Oleh: Eltom (Pemerhati sosial)
“Pi taku dia par apa, sama-sama manusia dunya sa mo” (=untuk apa takut padanya yang juga manusia dunia seperti kita). Pengajaran hidup yang diwariskan kepada kita melatih kita mengembangkan tata kesopanan satu terhadap lainnya, artinya “jang rasa jago la biking takotang orang” (=jangan karena hebat lalu menakuti orang lain), “jang rasa su jadi orang basar/hidop deng pangkat la seng brekeng orang laeng” (=jangan karena sudah jadi pejabat lalu tidak memperhitungkan orang lain).
Jika ada orang-orang yang seperti itu, mereka cukup dihormati, tapi tidak usah ditakuti karena “dong deng katong sama sa tu, manusia dunya” (=kita sama saja sebagai makhluk), yang semestinya adalah “taku Tuhan” (=Takut Tuhan). Sekaligus mengingatkan kita semua agar “laeng lia laeng” (=saling memperhatikan) bukan sebaliknya “biking susa orang sudara” (=membuat saudara kesusahan) atau “pele orang jalang hidop” (=menghambat jalan hidup saudara).
“Taku Tuhan” bila orang yang mengucapkan hal itu sedang sangat kesal sering terlontar ucapan “taku Tuangalah saja, jang taku manusia” (=takut Tuhan saja, jangan takut terhadap manusia). Itu biasa dibilang ketika ada orang yang takut dipukul, takut disingkirkan dari jabatan, takut dikenakan sanksi padahal tidak bersalah, dan telah dinasehati tetapi masih tetap cemas/takut. “Napas hidop ni Tuhan yang kasi” (=nafas ini pemberian Tuhan), “berkat tu jua dari Tuhan” (=berkat pun bersumber dari Tuhan), “jabatan tu Tuhan yang kasi” (=jabatan itu pemberian Tuhan), “jadi kalu ale hidop lurus, mau taku sapa? Taku Tuhan saja, laeng jang” (=jadi jika lurus hidupmu, mau takut siapa? Tuhan saja jangan yang lain).
“Taku Tuhan“, itu juga pengajaran kesalehan. “Ingatang, Antua seng buta” (=Ingat, Tuhan tidak buta) jadi jangan menyangka apa yang kita lakukan “Tuhan tar lia” (=tidak dilihat Tuhan). “Se dalang mama poro jua Antua lia tambus” (=dalam kandungan mama pun, Ia melihat), jadi “jang biking punya-punya turut mau” (=jangan lakukan apa pun seturut sukamu), “hidop ni turut Tuhan pung mau sa” (=hidup ini sesuai kehendak Tuhan).
“Jang kira Tuhan tuli, jang kata bisi-bisi, bicara dalang hati lai mo Antua dengar” (=jangan mengira Tuhan tuli, jangankan berbisik, apa yang tercetus dalam hati pun, Ia dengar). Tujuannya agar kita “jang sasabarang mulai dari niat sampe ucapan” (=jangan bersalah sejak dari niat sampai pembicaraan) sebaliknya agar kita “jaga hati deng jaga mulu tu” (=menjaga hati sebagai sumber segala niat dan mulut sebagai sumber kata-kata), sebab “kalu niat busu, akang kaluar di kata deng tindakan” (=niat busuk tampak pada ucapan dan tindakan), apa yang dikatakan mulut dan dilakukan tangan dan kaki bersumber dari niat.
Sebab itu dalam segala hal “taku Tuhan sa“.
Selamat berakhir pekan
Bagi saudara-saudara Salam, selamat menunaikan ibadah puasa
Sabtu, 17 April 2021
Pastori Klasis GPM Kei Besar, Elat – Maluku Tenggara
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi