Menebak Kehancuran Birokrasi Professional Pada Pileg Dan Pilkada 2024 Di Maluku
Bagaimana politisasi birokrasi pada pemilihan kepala daerah? Mengapa hal itu terjadi? Tulisan ini membahas politisasi birokrasi dalam konteks pemilihan kepala daerah dari perspektif/pendekatan kultural.
Tulisan politisasi birokrasi ini kemudian berkembang pada Pendekatan Kultural. Pada umumnya masyarakat di Maluku sedang berkembang, masyarakat transisi, yakni antara masyarakat yang mempunyai karakteristik tradisional sekaligus modern. Masyarakat demikian biasa dikenal dengan prismatic society (masyarakat prismatik). Menurut Fred W. Riggs, masyarakat prismatik mempunyai tiga ciri utama.
- Heterogenitas yakni perbedaan dan percampuran yang nyata antara sifat-sifat tradisional dan modern;
- Formalisme menggambarkan adanya ketidaksesuaian dalam kadar yang cukup tinggi antara berbagai hal yang telah ditetapkan secara formal dengan praktek atau tindakan nyata di lapangan. Ketidaksesuaian antara norma-norma formal dengan realita;
- Overlapping merupakan gambaran kelaziman adanya tindakan antara berbagai struktur formal yang dideferensiasikan dan dispesialisasikan dengan berbagai struktur informal yang belum dideferensiasikan dan dispesialisasikan.
Demikian birokrasi modern rasional ala Weber berlangsung sama dengan “birokrasi tradisional”. Ada struktur formal, tetapi fungsi-fungsi administratif dilaksanakan berdasarkan hubungan-hubungan kekeluargaan ini menimbulkan berbagai kelompok yang disebut plural community dan solidaritas diantara anggota kelompok.
Norma-norma formal yang didesain sebagai hukum dan pedoman perilaku dapat dikalahkan oleh norma-norma yang mengikat hubungan kekeluargaan dalam kelompok-kelompok tersebut. Keadaan ini menggiring ke arah penyatuan antara kepentingan birokrasi (negara) dengan kepentingan pribadi. Akhirnya timbul berbagai ketidakadilan pelayanan dan penyalahgunaan kekuasaan.
Selain itu berbagai nilai modern dirumuskan seperti pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat; PNS adalah abdi masyarakat; pemerintah harus bertindak sesuai hukum; namun tidak pernah ditemui dalam praktek. Birokrasi ini mempunyai kemiripan dengan birokrasi patrimonial dari Weber yang memiliki karakteristik berikut :
- Rekrutmen pejabat berdasar kriteria pribadi dan politik.
- Jabatan merupakan sumber kekayaan dan keuntungan.
- Pejabat mengontrol fungsi politik dan administrasi.
- Setiap tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi dan politik.
Kondisi patrimonialistik itu memunculkan perilaku aparat birokrasi yang menghamba pada kekuasaan Dengan demikian birokrasi tidak memerlukan pengawasan, karena hanya akan mengganggu dan mendesakralisasi kekuasaan.
Berdasar alasan demikian tidak aneh bila birokrasi lebih mementingkan pelayanan kepada penguasa daripada masyarakat. Karena penguasa dipandang dapat memberikan dan melanggengkan kekuasaan pejabat birokrasi, sementara hal itu tidak dapat diberikan oleh masyarakat.
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi