Oleh: Rence Alfons*)
Dansa Katreji dalam bahasa Prancis disebut sebagai de Quadrille. Dansa ini telah dikembangkan di Prancis dimulai dari abad ke-18, dimana tarian ini dipakai sebagai tarian istana untuk menghibur Napoleon Bonaparte.
Selanjutnya dansa de Quadrille ini dibawa ke Inggris, kemudian diperkenalkan ke koloni Karibia selama awal abad ke-19. Dansa ini sering dipakai juga sebagai hiburan pada acara-acara sosial bagi para pekebun.
De quadrille juga berkembang hampir di semua negara-negara Eropa, khususnya di kalangan para pelaut. Saat para pelaut pulang dari melaut, mereka akan berkatreji ria.
Kekhususan dansa ini adalah pada peserta katreji apabila, ketika mereka mendengarkan lagu opsir waltz, maka hanya dikhususkan bagi yang berpangkat perwira saja yang boleh melantai.
Selanjutnya saat komando memerintahkan senaggale ron, maka peserta katreji akan membentuk pola lantai menyerupai angka delapan (8). Angka delapan (8) merupakan simbol dari rantai kapal.
Catatan historis tentang dansa katreji – de quadrille di daerah Ambon sangatlah minim, cenderung tidak ada sama sekali. Penulis pernah menelusuri catatan tentang de quadrille di Kota Metz – Paris (Prancis) pada tiga toko buku, hasilnya nihil.
Namun, lucunya dapat dijumpai di negeri-negeri pegunungan Jazirah Lei Timur Pulau Ambon, khususnya di negeri Hatalai – Kecamatan Lei Timur Selatan – Kota Ambon dan di Dusun Tuni, Negeri Urimessing – Kecamatan Nusaniwe – Kota Ambon.
Di Negeri Hatalai dan Dusun Tuni, sejak dahulu sampai sekarang, masyarakat masih menggunakan dansa katreji pada perayaan pesta pernikahan, perayaan Ana Sarani (Baptis Anak), hajatan Orang Wisudha, perayaan Orang Sidi, dan hajatan Hari Ulang Tahun.
Dansa katreji mulanya berkembang di Negeri Hatalai, kemudian menjalar di negeri-negeri lainnya di daerah pegunungan, salah satunya di Dusun Tuni. Dansa katreji yang eksis di Dusun Tuni karena salah satu family clan Tuni adalah urban dari Negeri Hatalai.
Awalnya, Dusun Tuni didiami oleh masyarakat urban dari Negeri Hatalai (marga Alfons & Salamena), Negeri Naku (marga Muskitta), Negeri Alang (marga Huwae) dan Negeri Kilang (marga de Fretes). Lima marga itu lalu membentuk koloni baru di Dusun Tuni dan telah berkembang pesat sampai saat ini.
Suatu data autentik pada family clan Alfons yang mendiami area Ihuroang, bahwa sertifikat tanahnya diterbitkan pada tahun 1918.
Tanah Ihuroang masuk dalam petuanan Negeri Urimessing, artinya family Alfons (orang Hatalai) membeli tanah (tanah babaliang) tersebut dari orang Urimessing, dan didiami sampai sekarang. Konon, saat itu petuanan Negeri Urimessing luas, sedangkan masyarakatnya sangat sedikit.
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi