Tragedi Kanjuruhan, Amnesty International: Aparat Keamanan Harus Bertanggungjawab

“Komnas HAM menyebut bahwa tragedi Kanjuruhan merupakan pelanggaran HAM, akibat pengelolaan pertandingan sepakbola yang tidak mengedepankan keamanan dan keselamatan, serta terjadi akibat adanya penggunaan kekuatan berlebihan dari aparat keamanan,” tuturnya.
Dalam keterangan kepada awak media, lanjut Usman, Komnas HAM menyampaikan temuan mereka bahwa aparat menembakkan setidaknya 45 tembakan gas air mata, 27 tembakan terlihat dalam video sementara 18 lainnya terkonfirmasi dari suara tembakan, di dalam stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober malam.
Bahkan, kata dia, Komnas HAM menyebut penembakan gas air mata dilakukan tanpa koordinasi dengan Kapolres Malang dan atas diskresi dari masing-masing pasukan.
“Laporan Komnas HAM mengatakan aparat yang menembakkan gas air mata di dalam stadion, merupakan unsur gabungan Brimob dan Sabhara,” ujarnya.
Menurut dia, tembakan gas air mata diketahui mulai terjadi sekitar pukul 22.08.59 WIB. Dari detik ini hingga 22.09.08 WIB, pasukan Brimob tercatat 11 kali menembakkan gas air mata ke arah selatan lapangan Stadion Kanjuruhan.
“Panduan hak asasi manusia untuk aparat penegak hukum Amnesty International, yang disusun berdasarkan ‘UN Code of Conduct for Law Enforcement Officials’, menyebut bahwa gas air mata tergolong sebagai senjata yang kurang mematikan atau ‘less-lethal weapon’ yang menjadi alternatif dari penggunaan senjata api konvensional,” paparnya.
Meski demikian, apabila digunakan dalam konteks dan cara yang berlebihan, dampak ‘less-lethal weapon’ juga dapat mematikan.
Secara umum, tambah Usman, paparan gas air mata menyebabkan sensasi terbakar dan memicu mata berair, batuk, rasa sesak di dada dan gangguan pernafasan serta iritasi kulit. Dalam banyak kasus, efek gas air mata mulai terasa dalam 10 hingga 20 menit.
Namun demikian, Usman menilai, efek gas air mata memiliki dampak yang berbeda ke tiap orang. Anak-anak, perempuan hamil dan lansia lebih rentan terhadap efeknya.
Tingkat keracunan, disebutnya, dapat berbeda pula bergantung dari spesifikasi produk, kuantitas yang digunakan, dan lingkungan di mana gas air mata ditembakkan. Kontak dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan beberapa risiko kesehatan.
“Di berbagai negara gas air mata rentan disalahgunakan antara lain karena kurangnya pelatihan pihak kepolisian terkait penggunaannya,” pungkasnya.(*/TIA)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi