Amboina

Adaptasi Petani Cengkih dan Pala di Lilibooi Terhadap Ancaman Perubahan Iklim

Herman mengakui, belakangan ini perubahan iklim sangat terlihat, dimana curah hujannya tinggi, dan pola hujan pun berubah. Hujan banyak, tetapi durasinya pendek. Itu yang terjadi pada sejumlah wilayah di Maluku, tak terkecuali Pulau Ambon.

“Terkadang satu hari hujan terus, tetapi besok panas lagi.  Cengkih itu berbahaya kalau terlalu banyak terkena hujan,” imbuh Herman.

Cengkih akan membentuk auksin atau asam indol asetat, yaitu hormon yang berada di ujung-ujung tanaman dan daun yang masih muda.

“Kalau pas musim untuk berbuah kan biasanya akan keluar bunga. Itu kalau curah hujannya stabil, itu akan masuk pada fase generatif, artinya akan menjadi buah. Tapi kalau kondisi hujannya tinggi, maka akan tumbuh tunas baru atau kembali ke fase vegetatif,” jelas Herman.

Adaptasi Perubahan Iklim

Tidak hanya di Lilibooi, kata Herman, kondisi yang sama juga dialami petani cengkih di beberapa negeri di wilayah tersebut, misalnya di Negeri Seith, Wakal, Hitu, Mamala, Morela dan lainnya.

Tapi banyak petani disana sudah memilih untuk menanam cengkih raja (cengkih hutan) yang memang varietasnya berbeda dengan cengkih tuni.

Cengkih Tuni sendiri merupakan salah satu varietas cengkih lokal unggulan di Maluku yang selama ini dibudidayakan oleh petani sejak dulu. Sedangkan cengkih raja merupakan jenis cengkih yang ukuran bijina lebih besar, begitu pun daunnya.

Petani di beberapa negeri tersebut lebih banyak menananm cengkih raja, karena memiliki keunggulan tersendiri. Masa pertumbuhan cengkih raja terbilang cepat dibandingkan cengkeh tuni. Selain itu, cengkih raja itu tahan terhadap berbagai kondisi, termasuk soal iklim. “Jadi tidak heran kalau setiap tahun itu petani disana panen cengkih raja,” imbuh Herman.

Cengkih tuni dapat mulai dipanen saat berumur 4,5 hingga 6,5 Tahun. Sementara cengkih raja dapat dipanen setalah berumur 3,5 hingga 4 Tahun. Memang harga cengkeh tuni lebih tinggi dibandingkan cengkih raja. Cengkih tuni harganya Rp.120.000 hingga Rp.130.00 per kg. Sementara harga cengkih raja itu Rp.75.000 – Rp.80.000 per kg.

cengkih dan pala
Cengkih Raja.(Foto: potretmaluku.id/M.J Barends)

Meski harganya relatif murah dibandingkan cengkih tuni, namun cengkih raja tahan terhadap curah hujan, sehingga setiap tahun itu dipanen, bahkan dalam setahun bisa dua kali panen. Menurutnya, petani di Lilibooi bisa melakukan hal serupa sebagai upaya adaaptasi dai ancaman perubahan iklim.

“Kalau cengkeh tuni, sekarang harus menunggu hingga 3-4 tahun baru bisa panen, karena rentan terhadap kondisi cuaca. Tapi cengkih raja itu setiap tahun panen, bahkan bisa dua kali panen dalam setahun,” katanya.

Audrey Leatemia juga sepndapat dengan koleganya, Herman Rehatta, perihal dampak iklim yang memukul perkebunan masyarakat, khusus cengkih dan pala. Menurutnya, pola pemeliharaan juga menjadi salah satu faktor penyebab produktivitas tanaman itu menurun. “Kalau perawatannya tidak baik, tentu akan berdampak juga terhadap hasil yang diperoleh,” kata Audrey.

Baik Audrey maupun Herman, keduanya menilai perlu adanya pendampingan kepada petani untuk menguasai teknik budidaya organik secara intensif. Caranya, antara lain, adalah penggunaan bibit tanaman bersertifikat, pemupukan, pengendalian hama penyakit terpadu, dan pemeliharaan kebun secara teratur.

“Sekolah lapang petani juga perlu sebagai sarana peningkatan kapasitas budidaya cengkih dan pala, serta pusat informasi iklim. Kami berharap petani di Lilibooi bisa kembali merawat cengkih dan pala sebagai sumber perekonomian keluarga,” ungkapnya. (**)

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Catatan: Artikel ini didukung oleh AJI Indonesia – Deutsche Welle bertema “Let’s Talk About Climate, Training Program for Journalists”.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Previous page 1 2 3 4 5

Berita Serupa

Back to top button