mustahak” ada prinsip “lebe bae tulang putih daripada muka putih” (=lebih baik berjuang sungguh-sungguh daripada malu. “Tulang putih” itu istilah yang menerangkan kerja banting tulang/tanpa kenal lelah; sedangkan “muka putih” menerangkan rasa malu).

DUA: Dalam hal “dapa pake/dapa unju par tarima tugas” (=dipakai/ditunjuk menerima suatu tugas), hal “mustahak dan tar mustahak” ini berkaitan dengan “rasa-rasa diri” (=penilaian terhadap diri sendiri) atau “orang nilai apa” (=penilaian orang lain terhadap kita).

Jika kita sendiri yang “rasa-rasa diri” berarti ada kesadaran “kata beta nih mustahak ka seng” (=saya pantas atau tidak). “Jang sampe beta tar bisa biking akang” (=jangan-jangan saya tidak bisa melakukannya). Jadi “coba pikir-pikir dolo, ada orang laeng lai tuh” (=coba pikir lagi, masih ada orang lain). Ini bukan soal “tola” (=menolak) atau “seng mau tarima” (=tidak mau menerima), tetapi mengajak “pikir babae” (=berpikirlah lagi) jangan sampai “apa yang ale mau tuh beta seng bisa” (=apa yang anda kehendaki tidak bisa saya lakukan). Tetapi “kalu ale rasa beta nih mustahak, beta iko” (=jika anda yakin saya pantas, saya ikuti/laksanakan). “Beta kasih diri antero-antero” (=saya memberi segenap diri/hidup ini).

Sebaliknya tentang “orang nilai apa” (=penilaian orang tentang kita) sangat bergantung pada “dong kanal katong” (=pengenalan mereka terhadap kita). Kadang “ini beda-beda” (=kadang di sini ada yang berbeda). “Dong yang mau, pasti anggap mustahak” (=mereka yang setuju, pasti menganggap kita layak), “mar yang tar suka, bunuh mati lai, dia tetap lia ale tar mustahak sa” (=sebaliknya yang tidak suka, apa pun alasannya, bagi mereka anda tidak pantas/layak).

Dua tipe orang ini “sama-sama kanal katong” (=sama-sama mengenal kita), “cuma yang satu kanal deng babae, yang satu tuh cuma lia ale pung busu sa” (=hanya saja ada yang mengenal dengan baik dan ada yang hanya melihat kekuranganmu saja).

Akang pung konci ada di hati. Ada yang sanang deng ada yang jalus” (=kuncinya terletak di hati. Ada yang senang dan ada yang cemburu).

Pesannya, “kalesang diri babae supaya mustahak” (=perhatikanlah dirimu agar pantas/layak), jadi “kalu dapa unju par apapa tuh, orang parcaya bisa” (=jika dipercayakan suatu tugas, orang yakin anda bisa).

TIGA: Dalam hal “kasih apapa” (=memberikan sesuatu), kita diajarkan “kasih yang bagus/bae” (=memberi yang terbaik).

Kalau itu hasil kebun, maka “kasbi yang kuming bagus, pisang yang rambu basar atau sika tua, cengkeh yang babuah sampe jaga mau tarabe, dlsb” (=ubi kayu yang isinya bagus, pisang yang tandannya besar atau sisir yang teratas, cengkih yang berbuah lebat, dlsb). Kalu itu hasil melaut “ikang bae” (=ikan yang terbaik). Keberadaan pemberian itu pun diteliti, “jang sampe ada yang rusak, tapekel, busu” (=jangan sampai ada yang rusak, tergores, busuk), artinya “seng boleh kasih yang tar bae” (=tidak boleh memberi yang tidak baik kondisinya) dan “jang kasih sisa-sisa/bakas” (=jangan memberi dari yang tersisa/bekas). “Mau kasih apapa tuh angka akang kamuka, lia yang mustahak paskali” (=bila hendak memberi sesuatu, lihat yang layak/pantas).

Baca Juga: Prokes Orkes

Dalam segalanya itu, “lebe lai kalu Antua di atas bilang ale ka yang ale kasih tuh mustahak, sapa mau malawang?” (=Jika Tuhan memandang anda atau pemberian anda itu pantas, siapa yang bisa melawannya?).

Jadi, “biking diri babae”, “karja babae”, “kasih yang bae” (=persiapkan diri, bekerjalah dengan sebaik-baiknya, berilah yang terbaik).

Salamat Har’ Raya Korban par samua Basudara Salam.

Selasa, 20 Juli 2021
Pastori Ketua Sinode GPM Jln Kapitang Telukabessy-Ambon


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Lihat Juga
Close
Back to top button