Oleh: Elifas Tomix Maspaitella (Eltom) – Pemerhati Sosial
Banyak orang “kalu su dudu stori di jiku-jiku, suka parsir” (=bila duduk berbicara di pojokan, suka bicara sembarangan), adakalanya “basangaka” (=menuduh), apalagi sampai “tatawa parsir” (=tertawa sinis) sebagai bukti membenarkan keburukan orang lain yang belum tentu benar. Biasanya sambil “pasi bibir” (=manyun/mincing bibir) atau “manjaling” (=mengerlingkan mata) bahkan sambil “bisi-bisi tar brenti” (=berbisik).
“Stori parsir” (=menggosip/bicara yang menuduh) itu selalu “tar ada yang batul” (=tidak ada yang benar). Mengapa? “Balong tantu dia biking akang” (=belum tentu orang yang dituduh itu melakukan suatu perbuatan salah). Karena kita pasti “dengar dari orang, bukang lia deng mata kapala sandiri” (=mendengar dari orang lain, bukan melihat langsung dengan mata kepala sendiri).
Nah, “kalakuang basaleng carita nih yang biasa sa dengar sa jingkal, saleng sadepa” (=kelakuan menceritakan ulang ini biasanya informasinya sejengkal tetapi diceritakan sedepa/suka menambah bumbu atas suatu informasi).
Karena itu “jang parsir” (=jangan suka bicara menuduh) sebab “orang pung ampas se lia padahal ada tatal pai-pai di se dalang mata tuh” (=kesalahan kecil seseorang kelihatan padahal kesalahan besar sendiri tak tampak), ini kebiasaan “batuduh takaruang” (=menuduh sesuka hati) deng “suka biking diri batul” (=bertindak seolah-olah benar) padahal lupa bahwa diri sendiri “badiri lurus sang jarong padahal bengko sang matakael” (=berdiri lurus seperti jarum padahal sebenarnya bengkok seperti kail).
“Jang parsir, kaca diri” (=jangan menuduh, berkacalah pada diri sendiri), karena “yang suka parsir tuh” (=yang suka bergosip/menuduh) itu biasa “karja bahela” (=lamban kerjanya) atau “karja maeng-maeng” (=tidak bekerja maksimal). Kalau mencuci di kali, “abis sabong pakeang, sabong batu-batu lai” (=setelah mencuci pakaian, batu-batu kali juga ~ ini gambaran orang yang suka membuang-buang waktu dengan pekerjaan yang tidak ada gunanya).
Bila berkebun “cabu taki, padahal kusu-kusu maliong” (=mencabut anak rumput, padahal alang-alang tumbuh terus/mengitarinya). Jadi karena sukanya hanya “parsir” maka tugasnya sendiri tidak dikerjakan.
“Jang parsir” supaya kita bisa dengan jujur “kaca diri baru nilai orang” (=menilai diri sendiri sebelum menilai orang lain).
Ini kunci “hidop dame” (=hidup damai), “karja batul” (=bekerja dengan baik) dan “seng carita sudara pung busu” (=tidak menceritakan/menggosipkan keburukan seorang saudara).
Jumat, 4 Juni 2021
Pastori Jemaat GPM Bethania, Dana Kopra-Ambon
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi