PendapatPolitik

Problematika dan Tantangan Pemilu Serentak 2024

PENDAPAT

Ada tiga problematika dan tantangan pelaksanaan pemilu serentak 2024.

Oleh: Abdullah Hitimala, S.Pi (Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam/Mantan Ketua Umum HIPMI Nusa Puan)


Pemilihan Umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pemilu merupakan salah satu elemen terpenting untuk merawat kedaulatan rakyat, karena meletakkan rakyat sebagai titik tumpuan utama sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

Pemilihan umum (pemilu) pada awalnya dilakukan hanya bertujuan untuk memilih anggota  DPR-RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, namun setelah Amandemen ke-IV UUD 1945 pada tahun 2002, maka pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), yang semula dilakukan oleh Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR), telah disepakati untuk dilaksanakan secara langsung oleh rakyat. Pilpres sebagai bagian dari pemilihan umum diadakan pertama kali pada pemilu 2004.

Di Indonesia sendiri sudah melaksanakan lima kali perhelatan pemilu legislatif dan empat kali pemilu presiden setelah reformasi, yang dimulai dari tahun 1999, 2004, 2009, 2014, dan terakhir pada tahun 2019 yang merupakan penyelenggaraan pemilu serentak pertama yang menggabungkan pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Pelaksanaan pemilu 2019 berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Baca Juga: Rotasi Kekuasaan Elite Maluku di Pilkada 2024

Untuk tahun 2024 pemerintah menetapkan pemilu serentak yaitu pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilakukan bersamaan dengan pemilu DPR-RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada hari Rabu, 14 Februari 2024. Hal ini sebagaimana tertuang dalam PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024.

Pemilu Umum di tahun 2024 bukanlah ajang perebutan tahta kekuasaan semata namun lebih dari itu adalah dapat memberi pembelajaran dan pengalaman berharga bagi segenap bangsa, sehingga pemilu yang dikehendaki bersama dapat berjalan secara damai dan beradab.

Pemilu yang paling esensial bagi suatu kehidupan politik yang demokratis adalah sebagai institusi pergantian dan perebutan kekuasaan yang dilakukan dengan regulasi, norma, dan etika. Sehingga sirkulasi elite politik dapat berjalan dengan baik dan dapat memberi jaminan agar pemilu tidak saja berlangsung secara jujur dan adil, tetapi juga dapat menghasilkan figur-figur yang kredibel, akuntabel, dan kapabel sehingga dapat menjaga amanah dan kehormatan yang dititipkan dari rakyat kepadanya.

Baca Juga: Menebak Koalisi Politik PDI-Perjuangan -Demokrat di Pilkada Bursel 2024

Permasalahan pergantian kekuasaan  ini sering menjadi daya tarik dan pesona yang luar biasa. Ketika akan memimpin amat mudah tergoda untuk tidak hanya sekedar berkuasa, namun akan mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya.

Selain mempunyai daya Tarik yang mempesona, kekuasaan juga cenderung mempunyai apa yang disebut dengan the power to destoy yang dahsyat. Kekuatan rusak kekuasaan dapat melampaui norma-norma yang terkandung dalam ikatan-ikatan etnis, ras, ikatan persaudaraan, agama dan lainnya.

Transformasi dan kompetisi merebutkan kekuasaan tanpa disertai norma, aturan, dan etika; nilai-nilai dalam ikatan-ikatan itu seakan tidak berdaya menjinakan kekuasaan. Daya rusak kekuasaan telah lama diungkap oleh Lord Acton, seorang guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge, Inggris, bahwa, power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absolutely.

Baca Juga: Pemuda Milenial dan Perkembangan Digitalisasi

Pemilu sudah dianggap sebagai ukuran demokrasi karena rakyatlah yang mempunyai kedaulatan tertinggi dalam menentukan sikapnya sebagai wujud atas pemenuhan hak-hak konstitusionalnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilu dapat diejawantahkan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih figurnya untuk duduk di legislatif, dan dalam struktur eksekutif.

Diharapkan pada Pemilu serentak 2024 dapat menjadi agenda transisi demokrasi, sehingga  diperlukan kesungguhan, terutama dari anggota legislatif, agar tidak boleh terjebak dalam game politik yang oportunity, terkhusus dalam memperjuangkan agenda subjektif masing-masing.

Orientasi yang sempit dan egoisme politik harus dibuang jauh-jauh, oleh  karena itu, partisipasi masyarakat amat diperlukan. Bahkan, tekanan publik perlu dilakukan agar kerangka hukum yang merupakan aturan permainan benar-benar menjadi sarana perwujudan demokrasi yang menyeluruh.

Baca Juga: Mengenal Negara Curacao Unikameral, Tempat Asal Suami Kopral Costavina “Cosje” Ayal

Tiga problematika dan tantangan pelaksanaan pemilu serentak tahun 2024 yaitu:


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2Next page

Berita Serupa

Back to top button