Kutikata

Sayang Dilale

KUTIKATA

Oleh: Elifas Tomix Maspaitella (Pemerhati Sosial)


Sio seng sampe hati ale tuang” (=sungguh, tidak tega sayang). Ini ungkapan yang melukiskan “sayang dilale” (=sungguh/sangat menyayangi/sayang). Karena itu “batul-batul seng sampe hati” (=sungguh tidak tega), “apalai dong su iko, datang jao-jao, cuma par dudu sama-sama” (=apalagi mereka sudah mengikuti, datang dari jauh, hanya untuk bisa duduk bersama).

Seng bole suruh dong pi cari tampa” (=tidak boleh menyuruh mereka pergi mencari tempat lain), “kas’ tinggal sa, biar makang karu-karu jua tarpapa” (=biarkan, walau nanti makan karu-karu pun tidak mengapa ~karu-karu itu sejenis makanan dari tepung sagu yang disangrai, ditambah kelapa dan gula merah, seperti sinoli/empeng).

Basudara iko tuh tagal dong tau se hati barsi” (=saudara mengikutimu karena mereka tahu ketulusan hatimu), “itu se seng bisa sambuni akang” (=mengenai itu anda tidak bisa menyembunyikannya), “tagal orang yang pung hati tuh muka su unju” (=orang yang baik hati itu kelihatan dari wajahnya). Jadi “hidop musti sayang samua” (=hidup ini harus menyayangi semua).

Sayang dilale” (=sungguh/sangat menyayangi/sayang). Ini perasaan yang tersimpan dalam hati “orang-orang bae” (=orang baik).

Orang seperti ini, “biar kata orang sumpah-sumpah dia iko blakang lai, mar kalu dong tatumbu susah, dia yang tulung kamuka” (=walau orang menyumpahi di belakangnya, namun jika mereka kesusahan dia yang pertama-tama menolong). “Seng sampe hati” (=tidak tega orangnya).

Apalai kalu dong su datang, tetap tarima sa, biar kata ada lalah bae-bae nih” (=apalagi jika mereka sudah datang, tetap terima walau sedang letih sekali). “Seng sambuni la kasi pasang: “bilang beta seng ada e” (=tidak bersembunyi lalu menyampaikan pesan: “katakan aku tidak ada ya”). Apalagi bersembunyi hanya karena “tar suka lia dong muka” (=tidak suka melihat wajah mereka), atau “suruh pi cari orang laeng” (=suruh mereka pergi mencari orang laeng).

Sayang dilale” juga menyatakan tentang rindu, “su lama seng bakudapa” (=sudah lama tidak berjumpa), “jadi hati pung sanang apa lai” (=hati sangat senang). “Seng manahang par baku dapa, la su tar mau tapisah lai” (=tidak sabar untuk berjumpa dan tidak mau berpisah lagi). Karena itu “pas bakudapa” (=ketika berjumpa) “jang tanya, mau bale apa tempo” (=jangan tanya kapan anda kembali). Malah biasa ada ungkapan “loko jang pi lai jua, tinggal sini sa jua” (=jangan pergi lagi, tinggallah di sini).

Sayang dilale, rasa sayang la dilale” (=sangat sayang, sungguh sangat sayang). Ini perasaan yang “seng bisa sambuni” (=tidak bisa disembunyikan), “apalai tutu deng pura-pura marah” (=apalagi ditutupi dengan berpura-pura marah). “Seng bisa sambuni, tagal mata pasti balandong, la suara kaluar su takangkang” (=tidak bisa disembunyikan, karena air mata tergenang dan suara sudah berat/bergetar). Itu lukisan cinta yang memang “seng bisa maeng-maeng” (=tidak pura-pura). Dan itu “soal hati” (=masalah hati/perasaan).

“Jadi mari jua, katong sama-sama” (=jadi marilah, kita bersama-sama).

Selasa, 21 September 2021
Pastori Ketua Sinode GPM Jln Kapitang Telukabessy-Ambon

 


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Lihat Juga
Close
Back to top button