Oleh: Suhfi Majid (warga Bogor asal Ambon)
Yogyakarta. Dada bergemuruh. Saya tak kuasa menahan haru. Ia muncul pada layar besar di depan panggung wisuda. Memberikan testimoni sebagai Wisudawan Berprestasi Bidang Akademik Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Sabtu (29/7/2023).
Di kursi paling depan, saya, istri Gamar Wakano dan ibunya Eva Madjid duduk berderet. Menyaksikan testimoni. Di belakang kami, ribuan wisudawan UAD sumringah. Didampingi oleh orang tua dan kerabat. Mereka Bahagia. Studi mereka membawa pada puncak capaian, acara wisuda di Gedung megah Jogja Expo Center. Ada 1211 wisudawan. Muhamad Fajri Majid, yang memberi testimoni berada di kerumunan parade bahagia tersebut.
Sejak jam 6.30 WIB, Fajar mengkonfirmasi posisi. Panitia bertanya berulang. 5 menit sebelum acara wisuda dimulai, kami disambut depan pintu masuk JEC oleh dua mahasiswa UAD yang menjadi protokoler. Kami dihantar, dan ditempatkan pada kursi paling depan. “Kursi ini untuk orang tua mas Fajar,” kata sang mas-nya sumringah.
Fajar tidak memberitahu jika panitia wisuda menyiapkan kursi khusus paling depan. Sejak awal saya sampaikan, nanti saja jelang wisuda berakhir baru saya merapat. Foto – foto sekaligus menjemput. Undangan dalam ruangan hanya untuk dua orang. Kami bertiga. Berada di kerumunan lalu Lalang ribuan orang di lokasi wisuda tidaklah nyaman. Apalagi dalam kondisi ngantuk setelah menempuh perjalanan Jakarta – Jogja 7,5 jam. Tiba di hotel 4,5 jam jelang acara wisuda. Mata cukup berat.
‘Fajar mau bikin surprise’, tawanya saat panitia mengantar kami ke kursi depan. Dan rupanya surprise belum berhenti. Baru saja kami duduk, video testimoni sebagai mahasiswa berprestasi tampil di layar besar. Disaksikan ribuan undangan dalam Gedung JEC. Ngantuk dan Lelah tiba-tiba lenyap. Berganti dengan keharuan kami bertiga.
Dalam haru mendalam, fikiran saya tiba-tiba saja melompat pada peristiwa 30 tahun silam. Pada Juni 1993. Saya ingat peristiwa itu. Selembar undangan kelulusan dari UGM saya terima, saat pengumuman kelulusan SMA. Lolos sebagai calon mahasiswa Teknik Kimia UGM Yogyakarta lewat jalur PBUD. Kampus dan kota idaman.
Kepala Sekolah SMA Negeri Hila-Kaitetu waktu itu, Almarhum Bapak S. Sopalauw meminta saya untuk bertemu ayah saya. Malam itu kami bertamu di rumah beliau di Perumnas Poka. Bapak Sopalauw (doa dan munajah terbaik kepada beliau) meminta tegas kepada ayah saya : ‘Berangkatkan Suhfi ke UGM Yogya. Dia tinggal bersama anak-anak saya di Yogya’, kata Pak Sopalauw kepada ayah.
Almarhum ayah saya menunduk waktu itu. Saya tau beban berat di dadanya. Ekonomi berat. Cengkeh sebagai andalan mata pencaharian tak banyak hasilnya. “Papa coba pinjam uang,” bisiknya saat itu.
Dua hari kemudian kami mendatangi salah satu kerabat ayah. Tak banyak yang dipinjam, hanya Rp.300.000. Yaa.. 300ribu saja. Hitungannya, membayar SPP Rp 108.000, sisanya untuk ongkos naik kapal Ambon – Surabaya dan sedikit kebutuhan lain.
Saya tak tau pasti, kerabat ayah saya tidak memberi pinjaman Rp 300ribu. Dan singkat cerita, gagal menjadi mahasiswa UGM. Mimpi untuk menjejak Jogja untuk menimba ilmu terkubur.
Ketika Fajar mau kuliah, saya merekomendasinya untuk belajar di Kota Yogya. Mengantarnya untuk ikut bimbingan di Nurul Fikri Yogya, merekomendasi untuk mendaftar di Teknik Informatik UAD setelah gagal di SBMPTN, mencari kos-kosan serta mendampinginya beberapa saat.
Rupanya, UAD menjadi jalan untuk Fajar menjalani takdirnya menorehkan jejak prestasi. Beberapa bulan setelah menjadi mahasiswa semester 1 UAD, Fajar mengabari jika mewakili kampusnya untuk tanding akademik, Kompetisi Debat Bahasa Inggris (English Debate Competition) di Universitas Bina Nusantara Jakarta.
Dan setelahnya, forum-forum kompetesi Bahasa Inggris, Lomba Inovasi, LKI hingga Duta Bahasa Yogyakarta dijalani. Dia mengumpulkan puluhan prestasi secara nasional. Dua diantaranya adalah prestasi akademik Internasional. South East Paper Competiton (juara 2) dan International Science And Fair (ISIF) 2022 – Juara 1. Mewakili kampusnya, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.
Di layar besar itu, UAD memberi kesempatan kepadanya untuk menyampaikan testimoni, suksesnya bertumbuh secara akademik selama menjadi mahasiswa bersama UAD.
Rupanya surprise di hari wisuda tak berhenti sampai di situ. Bersama salah satu wisudawan, Fianty Nada Huwaidi, Fajar juga menyumbangkan suaranya. Menghibur wisudawan. Lirik lagu Terbaik Bagimu (Jangan Lupakan Ayah) dari Ada Band membuat seisi ruangan wisuda penuh haru.
Perjalanan Fajar hingga di awal puncak capaian pada Wisuda UAD, adalah perjalanan anak kampung Negeri Luhu Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB). Dari pelosok negeri di Pulau Seram, dia membawa cita-cita dan optimisme penuh bara. Ada kerja keras, ada ketekunan dan ada semangat yang disertai doa terbaik sang Ibu, Elva Majid.
Wisuda ini adalah persembahan bagi Ibunya. Perempuan yang telah menjaganya bertumbuh, dengan kasih sayang tanpa batas. Dan ada sosok neneknya, yang selalu melantunkan doa dalam setiap sujud panjangnya. Di ujung telpon sang nenek terisak, ketika saya kabari, Fajar tampil sebagai wisudawan berprestasi di hari Wisuda UAD. Wisuda UAD itu adalah panggung sumringah anak negeri Luhu.(*)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi