Kutikata

Sanang Ka Seng?

KUTIKATA

Oleh: Elifas Tomix Maspaitella (Eltom) – Pemerhati Sosial


Sanang ka seng?” (=Senang atau tidak?) Ini sebenarnya tidak bermaksud untuk menanyakan keadaan atau suasana hati antara senang atau tidak senang. Ungkapan ini, dalam penggunaannya, lebih menjurus pada luapan sukacita, semacam “hati babunga manor” (=hati berbunga melati/senang sekali) karena “samua su jadi deng sagala bae” (=segalanya terjadi dengan baik) atau “ada dapa apapa bae-bae satu ada” (=mendapatkan sesuatu yang baik/menyenangkan).

Sanang ka seng?” Hidup dalam alam yang “Antua su biking jadi deng sagala bae” (=sudah dijadikan Tuhan dengan sempurna). “Bangong pagi deng matahari nai, maso malang deng bulang tarang” (=bangun di pagi hari bersama matahari terbit, masuk malam bersama bulan yang terang cahayanya). “Tar kurang satu apa. Di muka, di lautang, ikang limpa, di blakang, di gunung deng utang, sagala hal ada” (=tidak ada apa pun yang kurang. Di depan, di lautan, ikan melimpah, di belakang, di gunung dan hutan segalanya ada). “Sanang ka seng?

Baca Juga: Tampa Tangang

Sanang ka seng?” juga menjadi ungkapan sukacita karena apa yang dikerjakan berhasil. “Cengkeh deng pala babuah rangke-rangke” (=cengkih dan pala berbuah lebat), “ikang kawang dalang jareng” (=ikan banyak dalam jaring), “sagu tumpah dalang dulang” (=sagu melimpah dalam nampan), “kasbi/enbal ba’isi banya” (=ubi kayu berumbi), “jagong ta ero” (=pohon jagung tidak bisa tegak karena bonggolnya besar), “karaka basusung dalang wakar” (=kepiting bersusun dalam hutan bakau).

Sanang ka seng?” juga menjadi ungkapan kebahagiaan bila “skrek dapa berkat” (=mendapat berkat tak terduga), misalnya “dapa ana bakambar” (=mendapati anak kembar), “ana nai klas juara 1” (=anak naik kelas dengan peringkat I), “ana dapa/tambus karja” (=anak mendapati pekerjaan tetap), “ana su kaweng” (=anak sudah menikah), “laki/bini bae dari saki banya” (=suami/istri sembuh dari sakit menahun), “su abis biking rumah” (=selesai membangun rumah), “kaget bagini bini/laki nai pangkat” (=tak diduga istri/suami dapat jabatan). “Skrek babae paskali, mar sanang bukang maeng” (=mengagetkan, tetapi bukan main senangnya).

Sanang ka seng?” ini suatu keadaan positif, karena “samua yang bae su jadi” (=semua yang baik telah terjadi).

Beda dengan “tinggal tada sanang sa” (=taunya hanya yang menyenangkan) karena itu ungkapan kepada orang yang “tar tahu trima kasih” (=tidak tahu berterimakasih), atau orang yang “mau snang sa” (=mau enak-enak saja), atau yang “hidop cuma par harap gampang” (=hidup gampangan) atau malah yang lebih parah dari itu orang yang “par biking susah orang sa” (=menyusahkan orang lain).

Juga beda dengan “jang par sanang diri sandiri” (=jangan hanya untuk kesenangan diri sendiri) lalu “tar tau jaga barang” (=tidak tahu menjaga sesuatu/pemberian orangtua/orang lain). “Karja cuma par kas rusak” (=kerjanya hanya untuk merusakkan), “bukang biking bae par samua pung sanang” (=bukannya membuat yang baik untuk kesenangan semua orang).

Jadi kalau mau baik, “biking apapa tuh par samua pung sanang” (=lakukanlah sesuatu untuk kebahagiaan semua orang). Jika itu terjadi “sanang ka seng?

Kamis, 10 Juni 2021
Kantor Sinode GPM, Jln. Mayjend D.I. Panjaitan No. 2 – Ambon

 


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Lihat Juga
Close
Back to top button