Menebak Kehancuran Birokrasi Professional Pada Pileg Dan Pilkada 2024 Di Maluku

Dalam masyarakat prismatik, birokrasi atau patrimonial, pola-pola hubungan yang ada cenderung menciptakan patronase, yaitu sebuah pembagian keuntungan di antara politisi untuk mendistribusikan sesuatu secara individual kepada pemilih, para pekerja atau pegiat kampanye, dalam rangka mendapatkan dukungan politik dari mereka.
Dengan demikian, patronase merupakan pemberian uang tunai, barang, jasa, dan keuntungan ekonomi lainnya (seperti pekerjaan, jabatan di suatu organisasi atau pemerintahan atau kontrak proyek) yang didistribusikan oleh politisi, termasuk keuntungan yang ditujukan untuk individu (misalnya, amplop berisi uang tunai) dan kepada kelompok/ komunitas (misalnya, lapangan sepak bola baru untuk para pemuda di sebuah kampung).
Patronase juga bisa berupa uang tunai atau barang yang didistribusikan kepada pemilih yang berasal dari dana pribadi (misalnya, dalam pembelian suara atau biasa dikenal money politics dan vote buying) atau dana-dana publik (misalnya, proyek-proyek pork barrel yang dibiayai oleh pemerintah).
Sementara Klientelisme adalah jaringan antara orang-orang yang memiliki ikatan sosial, ekonomi dan politik yang didalamnya mengandung elemen iterasi, status inequality dan resiprokal (Tomsa, 2014). Kemudian, klientelisme juga adalah relasi kuasa antara patron dan klien yang bersifat personalistik, resiprositas, hierarkis dan iterasi. Maka dapat dipastikan bahwa klientelisme berbicara tentang jaringan atau relasi.
Jaringan tersebut mengandung relasi kuasa yang tidak setara dimana patron memiliki kuasa penuh terhadap jaringan tersebut. Dalam kajian politik, klientelisme diartikan sebagai jaringan yang dikuasai patron untuk mengintervensi kliennya (Aspinall, 2015). Tiga elemen klientelisme yaitu iterasi, asimetri, dan resiprositas (Tomsa, 2014).
Selain itu, menurut ahli lain empat komponen klientelisme yaitu personalistik, resiprositas, hirarki dan iterasi (Aspinall, 2015). Dari pendapat dua ahli tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa klientelisme memiliki empat elemen karakteristik: iterasi, asimetris, resiprositas dan personalistik.
Politisi yang memiliki kekuasaan dapat berperan sebagai patron dan kelompok-kelompok birokrasi dapat berperan menjadi client. Adanya pertukaran kedua sumber daya itu, hubungan ini membawa keuntungan bagi kedua pihak. Implikasi pola hubungan ini adalah birokrasi cenderung menafikan pihak-pihak yang tidak menguasai sumber daya apapun.
Sehingga tidak aneh bila birokrasi negara berkembang umumnya dan birokrasi Indonesia khususnya kurang memperhatikan keadilan dalam pelayanan kepada masyarakat umum. Dalam suasana birokrasi patrimonial itu cenderung mempertahankan status quo menolak segala perubahan. Harmoni merupakan hal yang sangat diutamakan.
Oleh sebab itu kritik dan pengawasan sejauh mungkin dihindarkan sebab dianggap merupakan hal yang dapat mengganggu keharmonisan tersebut. Selain itu penguasa yang dipersepsikan identik dengan kebenaran sehingga masyarakat hanya harus menurut. Di pihak lain masyarakat secara budaya umumnya merasa tidak perlu mengawasi birokrasi.
Kondisi di atas terjadi karena kegagalan dalam mewujudkan birokrasi paling tidak mendekati tipe ideal sebagaimana yang dirumuskan oleh Weber bahwa beberapa ciri yang harus dimiliki birokrasi, adalah :
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi