Amboina

Mahasiswa IAIN: Menutup Tempat Ibadah Bertentangan dengan UUD 1945

potretmaluku.id – Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon kembali melakukan aksi unjuk rasa penolakan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Ambon. Aksi unjuk rasa dilakukan di depan kantor Wali Kota Ambon, Senin (26/7/2021).

Koordinator Aksi, Jihad Toisuta mengatakan, pihaknya akan terus melakukan aksi menolak pemberlakuan PPKM karena tidak berpihak kepada masyarakat.

Dalam aturan perpanjangan PPKM mikro di level III, selain memberikan kelonggaran bagi pelaku usaha, namun menutup sementara tempat ibadah itu menjadi problem tersendiri. Itu disebutnya bertentangan dengan UUD 1945.

Ia menjelaskan, dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945 disebutkan, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.

“Itu berarti, ranah-ranah ibadah tidak bisa diintervensi begitu saja,” tegas Jihad.

Menurutnya, pasal 29 ayat 2 itu adalah konstitusi negara. Jika menggunakan azas Lex Superior derogate Legi Inferiori, maka aturan itu gugur dengan sendirinya, karena ketika bertentangan, maka hukum yang di atas dapat menghapus hukum yang di bawah.

“Jadi kalau dalam aturan PPKM itu tempat ibadah ditutup, maka secara otomatis bertentangan dengan UUD, sehingga harus batal demi hukum,” jelasnya.

Tak hanya itu, mereka juga meminta transparansi anggaran penanganan Covid-19 di Kota Ambon, karena itu tidak bersifat rahasia.

UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, yang mana dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi kehidupan masyarakat yang sangat nyata terancam dengan merebak dan menyebarnya Covid-19, baik dari aspek keselamatan jiwa karena ancaman kesehatan dan keselamatan, maupun kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat.

“Kita pertanyakan transparansi anggaran Covid. Seperti dijelaskan dama UU nomor 2 tahun 2020 itu, maka kita pertanyakan bahwa sebenarnya bantuan sosial kepada masyarakat sudah sampai dimana?,” ungkap Jihad.

Dia mengaku telah melakukan survei ke kecamatan, ternyata bantuan sosial dari pemerintah itu belum ada. Padahal, Pemkot Ambon mengaku sudah menyalurkan bantuan seperti yang terlihat di medsos.

“Kira-kira pendataannya seperti apa. Sedangkan ketika kita cek ke kecamatan, pengakuannya belum dapat,” terangnya.

Masalah vaksin sebagai syarat administrasi dalam pelayanan publik di Pemkot Ambon juga menjadi persoalan bagi mereka. Kata Jihad, masyarakat merasa diberatkan dengan syarat tersebut. Padahal WHO menginstruksikan tidak boleh ada paksaan untuk vaksinasi.

Hal itu juga sejalan dengan undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dalam Pasal 5 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak secara mandiri bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.

Oleh sebab itu, ketika ada pemaksaan vaksinasi, maka secara tidak langsung pemerintah kota telah melanggar hukum, dan itu harus dilawan.

“Kita akan demo terus sampai menang. Menang dalam artian bahwa sampai Pemkot bisa terbuka dan membuka diri untuk menerima saran pendapat dalam pembentukan peraturan,” tegasnya.(PM-04)


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button