Pendapat

Saya Menyematkan Sikap Kritis dan Kepedulian pada Nama Anak-Anak

PENDAPAT

Galang lahir saat fajar. Sehari sebelumnya, saya punya janji wawancara tentang penanganan pengungsi anak dengan Radio Al-Ikhwan FM, yang saat itu mungudara dalam format baru. Karena sibuk mengurus anak saya yang baru lahir, saya tak jadi ke studionya di Jalan Sunu. Wawancara diputuskan hanya by telepon.

Pagi itu juga saya ke kantor LPA di Jln Andi Tonro No 11. LPA, menangani anak-anak korban konflik. Anak-anak korban kerusuhan Maluku, di antaranya ada yang ditampung di Kodam VII/Wirabuana, sekarang Kodam XIV/Hasanuddin. LPA juga menangani anak-anak refugee, pasca lepasnya Timor Timur dari Republik Indonesia.

Setelah wawancara rampung, saya mencari kuali tanah liat (tembikar), tempat menaruh campugi (ari-ari bayi). Kemudian pulang ke rumah, mengurus ari-ari itu. Ari-arinya setelah selesai dibersihkan dan ditaruh dalam tembikar, saya sertakan pula pensil di dalamnya. Saya bawa ke arah Jembatan Kambara, lalu dihanyutkan di sungai Jekneberang, Kabupaten Gowa. Dalam pandangan tradisi Makassar, yang dilakukan ini maksudnya supaya kelak si anak punya wawasan yang luas.

O, iya. Nama anak saya itu, semula hanya Nuraga Attar Nusantara. Penambahan “Galang” terjadi, saat suatu hari, dalam perjalanan pulang dari tempat kerja, saya mendengar lagu “Galang Rambu Anarki”, dinyanyikan Iwan Fals -salah satu penyanyi idola saya- diputar di atas pete-pete yang saya tumpangi. Seketika saya menggumamkan nama itu: Galang Nuraga Attar Nusantara. Rasanya klop. Jadilah nama itu tersemat hingga sekarang.

*

Kembali ke cerita awal saya, tentang San Valentino Mahatma Gandhi, yang kini mahasiswa Jurusan Sosiologi semester 6, Universitas Negeri Makassar (UNM). Namanya terangkai dan menggambarkan serentetan peristiwa. Dia lahir menjelang saya akan ke Polmas (sekarang masuk Provinsi Sulawesi Barat).

Saya diundang sebagai pembicara seminar terkait perlindungan anak dari kekerasan. Penyelenggaranya, BAPPEDA Polmas dan mitra LSM lokal, atas dukungan UNICEF, organisasi internasional untuk anak-anak di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Hari itu, Sabtu, 1 Februari 2003, saya mengantar istri saya, Gita Nurul Ramadhani, ke rumah bersalin di Kompleks Permata Hijau Permai, Makassar. Dua anak saya, Gilang dan Galang, juga kubawa dan dititipkan di rumah bersalin tersebut. Maklum, tak ada yang menjaganya di rumah. Keduanya juga lahir di sini, sehingga dikenal baik perawat dan bidannya. Bahkan setiap kali Natal, kami selalu datang bersilaturahmi.

Gandhi lahir normal. Saya kumandangkan adzan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya. Ini anjuran dalam ajaran Islam agar anak-anak diperkenalkan kalimat tauhid begitu lahir. Setelah mengurus campuginya, yang sama seperti kakaknya, ditaruh pada kuali tembikar lalu dihanyutkan di Sungai Jekneberang, saya langsung ke Polmas.

WhatsApp Image 2024 02 02 at 06.19.41

Pulang dari Polmas, saya ke rumah bersalin menjemput istri dan anak-anak. Honor sebagai pembicara, sebesar Rp750.000 dipakai untuk membayar biaya persalinan. Begitu tiba, istri saya menyampaikan bahwa selama 3 hari ini, Gilang dan Galang mengenakan baju yang sama, setiap kali sehabis mandi. Rupanya, saking buru-burunya mau ke Polmas, saya lupa mempersiapkan baju ganti bagi kedua anakku itu hehehe.

Saat akan memberi nama anak yang baru lahir itu, saya mencari figur yang bisa merepresentasikan semangat antikekerasan. Saya kemudian menemukan nama Mahatma Gandhi. Mohandas Karamchand Gandhi, merupakan pemimpin spiritual dan seorang politisi. Tokoh pejuang kemerdekaan India ini terkenal dengan perlawanan tanpa kekerasan, yang disebut Ahimsa.

Bersamaan dengan itu, pada tahun 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004), mencanangkan sebagai tahun tanpa kekerasan, setelah sebelumnya Indonesia diguncang bom dahsyat. Bom Bali I meledak tanggal 12 Oktober 2002, menewaskan 203 orang dengan korban luka-luka sebanyak 209 orang.

Demikianlah konteks sejarah dan peristiwa pemberian nama anak saya, San Valentino Mahatma Gandhi. Kata “Valentino” ditambahkan karena dia lahir bulan Februari, bulan kasih sayang. Sedangkan kata “San”, yang berarti tiga dalam bahasa Mandarin, karena saya menginginkan unsur China pada namanya. Sebab dia lahir dalam suasana perayaan Imlek, tahun itu. Belakangan saya tahu bahwa istri saya, dari garis keturunan ayahnya, juga punya darah Tionghoa-Manado.

Jadi, nama San Valentino Mahatma Gandhi dapat dimaknai sebagai anak ketiga yang penuh kasih sayang sebagaimana Gandhi sang jiwa agung.(*)

Gowa, 1 Februari 2024

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DIĀ GOOGLE NEWS

Rusdin Tompo
Penulis, Rusdin Tompo.(Foto: Dokumentasi Pribadi)

Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Previous page 1 2

Berita Serupa

Back to top button