Oleh: Feby A. Metekohy (Dosen Poltekkes Kemenkes Maluku)
KONDISI cuaca/iklim dalam beberapa minggu terakhir di Indonesia khususnya di Provinsi Maluku dengan peningkatan intensitas curah hujan yang cukup tinggi mengakibatkan terjadinya bencana banjir dan tanah longsor di wilayah Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Seram Bagian Barat dan Timur serta di beberapa kabupaten lainnya.
Data Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku mencatat dalam 3 tahun terakhir terdapat 221 bencana banjir di Provinsi Maluku. Banjir mempengaruhi berbagai sektor kehidupan. Dari sisi infrastruktur, banjir merusak sarana dan prasarana pemukiman penduduk, perkantoran, dan fasilitas umum.
Banjir mengganggu perekonomian karena mengganggu produksi pertanian, merusak jalur transportasi, dan menambah biaya distribusi. Juga menimbulkan gangguan kegiatan pabrik karena mesin produksi terendam air atau listrik dipadamkan, yang kemudian menjadi kendala di bidang perekonomian.
Baca Juga: Pencapaian SDGs dan Ancaman Pandemi Covid-19 di Ambon City of Music
Setelah banjir biasanya muncul banyak penyakit. Bahaya bakteri e-coli dan leptospira cenderung meningkat pasca banjir besar. Tidak hanya penyakit kulit yang mengancam kesehatan para korban banjir, namun juga beberapa penyakit lain. Mengingat tingginya frekuensi hujan dan potensi banjir di berbagai wilayah Maluku, maka upaya preventif dan kuratif untuk meminimalisir risiko kesehatan dan lingkungan akibat banjir perlu dilakukan.
PENYAKIT PASCA BANJIR
Banjir membawa kotoran seperti sampah, air got, atau septik tank. Kondisi ini menyebabkan nyamuk dan bibit kuman penyakit mudah berkembang biak. Tidak jarang banjir juga menimbulkan Keadaan Luar Biasa (KLB). Kondisi basah juga tidak nyaman bagi tubuh sehingga dapat menurunkan kondisi tubuh dan daya tahan terhadap stres karena terbatasnya akses terhadap sandang, pangan, dan papan.
Baca Juga: Sinergitas Creative City Dan Smart City dalam Upaya Membangun Ambon Masa Depan
Beberapa penyakit menular yang harus diwaspadai sehubungan dengan banjir:
1. Diare. Penyakit Diare sangat erat kaitannya dengan kebersihan individu (personal hygiene). Pada saat banjir, sumber-sumber air minum masyarakat, khususnya sumber air minum dari sumur dangkal, akan ikut tercemar.
2. Demam berdarah. Saat musim hujan, terjadi peningkatan tempat perindukan nyamuk aedes aegypti, karena banyak sampah seperti kaleng bekas, ban bekas, dan tempat-tempat tertentu terisi air sehingga menimbulkan genangan, tempat berkembang biak nyamuk tersebut.
3. Penyakit leptospirosis. Leptospirosis (demam banjir) disebabkan bakteri leptospira menginfeksi manusia melalui kontak dengan air atau tanah masuk ke dalam tubuh melalui selaput lendir mata atau luka lecet. Bakteri Leptospira ini bisa bertahan di dalam air selama 28 hari. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit zoonosis karena ditularkan melalui hewan.
Di Indonesia, hewan penular terutama adalah tikus, melalui kotoran dan air kencingnya yang bercampur dengan air banjir. Seseorang yang memiliki luka, kemudian bermain atau terendam air banjir yang sudah tercampur dengan kotoran atau kencing tikus yang mengandung bakteri lepstopira, berpotensi terinfeksi dan jatuh sakit.
Baca Juga: Bisakah Pembangunan Berkelanjutan Melalui Pembangunan Rendah Karbon dan Ekonomi Hijau?
4. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab ISPA dapat berupa bakteri, virus, dan berbagai mikroba lainnya. Gejala utama dapat berupa batuk dan demam. Jika berat, maka dapat atau mungkin disertai sesak napas, nyeri dada, dll. ISPA mudah menyebar di tempat yang banyak orang, misalnya di tempat pengungsian korban banjir.
5. Penyakit kulit. Penyakit kulit dapat berupa infeksi, alergi, atau bentuk lain. Jika musim banjir datang, maka masalah utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik. Seperti juga pada ISPA, berkumpulnya banyak orang juga berperan dalam penularan infeksi kulit.
6. Penyakit saluran cerna lain, misalnya demam tifoid. Dalam hal ini, faktor kebersihan makanan memegang peranan penting.
7. Memburuknya penyakit kronis yang mungkin memang sudah diderita. Hal ini terjadi karena penurunan daya tahan tubuh akibat musim hujan berkepanjangan, apalagi bila banjir yang terjadi selama berhari-hari.
Banjir dapat pula menimbulkan KLB penyakit menular secara besar-besaran dan meningkatkan potensi penularan penyakit. Risiko terjadinya KLB epidemik penyakit menular sebanding dengan kepadatan dan kepindahan penduduk.
Baca Juga: Memanfaatkan Daya Dukung Sampah Terhadap Pembangunan Rendah Karbon
UPAYA PENANGANAN
Dalam kondisi darurat bencana kebijakan sanitasi ditujukan untuk mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit melalui media lingkungan. Penanganan pascabanjir untuk mengurangi risiko terhadap kesehatan dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri, namun lebih utama lagi adanya program dan kebijakan yang terintegrasi dari Pemerintah (Provinsi dan Kabupaten/Kota).
Langkah-langkah teknis yang dapat dilakukan masyarakat dalam upaya menghindari timbulnya penyakit pascabanjir:
1. Membersihkan lingkungan tempat tinggal, dimulai dengan mengumpulkan dan membuang sampah yang terbawa arus air ke tempat sampah. Membersihkan lantai dan dinding rumah dengan cairan desifektan dan mengubur lubang-lubang bekas air.
2. Berhati-hati menggunakan sumber air. Air sumur atau air keran yang berpotensi terkontaminasi sebaiknya tidak digunakan dulu, meskipun dimasak/direbus dulu sebelum digunakan.
3. Memakai alat pelindung yang beralas keras (sandal/sepatu) apabila berjalan dalam genangan air dan menghindari tempat persembunyian tikus, dengan menutup lubang tikus yang ada.
4. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengonsumsi suplemen vitamin, makanan yang bergizi dan teratur, beristirahat yang cukup, mencuci tangan dengan sabun sebelum atau sesudah makan, serta membuang makanan yang telah terkontaminasi.
5. Mencuci sayuran terlebih dahulu sebelum dimasak, menghindari mengkonsumsi sayuran yang telah terkontaminasi, dan menutup makanan yang akan disajikan.
6. Mendapatkan perawatan medis secepatnya untuk mencegah penurunan kondisi tubuh dan mengobati luka yang terbuka dengan plester tahan air.
Baca Juga: Pandemi dan Meningkatnya Sampah Plastik
Upaya-upaya lain untuk meminimalisir penyebaran penyakit pascabanjir perlu dilakukan oleh lembaga dan institusi yang berwenang dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat dan memulihkan kondisi lingkungan pascabanjir khususnya dalam bidang kesehatan dan sanitasi.
Upaya tersebut terdiri dari pencegahan (preventif) yang bertujuan agar wabah penyakit tidak menyebar dan upaya penanganan (kuratif) kepada para penyintas bencana banjir yang menunjukkan gejala terserang penyakit dengan pengobatan sebaik-baiknya.
Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, tanggung jawab pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi: penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana, perlindungan terhadap bencana, pengurangan risiko bencana dan pengalokasian anggaran yang memadai.
Upaya pencegahan penyebaran penyakit akibat banjir yang dapat dilakukan pemerintah (pemerintah daerah) antara lain:
1. Tindakan jangka pendek. Klorinasi dan memasak air: Pastikan ketersediaan air minum yang aman. Langkah ini merupakan pencegahan paling penting pascabanjir, untuk mengurangi risiko wabah penyakit yang terbawa air.
2. Vaksinasi terhadap hepatitis A. Imunisasi diperlukan bagi kelompok berisiko tinggi, seperti orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan air minum, air limbah, atau limbah.
3. Pencegahan malaria dan demam berdarah. Banjir tidak selalu mengarah pada peningkatan jumlah nyamuk secara langsung, masih ada waktu untuk menerapkan langkah- langkah pencegahan seperti penyemprotan insektisida dan pemberantasan sarang nyamuk.
Oleh karena itu perlu dilakukan deteksi dini di laboratorium agar dapat melacak dan mencegah epidemi malaria dan demam berdarah. Diagnosis dini dan pengobatan untuk malaria (dalam waktu 24 jam dari onset demam) sangatlah penting.
4. Sanitasi. Mempromosikan praktek higienis yang baik dilakukan dengan memasak air hingga mendidih dan mempersiapkan makanan yang bersih. Selain itu sanitasi dipelihara melalui pembersihan lingkungan dari sampah, lumpur, dan kotoran yang dapat menimbulkan penyakit serta menjaga kecukupan air bersih dan penyediaan sarana kakus yang memadai.
Baca Juga: Anak-anak SDN Hukurila Ambon Belajar Mengolah Sampah Jadi Kursi Ecobrick di Kelas Alam Shedini
Peran pemerintah daerah khususnya lembaga/dinas/badan yang terlibat dalam penanganan kesehatan seperti Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, maupun Dinas Pekerjaan Umum dan Badan penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sangat diperlukan.
Hal ini dilakukan terkait dengan masalah ketersediaan logistik, kesiapsiagaan tenaga atau personel, peningkatan upaya pemetaan daerah rawan, dan peningkatan koordinasi, baik lintas program maupun lintas sektor serta perbaikan kualitas kesehatan lingkungan dan kecukupan air bersih.
Di samping itu perlu disiapkan tim khusus untuk menyiagakan rapid response team di setiap tingkatan, agar dapat melakukan tindakan segera bila diketahui adanya ancaman potensial kemungkinan terjadinya peningkatan penyakit menular.
Selain koordinasi antar sektor, koordinasi dan kerja sama antar pemerintah daerah pun sangat diperlukan, baik itu antar pemerintah kota/kabupaten maupun provinsi. Penyakit pascabanjir merupakan dampak bencana yang mengancam sektor kesehatan. Penanganannya meliputi usaha perbaikan kualitas kesehatan lingkungan dan menjamin kecukupan air bersih.
Upaya mitigasi efek bencana bertujuan untuk mengurangi dampak bencana terhadap manusia dan harta benda. Di sektor kesehatan, aktivitas mitigasi ditujukan untuk mengurangi kerentanan sistem dan mengurangi besarnya bahaya seperti timbulnya berbagai jenis penyakit pascabanjir maupun adanya KLB penyakit menular.
Bagi pemerintah, sektor kesehatan perlu mendapat prioritas yang diwujudkan dalam program pengelolaan bencana kesehatan nasional. Program dan kegiatan tersebut hendaknya dilaksanakan oleh pemerintah bekerja sama dengan berbagai sektor yang terkait dan para ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti kesehatan dan kebijakan publik, kesehatan masyarakat, administrasi rumah sakit, sistem penyediaan air, pembangunan, arsitektur, perencanaan, pendidikan, dan sebagainya.
Upaya mitigasi tersebut disusun agar saling melengkapi dengan aktivitas kesiapsiagaan dan respon terhadap bencana.(*)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi