Penulis: Rusdin Tompo (warga Makassar kelahiran Ambon)
Menjelang Lebaran, biasanya orang sibuk mempersiapkan diri. Orang mau tampil baru dan bagus. Bukan hanya pakaian tapi juga urusan rambut. Anak-anak harus potong rambu kasi pende model perwira (cepak). Biar rapi.
Dolo, waktu masih usia Sekolah Dasar, setiap menjelang Lebaran, Om Tutu akan minta katong pi ke tempat kerjanya di Jalan Kopi, Ambon. Lalu antua suruh pi ke tukang cukur langganannya, seng jauh dari situ. Om Tutu ini beta pung mama pung kakak. Antua tukang speda di Jalan Kopi deng Daeng Tompo, Om Malli dan Daeng Baddu.
Dari rumah di Air Putri ke Jalan Kopi, di pusat Kota Ambon, katong pi jalan kaki. Om Tutu suruh pi gunting rambu –nanti antua yang bayar– ini di awal-awal beta pung bapak meninggal, tahun 1976. Mungkin antua kasiang lihat antua pung keponakan, yang su yatim dan masih kecil-kecil.
Jalan Kopi ini terbilang rame. Karena ini jalan tembus ke Pasar Gotong Royong dan dekat Pertokoan Pelita. Ruas jalannya seng panjang tapi ada banyak aktivitas di situ. Selain Om Tutu deng teman-teman sesama orang Makassar yang tukang speda, juga ada penjual kaca dan tukang bikin bingkai serta tukang bikin papan nama dan stempel. Foto-foto Presiden dan Wakil Presiden RI, burung Garuda, dan kalender juga banyak dijual di sini. Kalau anak skola mau cari foto-foto menteri Kabinet Pembangunan era Presiden Soeharto, di sini tempatnya.
Tapi yang bikin Jalan Kopi menjadi terkenal karena di situ ada penjual obat. Penjual obat yang jualan obat sambil menampilkan kemahirannya bermain sulap di bawah tenda besar. Jualannya nanti di bagian-bagian akhir, yang lebe dolo dong perlihatkan itu atraksi sulapnya. Obat yang ditawarkan macam-macam, ada obat kuat, minyak gosok atau obat-obat herbal.
Atraksi pesulapnya kadang bikin ngeri dan penasaran. Ngeri kalau ada atraksi iris badan deng parang atau atraksi yang kasi tunjuk ilmu kekebalan lainnya. Biasanya, penjual obatnya bilang: mohon bagi yang punya ilmu, jangan diganggu karena dong cuma mau cari uang.
Ada juga yang bikin penasaran kalau atraksi ikat orang, lalu dibungkus kain. Orang yang diikat itu dibiarkan terlentang di tengah kerumunan penonton. Sambil antua beretorika yang bikin penonton tetap bertahan. Biasanya, di sela-sela itu diselipkan pertunjukan-pertunjukan kecil, sebagai cara memikat penonton. Atraksi ikat orang itu seolah-olah pertunjukan pamungkasnya. Tapi biasanya, sampe katong pulang, katong seng lihat seperti apa orang yang diikat itu bisa lolos dari ikatannya.
Ada satu penjual obat yang penampilannya cukup menghibur. Antua ini mungkin asal Sulawesi Selatan, kalau didengar dari logat bicaranya. Biasanya, antua mainkan atraksi putar kumis, lalu air dari mulut cerek akan kaluar. Jadi setiap ujung kumis yang su memutih itu dipelintir, air dari mulut ceret akan keluar pelan-pelan. Untuk anak kacil kayak katong, sulap model bagini cukup menyenangkan.
Lokasi tukang sulap ini posisinya tepat di pertigaan jalan. Dong bermain sulap sambil jual obat di antara orang-orang yang lalu-lalang. Jalan ini seng dilalui kendaraan, sehingga dong leluasa jual obat sambil main sulap di situ, mulai pagi sampe sore.
Dari posisi penjual obat itu, katong bisa lihat belakang rumah toko (ruko) orang-orang Tionghoa. Rukonya dua lantai. Di bagian atas teras, biasanya dong tanam pohon seledri dan daun bawang. Tanaman-tanaman itu ada yang diletakkan di atas pembatas teras, ada juga yang digantung. Dong kasi pupuk tanaman-tanaman itu pake sisa seduhan daun teh.
Kalau su habis gunting rambu, katong pulang. Sambil saling lihat belakang kepala. Biasanya, ada yang mulai baterek (baku ganggu) tapi dengan maksud bercanda. Sambil pegang belakang kepala yang baru dicukur, lalu bilang: kapala kadondong. Itu karena bentuk batok kepala agak memanjang, mirip buah kedondong. hehehe
Pulang jalan kaki lewat deretan ruko, biasanya ketemu penjual minyak angin cap “Lang”. Pedagangnya ambil posisi di teras ruko yang sepi. Dia duduk agak di jiku (sudut). Dong ini cara tawarkan jualannya agak unik. Supaya orang tertarik, penjualnya memainankan seni kecepatan tangan. Semacam sulap juga. Tapi orang biasa menyebutnya “bale-bale mata“, semacam tipu-tipu. Itu mungkin karena pedagang berhasil mengelabui pembelinya.
Jadi begini. Si pedagang akan menaruh 2 kotak minyak angin warna hijau, yang ukurannya sedikit lebih besar dari kotak korek api. Dia akan tawarkan minyak angin itu kepada orang-orang yang ada di depannya. Ya boleh dibilang calon korbannyalah. Setelah dia kasi liat isi kedua kotak minyak angin itu, dia tutup lagi kotaknya. Satu kotak berisi minyak angin, sedangkan kotak satunya lagi berisi arloji (jam tangan). Kalau pembeli pung nasib bae, mujur, dia bisa bawa pulang arloji. Tapi kalo seng, maka yang dia dapa hanya minyak angin cap “Lang”.
Dia lalu memainkan kotak itu, kasi pindah dari kiri ke kenan, dan dari kanan ke kiri. Penonton akan lihat dengan saksama cara dia kasi pindah kedua kotak minyak angin itu. Begitu tangannya berhenti memindah-mindahkan kotak minyak angin, dia lalu tawarkan ke penonton, pilih yang mana. Tentu harga minyak angin yang ditawarkan itu sudah lebih mahal dari harga pasaran. Jadi su pasti, orang akan pilih kotak minyak angin yang berisi arloji.
Kadang, kalau belum ada yang tertarik, arloji itu akan ditambahkan lagi puluhan ribu rupiah, yang dilipat dan dimasukkan bersamaan dengan arloji. Untuk membuat penontonnya lebih yakin dan berminat, biasanya ada yang menunjuk salah satu kotak minyak angin itu. Dan tepat! Dapat kotak minyak angin berisi arloji. Padahal itu adalah temannya. Dia hanya pancing sa supaya penonton lain ikut membeli.
Kemudian pedagang minyak angin itu akan memainkan lagi 2 kotak minyak angin di depannya. Begitu terus, sampai ada yang tergerak untuk membeli. Tapi begitu dia tunjuk salah satu kotak minyak angin dengan harapan dapat arloji, ternyata isinya minyak angin. Sudah, uang amblas. Hanya dapat satu kotak minyak angin, dibeli dengan harga yang mahal.
Meski orang-orang itu tahu bahwa pedagang minyak angin ini agak tipu-tipu, tapi tetap saja ada orang singgah lihat atau menonton. Lama-lama tertarik, dan su pasti tertipu. Begitulah, selain pedagang itu lincah memainkan kecepatan tangannya, dia juga punya retorika dan kemampuan komunikasi yang baik. Dia mampu menjual minyak angin dengan kemasan atraksi yang memikat. Katong yang singgah hanya untuk sekadar melihat-lihat juga terhibur.
Makassar, 10 Mei 2021
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi