
Oleh: Usman Hi. Sergi (Direktur PB MAKABA & Mahasiswa Fak. Hukum UMMU)
Hari-hari belakangan ini, politik lokal Maluku Utara lagi meriang. Manuver dan lobby ciamik Gubernur Maluku Utara KH Abdul Gani Kasuba (AGK) soal peningkatan status ibukota Sofifi yang mestinya mendapatkan dukungan konstitusional seluruh stakeholder, lebih khusus partai politik dan pemerintah kota induk, justru menghadapi rintangan besar. Muhammad Sinen sebagai Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Maluku Utara menarik dukungan politik dari AGK – Ali Yasin. Politisi sekaligus Wakil Walikota Tidore Kepulauan yang akrab dengan sapaan Hama Erik ini bertitah, Fraksi PDIP DPRD Maluku Utara beroposisi dengan pemerintahan AGK – Ali Yasin.
Sikap Erik secara konstitusional lumrah saja. Soal dukung atau berbeda pada fitrahnya menjadi bagian dari mekanisme politik dalam sistim demokrasi. Oleh Prof. DR. Muhammad Mahfud MD, demokrasi meniscayakan koalisi dan oposisi sebagai konfigurasi partai politik dalam sistem demokrasi.
Oposisi Ala Erik
Erik mengumumkan pencabutan dukungan PDIP Maluku Utara kepada AGK – Ali Yasin (Kamis, 1/7/2021). Manuver Muhammad Sinen bukan barang baru. Sejak awal pemerintahan AGK – Yasin, Muhammad Sinen sudah frontal kepada AGK – Yasin. Ia menuding, AGK – Yasin tidak aspiratif atas usulan pengangkatan pimpinan SKPD. Erik tak berpikir logis, bahwa pimpinan SKPD harus diisi birokrat–birokrat kompeten yang mampu menerjemahkan visi misi AGK – Yasin yang pro rakyat.
Sikap Opisisi Erik dimaklumi sebagai dinamika logis politik dan kekuasaan dalam sistem demokrasi. Tetapi pantas untuk dicurigai, Erik memiliki interes politik yang jauh dari luhurnya amanat konstitusi tentang partai politik, yang semestinya menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan golongan politiknya. Erik ingin membuat contoh kepada publik, bahwa dalam politik praktis itu berlaku pula hukum relasi politik “tidak ada kawan sejati dan musuh abadi tetapi yang ada adalah kepentingan”. Mestinya, Erik perlu memahami ada hukum moral publik yang harus dijunjung tinggi. Politik interes sejatinya tidak meredupkan kepentingan publik rakyat Maluku Utara yang dipimpin AGK – Yasin.
Menjejak momen Pilkada 2019, Erik bahkan tak sadar membuka manuver politik partainya terhadap pasangan calon Partai Golongan Karya (Golkar), yakni Ahmad Hidayat Mus (AHM) – Rivai Umar. Menurut Erik, atas peran total PDIP yang dipimpinnya, maka AGK – Yasin yang sudah kalah kontestasi Pilgub Malut 2019 dari AHM – Rivai Umar, bisa berbalik menang. Sebuah pengakuan jujur, bermotif delik. Pengakuan yang bisa jadi melukai hati ultras dan simpatisan AHM – Rifai yang tersebar dari Taliabu, Sula, Makayoa, Togale dan Fagogoru Halteng – Haltim.
Erik tak sadar bahwa apa yang dia perankan sesungguhnya menyiratkan warna politik di balik manuver cabut dukungan dan beroposisi kepada AGK – Yasin. Nampak terbaca logika Erik terhadap kepemimpinan AGK – Yasin adalah logika bagi-bagi ghanimah alias harta rampasan perang, padahal pemerintahan itu dibangun untuk melayani rakyatnya.
Sejatinya, jika ditilik dengan logis ada banyak keuntungan yang bisa diraih PDIP sebagai partai besar dan penguasa yang mengusung AGK – Yasin. Jika tak kalap dan kalut pikir, Muhammad Senin dapat mengalaborasi capain-capain kebijakan politik dan pembangunan yang ditorehkan Gubernur AGK menjadi sukses PDIP sebagai partai pemerintah AGK – Yasin.
Ambil contoh, sukses investasi yang memicu Economic Growth (Pertumbuhan Ekonomi) Malut di atas rata–rata pertumbuhan ekonomi nasional di setiap tahunnya. Prestasi lain, menggandeng tangan AGK untuk melobi perjuangan DOB dengan status sebagai Kawasan khusus ibukota Sofifi. Ini sedikit contoh dari daftar panjang prestasi-prestasi AGK yang bisa dikapitalisasi oleh PDIP pimpinan Muhammad Sinen sebagai jualan politiknya pada Pemilu Legislatif dan Pemilihan Gubernur pada tahun 2024 nanti.
Politik Hand Sanitizer
Rekam jejak sikap politik Erik menyiratkan tanya dan praduga. “Jangan-jangan, sapatau” hanya langkah politik cuci tangan Erik untuk menyelamatkan dirinya dari evaluasi internal yang kini tercium menyengat. Ketua PDIP Malut ini sedang menghadapi tudingan gagal dalam memimpin PDIP yang wong cilik. Sebagai ketua partai, Muhammad Sinen dimintai pertanggunjawaban atas sejumlah kekalahan kader-kader inti partai di sejumlah pilkada 2021 lalu. Padahal kekalahan itu terjadi di basis tapal kuda partai moncong putih seperti Halmahera Barat dan Halmahera Utara. Akibat kegagalan ini PDIP potensial kehilangan tajinya di Pemilu Legislatif dan Pilkada 2024 nanti.
Muhamad ‘Erik’ Sinen percaya diri dengan deklarasi langkah opisisinya sudah tepat. Ia menuding AGK – Yasin wanprestasi politik atas sejumlah janji dalam akad politik PDIP dengan AGK – Yasin. Diantaranya soal lahan kantor PKS yang mestinya diklaim Erik ‘milik’ PDIP. Ini isyu remeh temeh yang menjadi tertawaan publik Maluku Utara apabila dijadikan alasan untuk Erik menjadikan PDIP sebagai oposan pemerintahan AGK – Yasin.
Soal lahan kantor PDIP misalnya. Mengapa Ketua PDIP Maluku Utara ini bersikap dramatis dengan lahan dan pembangunan kantor partai lain, sementara dia telah bergelimang kuasa di atas kapal besar PDIP? PDIP telah menjadikan Erik memiliki panggung luas di Maluku Utara. Mulai dari menjadi anggota legislatif sampai ketua DPRD Kota Tidore Kepulauan. Lalu naik tahta sebagai Wakil walikota yang ‘berasa’ walikota Tikep dua periode itu. Apa Erik tak punya kepeng untuk meletakan satu bata untuk pondasi, sehingga kantor PDIP terbangun kokoh dan megah? Apa karena Erik hanya hidup dari gaji legislator dan Wakil Walikota Tikep yang ‘katanya’ minim? Wallahualam bishowab hanya Muhammad Sinen dan Tuhan yang tahu itu semua.
Kesimpulan
Oposisi memang punya tempat dalam sistem politik dan demokrasi. Ia menghadirkan check and balances atas kuasa eksekutif. Koalisi pendukung dan oposisi kekuasaan menjadi panggung yang mewarnai system penyelenggaraan pemerintahan dan menjadi rampai demokrasi. Namun sikap Oposisi juga harus mengedepankan etika dan moral yang menjadi alat ukur sebuah keputusan politik, agar manuver politik bisa berefek ganda baik interest politik juga interest publik.
Pada situasi ini, Erik harus cerdas untuk membaca dan menganalisis berbagai dampak dan lingkungan strategis, sebelum sikap politiknya diputuskan agar tidak berbalik menjadi senjata makan tuan. Sebagai pimpinan partai besar dan berkuasa, Erik harus mampu menerawang secara makro dan strategis agar kepemimpinanya berhasil manis. Cuci tangan sih boleh, asal dengan air yang bersih bila perlu pake hand sanitizer agar kuman politik pun bisa mati.

Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi