Kutikata

Piara

KUTIKATA

Oleh: Elifas Tomix Maspaitella (Eltom) – Pemerhati Sosial


Piara” (=pelihara) merupakan tindakan menjaminkan kehidupan. Ada banyak ungkapan mengenai itu dan semuanya menjelaskan tindakan yang didasarkan pada “rasa sayang” (=rasa sayang, cinta) dan bertujuan untuk “jaga kahidopang” (=menjaga dalam arti menjaminkan kehidupan).

Satu: “Mama Papa pung piara” (=pemeliharaan mama papa). Ungkapan yang sering mengikutinya ialah “dari dalang poro lai mama su jaga” (=sejak dalam kandungan telah dipelihara oleh mama/ibu) atau “su tapiara dari dalang mama poro“, jadi tidak bisa dilihat pada apa yang dilakukan mama/orangtua setelah kita lahir.

Karena ada banyak anak yang mengeluh “ah, mama deng papa ada biking apa par beta” (=apa yang mama/ibu dan papa/ayah lakukan terhadap saya) atau “beta jadi orang nih bukang tagal mama/papa” (=saya mendapatkan pekerjaan/jabatan bukan karena mama/papa). “Mama papa pung piara” tidak bisa diukur dari sekedar “mama papa kasih skolah tinggi ka seng” (=mama jaminkan kita bersekolah atau tidak), lalu “kalu jadi orang” kemudian dengan angkuhnya kita berkata: “cuma sampe SD sa mo, SMP sampe Universitas tuh beta yang upaya sandiri” (=hanya sampai SD saja, SMP sampai Perguruan Tinggi itu saya sendiri yang mengupayakannya).

Ingatang!” (=Ingatlah). “Kalu mama seng barana, se seng ada” (=kalau tidak dilahirkan mama, kamu tidak ada). Memang “mama papa piara deng kurang-kurang, mar akang yang biking se jadi orang” (=mama memelihara dengan sedaya mampunya, tetapi itulah yang mengantarmu mendapatkan pekerjaan/jabatan).

Baca Juga: Seng Sampe Hati

Mama papa pung piara” juga bukan diukur dari “makanang” (=makanan) melainkan “karingat deng spuluh jare tangang kotor” (=keringat dari kerja yang jujur). Memang “katong tapiara deng makanang kasiang di meja makang kasiang” (=kita dipelihara dengan makanan seadanya di meja makan yang sederhana), “tapiara dari dulang” (=dipelihara dari dulang sagu; ~dulang adalah nampan tempat meletakkan sagu), “tapiara deng embal” (=embal, makanan lokal orang Kei), “tapiara deng mandekar deng nasi biji mangga” (=mandekar, ubi kayu rebus yang diiris tipis dan dijemur.

Nasi biji mangga, nasi dari biji mangga yang diiris kecil dan dijemur, sebagai persediaan makanan musim Timur orang-orang di Maluku Barat Daya/Tepa-Kisar). Semua makanan itu “apa adanya sa” (=seadanya saja), namun “mama yang bale papeda, gunting, la sua” (=mama yang menuangkan papeda, memotongnya kecil dengan jarinya, dan menyuapi) saat kita “baru blajar makang” (=mulai bisa makan). “Mama yang paru embal, gepe, jumur, goso, bakar, taru angka-taru angka di jumuran” (=mama yang memarut ubi kayu, mengeringkan airnya, menjemur, mengaya, membakar, menjemurnya berulangkali).

Dua: “tapiara di katong” (=dipelihara di kami), menunjuk pada rumah atau keluarga. Kondisi ini bisa dialami oleh seorang “ana angka” (=anak yang diangkat/adopsi), atau yatim piatu, tetapi juga yang “datang par skolah la tinggal di rumah” (=merantau untuk sekolah lalu tinggal di rumah kita). Mereka ini mengalami hal yang sama dengan anak kandung. Jadi “su anggap ana sudah” (=dianggap sebagai anak sendiri).

Jadi ungkapan “piara” menerangkan tentang kepedulian yang tinggi. Karena “orang tua sapa yang sampe hati la tar piara anana babae?” (=Orang tua siapa yang tega untuk tidak memelihara anaknya dengan baik). “Jang kata ana barana, kalu su ambel par piara tuh, apa sa katong biking yang penting par hidop” (=jangankan anak kandung, anak yang sudah diambil untuk dipelihara pun, apa saja kami lakukan asalkan untuk hidup).

Bila kita sedemikian adanya, Tuhan juga lebih dari sanggup. “Antua seng mungkin kas tinggal katong mati lapar ka aos” (=Tuhan tidak mungkin membuat kita kelaparan atau kehausan). “Skali Antua jaga, Antua piara” (=sekali Tuhan menjaga, Ia pun memelihara). Jadi “Jang apapa sadiki mengeluh” (=jangan selalu mengeluh).

Laste, ingatang. Ini tentang piara, bukang baku piara (=akhirnya ingat. Ini mengenai pemeliharaan, bukan kumpul kebo).

Rabu, 16 Juni 2021
Pastori Sinode GPM Jln. Kapitang Telukabessy-Ambon


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Lihat Juga
Close
Back to top button