Hj Hartini, selalu bersemangat jika berbicara tentang perpustakaan dan dunia literasi yang digelutinya. Perpustakaan SMP Negeri 2 Bontonompo, berada di Kelurahan Kalase’rena, yang juga merupakan kampung halamannya. Perpustakaan ini berdiri sejak 6 Oktober 1994. Pada masa awal, keadaan ruangannya masih kecil dengan koleksi buku yang masih kurang, terutama buku penunjang, referensi, fiksi dan non fiksi.
Pada tahun 2017, perpustakaan tersebut sudah mengalami perubahan dengan menempati ruangan yang baru dan koleksi buku yang semakin bertambah. Namun, bagi Hartini, meski ada perubahan, perpustakaannya itu masih butuh sarana yang baik dan koleksi yang banyak sehingga pemustaka semakin bersemangat dan termotivasi untuk berkunjung ke perpustakaan sekolah.
Hartini menyadari, tantangan yang dihadapi pustakawan dan perpustakaan di era digital. Sehingga, perpustakaan sekolahnya membuat beberapa pengaturan. Beliau, misalnya, membuat program perpustakaan yang membatasi anak-anak membawa handphone ke dalam perpustakaan. Dengan adanya Program Merdeka Belajar, beliau tetap membuat jadwal kunjungan ke perpustakaan bagi peserta didik dan kegiatan pojok baca.
“Alhamdulillah sangat perhatian dalam hal pembelian buku paket.” Itu jawaban yang diberikan Hartini, ketika ditanya, bagaimana bentuk perhatian pimpinan (Kepala Sekolah) terhadap Perpustakaan SMP Negeri 2 Bontonompo. Untuk memajukan perpustakaan, katanya, perlu menyediakan anggaran pembelian buku paket secara bertahap sesuai kebutuhan peserta didik.
Dari jumlah koleksi buku bertema sejarah dan budaya Gowa, yang kurang lebih hanya 20 eksemplar, tampak bahwa perpustakaan sekolah masih butuh tambahan koleksi. Buku-buku itu, antara lain “Sultan Hasanuddin”, “Tumanurung ri Gowa”, “Karaeng Manuju”, “Balla Lompoa”, “Karaeng Galesong”, “Raja Gowa”, “Perjanjian Bongaya”, dan “Sisilah Satu Rumpun Gowa”.
Disyukuri karena, baik buku baru maupun lama, semua terawat dengan baik. Beliau lalu menyebut buku-buku terkait sejarah Gowa, serta buku-buku tentang tradisi dan budaya di Gowa yang masih sangat diperlukan sebagai bacaan penunjang. Salah satu penyebab, minat baca anak rendah terhadap buku muatan lokal ini, diakui karena kurangnya koleksi buku bertema sejarah dan budaya Gowa di perpustakaan sekolah. Disampaikan bahwa bentuk dukungan stakeholder terhadap perpustakaan sekolah masih kurang karena faktor komunikasi dan waktu.
Ketika ditanya, bagaimana caranya membangun budaya literasi dan literasi budaya di Kabupaten Gowa? Hj Hartini menjawab, “Menurut saya, pemerintah, baik kota maupun daerah, turut andil dalam menyebarkan buku bermuatan lokal ke perpustakaan desa, sekolah, dan pegiat literasi yang ada di Kabupaten Gowa.
Ini dilakukan, supaya pemustaka semakin berminat untuk mengetahui sejarah dan budaya Makassar, terutama di Kabupaten Gowa. Selain itu, dengan rajinnya pustakawan melakukan aktivitas literasi ke masyarakat, maka pemerintah seharusnya lebih menaruh perhatian dan menyediakan sarana dan prasarana yang layak agar mudah dijangkau dan nyaman digunakan oleh pemustaka.”
Kisah tentang Hj Hartini, sebagai pustakawan dan pegiat literasi, tentu tak bisa lagi dibaca oleh almarhumah. Namun, interaksinya dengan siswa dan guru-guru SMP Negeri 2 Bontonompo, serta pegiat literasi di Kabupaten Gowa akan dikenang dengan catatan yang indah. Pengabdiannya yang tulus dalam gerakan literasi merupakan sebentuk kebaikan, bagai cahaya ilmu yang menerangi cakrawala pemikiran. Sosoknya merupakan inspirasi, bagi mereka yang setia di jalan literasi. (*)
Gowa, 29 Februari 2024
IKUTI BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi