Kutikata

Pica Poci Tabala Mangko

KUTIKATA

Oleh: Eltom (Pemerhati sosial)


Bila sesuatu yang mengherankan terjadi “la ale mau bilang apa?” (=apa katamu?). “Yang su jadi, mi jadi te, skang mau apa lai, lo barang su terjadi tu” (=yang sudah terjadi, terjadilah, apa mau dikata, semuanya sudah terjadi). Jika ada yang menyesali kejadian itu, mereka pasti “uru dada” (=mengurut dada; tanda menyesal). Bila itu mengherankan, pasti “topu testa” (=tepuk jidat; tanda heran), tapi yang senang dengan hal yang mengherankan itu pasti “balumpa ancor” (=melompat kegirangan) dan berujar “pica poci tabala mangko” dan sering diikuti ungkapan “su lia tu?” atau “itu la kamong tau!

Pica poci” – pica (=pecah) poci (=poci/teko Cina) tabala (=terbelah) mangko (=mangkuk) merupakan ungkapan yang menerangkan rasa kagum ketika terjadi sesuatu peristiwa, yang sebenarnya telah diharapkan terjadi. Jadi respons kekagumannya itu melebihi sekedar rasa heran, jadi biasa diistilahkan pula “kaget bukang maeng” (=sangat heran sekali) jadi tingkatannya tinggi, sebab kejadian itu sudah terjadi tidak terelak lagi.

“Antara percaya deng seng percaya” (=antara percaya dan tidak) hal itu sudah terjadi “di muka katong mata ni” (=di depan mata kita). Jadi kebenaran di dalam fakta itu sulit dibantah karena ituah kejadian yang sesungguhnya, kejadian yang “mau seng percaya bagumana, la akang biking bulu badang tabadiri ni” (=bagaimana mau tidak percaya, berdiri semua bulu kuduk ini).

Antara percaya dan tidak, percayalah sebab bila itu terjadi “sapa mau manyangkal?” (=siapa mau menyangkalinya). “Bia seng bisa manyangkal batu” (=siput tidak bisa meninggalkan batu), artinya kebenaran itu terjadi seperti yang kita lihat!

Sabtu sepi, 3 April 2021
Pastori Jemaat Bethania, Dana Kopra, Ambon

Elifas Tomix Maspaitella (Eltom)


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button