Oleh: Ronny Loppies (Direktur Ambon Music Office dan Focal Point of Ambon UNESCO City of Music)
Om Zeth Lekatompessy yang sering dipanggil “Bapa Teka” lahir pada tanggal 4 Juni 1940 dari ayah Hermanus Lekatompessy dan ibu Elisabeth Matitaputty. Om Zeth Lekatompessy muda bernyanyi sejak kelas 1 Sekolah Rakyat (SR) dan selalu aktif bernyanyi di gereja Amahusu. Lagu yang sering dibawakannya adalah lagu yang diambil dari nyanyian Dua Sahabat Lama berjudul “Tongkat Daku Tuhan”.
Setelah menyelesaikan SR di Amahusu, Om Zeth melanjutkan ke SMP Negeri 2 Ambon. Om Zeth selalu merajai lomba-lomba nyanyi antar siswa di lingkup sekolah maupun antar sekolah.
Pada tahun 1963, Om Zeth menikahi Hendrine Matitaputty (Mama Onya) dan dikaruniai 8 orang anak. Om Zeth sempat menjadi pegawai di Universitas Pattimura, namun tidak lama bertahan. Karena ia terlahir sebagai seorang penyanyi dimana panggung merupakan tempat mati hidupnya.
Om Zeth Lekatompessy memiliki warna suara yang mendunia dan mengingatkan kita pada warna suara Oscar Harris, Nat King Cole, Pat Boone dan Mat Monroe. Semua menjadi satu dalam Warna om Zeth.
Memiliki suara “laki-laki” dengan intensitas power dan tendangan suara sekaliber Engelbert Humperdinck dan Tom Jones, serta memiliki ciri dan karakter suara yang tidak dimiliki oleh penyanyi manapun di nusantara ini, yang dalam pengamatan saya belum ada lainnya sampai saat ini.
Maka karakter suaranya memiliki energi penuh pada setiap frekuensi nada yang dibunyikan. Kemampuan menghafal setiap lirik dan melodi lagu sangat luar biasa dimiliki oleh Om Zeth.
Saya pernah mengukur wilayah suara (ambitus) Om Zeth untuk persiapan mendapatkan Rekor MURI kategori “Penyanyi laki-laki tertua yang membawakan 30 lagu non-stop”, dan konser penghargaan untuk om Zeth di tahun 2007.
Di saat itu saya mendapatkan kenyataan bahwa Om Zeth memiliki wilayah suara yang sangat luas. Inilah yang menyebabkan ia dapat membawakan berbagai genre musik. Mulai dari pop, sampai dengan seriosa. Termasuk juga ketahanan fisik yang kuat untuk tampil bernyanyi.
Ketepatan membidik nada sangat luar biasa dan flexibilitas vocal yang mengalir pada setiap baris demi baris lagu.
Di usia ke-67, vokal Om Zeth makin tebal dengan kemampuan bernyanyi pada nada-nada basskant yang luar biasa, sehingga makin menunjukan kematangan suaranya.
Kemampuan membaca notasi Om Zeth sangat baik, karena dia terlatih bernyanyi dan memainkan organ di gereja. Dia memiliki pendengaran mutlak untuk mendengarkan setiap tonika yang ada dan menghafal secara tepat tonika pada buku lagu-lagu gereja dan lagu-lagu pop terutama pop barat.
Saya harus mengulang cerita ini walaupun sudah dituliskan sebelumnya, karena cerita ini merupakan kebanggaan Om Zeth.
Zeth Lekatompessy Bertemu Oscar Harris
Suatu ketika kami bertemu Restauran Tirta Kencana Amahusu dimana Om Zeth dulu bernyanyi di sana. Sambil menikmati suaranya yang mirip dengan Oscar Harris, sayapun secara tiba-tiba berkata kepada Om Zeth, bahwa suatu ketika saya akan membawa Oscar Harris bertemu dengannya di Amahusu.
Di tahun 2018, apa yang disampaikan menjadi kenyataan ketika Oscar Harris datang ke Ambon, untuk sebuah festival musik bertajuk Amboina Internasional Music Festival. Dan saya memiliki kesempatan untuk membawa Oscar Harris bertemu langsung dengan Om Zeth di rumahnya di kawasn Amahusu.
Ketika mengetahui bahwa Oscar Harris akan datang ke rumah, Om Zeth segera menyiapkan keyboard dan bernyanyi di teras rumahnya. Dalam perjalanan menuju rumah Om Zeth, Oscar Harris pun mendengarkan suara Om Zeth dari jauh dan mengatakan kepada saya: “siapa yang bernyanyi. Suaranya mirip dengan dengan suara saya?”
Saya sampaikan kepada Oscar Harris bahwa kami akan segera menjumpai orang yang bernyanyi tersebut, namanya Zeth. Akhirnya Oscar Harris bertemu Om Zeth muka dengan muka.
Di situlah Om Zeth mengeluarkan air mata dan mengatakan kepada saya, bahwa pertemuan ini pernah saya sampaikan beberapa tahun lalu. Saya sendiri sudah lupa tentang hal itu.
Selanjutnya mereka berdua bernyanyi bersama lagu “what have you got planned tonight Diana dan since I met you baby”. Semua orang datang menonton dan terkesima oleh warna suara yang memiliki kemiripan.
Pada saat itu Om Zeth berumur 77 tahun. Pada akhir pertemuan, Oscar Harris pun mengatakan “Zeth adalah saudara saya, kami lahir di dua tempat yang berbeda. Dia lahir di Amahusu dan saya lahir di Suriname”.
Pengabdian Zeth Lekatompessy
Menurut saya, salah satu prestasi yang paling membanggakan Om Zeth dari berbagai prestasi yang sudah dia ukir dari waktu ke waktu, adalah ketika kami berdua dan beberapa teman terlibat sebagai tim Siwalima Maluku yang berangkat ke Pasadena USA mengikuti Tournament of Roses (TOR), dan kemudian memperoleh Piala Grand Marshall (setingkat juara 3) di sana.
Itulah pengabdian om Zeth Lekatompessy yang luar biasa di tahun 1992. Om Zeth bersama tim Siwalima Maluku telah melakukan berbagai pertunjukkan di negeri Kincir Angin-Belanda.
Ia tetap memukau pada setiap penampilannya dan tidak pernah merasa lelah bernyanyi dari panggung ke panggung. Om Zeth sangat menikmatinya dan tetap tersenyum sambil melontarkan kata-kata yang humoris pada setiap pertunjukkan.
Di bulan Juli tahun 2018, Om Zeth pernah sakit ketika mengikuti kegiatan Sarasehan Nasional di Jakarta. Saya dan Bung Embong Salampessy pada waktu yang bersamaan juga menjadi narasumber dari kegiatan dimaksud.
Namun akhirnya kami berdua harus membagi waktu untuk melayani Om Zeth, mulai dari kedatangan sampai pulang ke Ambon. Akhirnya kami lebih banyak menghabiskan waktu, tidur menemani Om Zeth pada salah satu rumah sakit di Jakarta, tidak jauh dari hotel bintang 4 tempat kegiatan dan tempat kami mestinya nginap.
Ini kami berdua lakukan, setelah melaksanakan tugas sebagai narasumber Sarasehan Nasional berajuk “Merawat Perdamaian Maluku” yang dilaksanakan oleh Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas), saat Bapak Doni Monardo menjadi Sekjen-nya.
Tepat Di usianya ke-79 tahun, saya dan Nanala Voice dan beberapa teman sempat mengunjungi Om Zeth. Dia tetap ceria dan penuh humor yang tinggi dengan cerita-cerita lucu karena berbagai pengalaman di panggung kehidupan dan panggung pertunjukan.
Dia seorang penampil sejati dengan rasa humor yang tinggi, yang juga terbawa dalam warna suaranya. Suara penuh humor ini membuat Om Zeth diingat sebagai penyanyi besar yang lahir dan besar di Amahusu namun membawa Ambon, Maluku dan Indonesia ke dunia internasional. Dari Australia sampai Amerika dan Eropa telah dikunjungi sang legendaris.
Di usia 81 ini, sioo…. Om Zeth terbaring tak berdaya di sebuah rumah sakit di Kota Ambon. Saya datang menjenguknya dan menyapanya. Dengan lemah dia membalas sapaan dengan kata-kata yang humoris. Itulah Om Zeth, sang penghibur.
Sambil memandangnya, saya kemudian memutarkan sebuah lagu Ambon “Mama Bakar Sagu” yang dinyanyikan Om Zeth dimana musiknya dikerjakan oleh Harry Anggoman dan saya sebagai penata vokal.
Saya tahu persis warna suaranya. Ketika mendengarkan lagu yang diputarkan, dengan nafas yang tersendat-sendat karena penyakit asma, dia mengatakan: “itu dolo”. Air mata saya pun tumpah di sela-sela masker yang saya gunakan.
Yah, semua orang tahu dan saya memastikan bahwa Om Zeth adalah penyanyi hebat yang mengabdikan dirinya untuk hanya bernyanyi. Menghasilkan karya-karya besar untuk Ambon dan Maluku lewat setiap penampilannya pada semua panggung pertunjukkan lokal, nasional dan internasional.
Dia selalu memberikan yang terbaik di atas panggung pertunjukan. Dia bertindak profesional sebagai penyanyi besar yang memilih hanya tinggal di Amahusu saja. Saat ini, dia hanya bernyanyi dalam luasan nada yang sempit dan bahkan tidak jelas terdengar. Wilayah suaranya terbatas, kata-kata yang dibunyikan seperti dibatasi.
Sampai sekarang ketika tulisan ini dipublikasi, Om Zeth Lekatompessy masih terbaring sakit. Jangan pernah melupakannya. Semoga Om Zeth cepat pulih.(*)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi