potretmaluku.id – Upaya untuk memutus mata rantai Covid-19 terus dilakukan, karena menjadi bagian dari tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat. Ini seperti yang dilakukan Mahasiswa KKN dari Fakultas Teologi Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Ambon, melalui salah satu program kerjanya yakni sosilisasi vaksin ditengah pandemic Covid 19 yang dibawakan oleh Fakultas kesehatan UKIM Ambon.
Sosialisasi vaksin ini disiarkan kepada seluruh umat dilingkup Jemaat Nehemia secara live streaming dari gedung Gereja Nehemia, pada Rabu (11/8/2021)
Dekan Fakultas Kesehatan UKIM, Balitra Talarima sebagai narasumber dalam sosialisasinya menjelaskan, vaksin merupakan produk biologi yang berisi antigen, berupa mikroorganisme atau zat yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga aman, dan jika diberikan kepada seseorang akan membuat kekebalan tubuh secara aktif terhadap suatu penyakit tertentu.
Dia menyebutkan, pemerintah terus mengupayakan pelaksanaan suntik vaksin Covid-19 untuk seluruh masyarakat di Indonesia. Mulai dari awal tahun 2021 hingga saat ini vaksin Covid-19 tengah didistribusikan ke seluruh masyarakat Indonesia. Pemberian vaksin ini merupakan solusi yang dianggap paling tepat untuk mengurangi dan memutus rantai penularan Covid-19.
“Vaksinasi bertujuan untuk memberikan kekebalan spesifik terhadap suatu penyakit tertentu sehingga jika suatu saat terpapar penyakit tersebut maka hanya akan mengalami gejala yang ringan. Sebaliknya, apabila tidak melakukan vaksinasi maka tidak akan memiliki kekebalan tubuh yang spesifik terhadap penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan pemberian vaksin tersebut,” ujarnya.
Apabila cakupan vaksinasi tinggi dan merata, lanjut Balitra, maka akan terbentuk suatu kekebalan kelompok (herd immunity). Selain itu, vaksinasi Covid-19 juga dapat menjaga produktivitas dan mengurangi dampak sosial serta ekonomi. Vaksinasi Covid-19 dilakukan setelah kepastian keamanan dan keampuhannya ada.
Dia katakan, kelompok prioritas penerima vaksin Covid-19 saat ini adalah tenaga kesehatan yang memiliki risiko tinggi terpapar Covid-19, lansia (>50 tahun), dan orang dengan pekerjaan yang memiliki risiko tinggi tertular.
“Kemudian vaksinasi akan dilanjutkan ke kelompok penerima lainnya, mulai dari masyarakat usia 18 tahun keatas. Berdasarkan rekomendasi terbaru dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI), saat ini penyintas Covid-19 harus segera mendapatkan vaksin Covid-19 dengan rentang waktu 3 bulan setelah dinyatakan bebas Covid-19,” paparnya.
Hal tersebut dilakukan, tambah Balitra, untuk mencegah terinfeksi Covid-19 untuk kedua kalinya tetapi dengan varian yang berbeda.
“Vaksin memiliki lebih banyak manfaat dibandingkan dengan efek samping yang dihasilkan. Vaksin dapat memberikan antibody yang lebih tinggi dan memberikan proteksi terhadap virus Covid-19,” terangnya.
Dia menuturkan, perubahan alami yang dialami ibu hamil membuat system imun di dalam tubuh juga dapat berubah. Central of Disease Control (CDC) telah menyatakan bahwa ibu hamil dan ibu menyusui boleh melakukan vaksinasi Covid-19 untuk menekan potensi terinfeksi.
“Meski begitu tiap kebijakan tetap berbeda-beda di Kota Surakarta sendiri ibu hamil masih belum diperbolehkan untuk melakukan vaksin. Dimanapun berada alangkah lebih baik untuk berkonsultasi dahulu kepada dokter sehingga kesehatan dan keselamatan ikut terjamin,” jelasnya
Untuk itu, kata dia, dalam menanggulangi pandemi Covid-19, upaya vaksinasi dilakukan tidak hanya menjadi satu-satunya upaya untuk melindungi masyarakat dari penularan Covid-19. Selama belum mencapai kekebalan kelompok (herd immunity), maka pencegahan yang efektif saat ini adalah mematuhi protokol kesehatan 5M yaitu dengan double mask dengan masker medis dilapisi bagian luarnya dengan masker kain agar menutupi rongga dari masker medis tersebut, menjaga jarak, mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas.
Dia menambahkan vaksin pada umumnya, vaksin Covid-19 berpotensi mengakibatkan efek samping bagi penerimanya. Efek samping seperti lengan pegal, meriang, mual dan sebagainya sangat wajar dialami setelah menerima vaksin.
Hal tersebut, lanjut dia, pertanda bahwa vaksin sedang bekerja dan tubuh sedang membangun antibody untuk melawan virus yang mungkin akan menginfeksi di masa yang akan datang. Efek samping biasanya berlangsung selama kurang lebih 3 hari saja dan akan hilang dengan sendirinya.
“Namun, untuk beberapa kasus vaksin dapat menyebabkan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). KIPI berbeda dengan efek samping biasa, sehingga perlu penanganan khusus bagi yang mengalaminya,” jelasnya.
Menurut dia, KIPI dapat terjadi dengan tanda atau kondisi yang berbeda-beda setiap orangnya. Mulai dari gejala efek samping ringan hingga reaksi tubuh yang serius seperti alergi yang parah terhadap kandungan vaksin.
Gejala KIPI, lanjut Balitra, yang ringan dapat bersifat lokal berupa rasa yang nyeri, kemerahan serta pembengkakan di area yang mengalami infeksi setelah diberikan imunisasi. KIPI ringan biasanya terjadi sesaat setelah disuntik vaksin dan dapat membaik dengan cepat setelah diberikan pengobatan untuk mengurangi gejala.
Sedangkan KIPI berat cenderung langka terjadi, pada umumnya disebabkan oleh respon system imun terhadap vaksin dan menyebabkan reaksi alergi berat terhadap bahan vaksin, menurunkan trombosit, menyebabkan kejang, dan hipotania. Semua gejala KIPI berat dapat diatasi dan sembuh secara total tanpa adanya dampak jangka panjang.
“Jangan percaya hoax yang membuat kita takut vaksin, karena yerlepas dari berbagai risiko yang dapat ditimbulkan, proses vaksinasi merupakan prosedur yang aman” tutup dia.(WEH)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi