Pendapat

Berjalan Dalam Bayang-bayang Covid-19

DARI SALATIGA KE WINCONSIN

Oleh: Izak YM Lattu
Pemerhati sosial budaya dan dosen pada Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Selama Bulan Maret ini penulis akan menuturkan kisah bagaimana dirinya terpapar Covid, dan bagaimana bisa sembuh dari Covid. Setiap hari akan ada satu kisah yang kami tampilkan.

TANGGAL 3 Maret ini, satu tahun lalu, saya berangkat ke Amerika Serikat untuk undangan seminar di Princeton dan beberapa diskusi di New York, DC Area. Merapi meletus ketika saya menuju Bandara Solo. Pesawat Garuda membatalkan penerbangan Solo-Jakarta.

Agak bingung karena tengah malam adalah jadwal penerbangan dengan Etihad ke Jakarta, Abu Dhabi dan Chicago. Saya diuruskan untuk pindah penerbangan ke Semarang. Kami memutar mobil menuju Semarang di tengah hujan rintik sore itu.

Retno dan anak-anak mengantarkan saya ke bandara, serta memastikan kalau hand sanitizer dan masker saya lengkap. Anak-anak seperti biasa memberikan goodbye kiss ketika mengantarkan saya ke bandara jika akan terbang.

Bandara Semarang cukup sibuk sore itu. Banyak penumpang dari Solo pindah ke Semarang. Rata-rata penumpang menggunakan masker. Hand sanitizer di toko dalam ruang tunggu Bandara Semarang habis. Meski sudah punya dua hand sanitizer saya masih mau membeli lagi untuk jaga-jaga di perjalanan. Saya cukup boros pakai hand sanitizer. Setelah memegang apa saja saya pasti akan cuci tangan pakai hand sanitizer.

Setelah check in di counter Etihad, saya makan pada salah satu resto di Bandara III Soekarno-Hatta International Airport. Makan terasa enak. Saya berusaha menikmati makanan meski agak takut juga membayangkan terbang dalam bayang-bayang virus mematikan ini.

Saya sudah sering berangkat ke Amerika, tetapi perjalanan kali ini cukup mendebarkan karena pandemi Covid-19. Semua hal harus disiapkan secara hati-hati.

Peralatan standar pencegahan Covid disiapkan dengan baik. Hand sanitizer beberapa botol dan masker operasi satu dus penuh. Hand sanitizer saya pakai terus dan masker tidak pernah saya turunkan dari wajah, kecuali waktu makan di pesawat. Selama transit di bandara Abu Dhabi-pun masker dipakai sangat ketat.

Tiba di Chicago tanggal 4 Maret, belum satu orang pun di bandara yang pakai masker. Hanya saya dan beberapa orang dari Asia yang menggunakan masker. Petugas bandara masih bekerja seperti biasa tidak pakai masker dan sarung tangan. Pakai masker di bandara waktu itu masih terlihat aneh.

Bus Coach Amerika yang membawa saya ke Madison, Wisconsin, juga tidak mengenal protokol kesehatan. Semuanya masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya ketika saya mengunjungi Amerika. Tinggal tunjukan tiket, masukan barang ke perut bus, naik nyari tempat duduk yang nyaman dan nikmati salju sepanjang jalan. Lagi, hanya saya yang menggunakan masker di atas bus.

Bus sampai di Madison, saya dijemput ponakan saya Dian dan tunangannya. Semua di Ibu Kota negara bagian Wisconsin itu masih sama. Tidak telihat protokol kesehatan apapun di kota yang hampir menjadi Ibu Kota Amerika Serikat itu. Dingin luar biasa, cepat-cepat masuk ke dalam mobil dan menuju apartment. Malamnya berusaha melawan jetlag karena besoknya harus bertemu dengan Direktur Program Asia Tenggara di Universitas Wisconsin.

Pagi hari menuju kampus juga tidak ada yang menggunakan masker. Kantor Program Asia Tenggara masih sama. Tidak menggunakan protokol apapun. Diskusi rutin di Program Asia Tenggara juga berjalan seperti dulu ketika saya ikuti: tidak ada yang menggunakan masker, apalagi thermogun.

Tanggal 7 Maret, Madison mulai panik. Hand sanitizer, masker bahkan toilet paper mulai hilang dari toko-toko. Orang mulai sibuk karena pemerintahan Trump mulai menunjukkan kepanikan menghadapi Covid-19. Sebelumnya Trump terkesan tidak terlalu serius menghadapi virus yang menjadi pandemi ini.

Setelah bersama Dian, Rahul, sahabat-sahahat Indonesia dan beberapa pertemuan dengan dosen-dosen di Madison saya terbang ke Baltimore untuk kegiatan lain. Dalam perjalanan dari Madison Bandara sudah mulai lebih ketat. Pengguna masker sudah mulai terlihat banyak meski belum umum. Bandara kecil tetapi bersih dan asri itu mulai mengenal protokol kesehatan Covid-19.

(ceritanya akan dilanjutkan besok)


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button