MalukuMaluku TengahSeram Bagian Barat

Konflik Perbatasan Tanjung Sial, Momok Menakutkan Jelang Pilkada 2024 di Maluku

Konflik perbatasan antara Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Seram Barat atas wilayah semenjung Tanjung Sial, menimbulkan trauma bagi warga di sana. Pemerintah pusat dan para elit di Maluku dianggap tidak pernah menyelesaikan akar masalahnya. Dan menjelang Pilkada 2024 ini, perselisihan itu kembali menjadi momok menakutkan bagi warga di wilayah perbatasan tersebut.

Jaya Barends, Potret Maluku

potretmaluku.id- Suara Ali Mahulette melengking saat menunjukkan data penduduk pemilih potensial (DP4) di gawainya.

Ia tak habis pikir dokumen pemetaan TPS Pilkada 2024 itu, masih tercatat nama warga Dusun Lauma-Kasawari di KPU Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Ia pun mengerocos—menghitung satu per satu.

“Ada  37 orang terdaftar di DP4 TPS Seram Bagian Barat. Padahal dua dusun itu masuk hak ulayat adat negeri atau Desa Asululu di Maluku Tengah,” jelas Ali, Sekretaris Negeri atau Desa Asilulu kepada Tim Kolaborasi, Kamis, 22 Agustus 2024.

“Dulu sekitar 100 orang cuma sebagian sudah berikrar kembali dari Seram Bagian Barat ke Maluku Tengah. Termasuk pindah KTP dan Kartu Keluarga (KK).”

Dua dusun itu merupakan petuanan Negeri Asilulu, Kecamatan Leihitu (Pulau Ambon), Kabupaten Maluku Tengah. Namun, secara geografis, wilayah itu terletak pada semenanjung Tanjung Sial, Pulau Seram. Wilayah ini pun diklaim sebagai hak ulayat adat Negeri Luhu, Kecamatan Huamual, Seram Bagian Barat.

Ali pun tak menampik saling klaim wilayah mengemuka, sejak Seram Bagian Barat mengalami pemekaran dari Maluku Tengah pada 2003. Meski begitu, ia bersikukuh Dusun Kasawari-Lauma merupakan bagian hak ulayat adat Negeri Asilulu.

“Wilayah dua dusun itu merupakan hadiah atas jasa para leluhur yang menumpahkan darah mereka, berkongsi dengan Kerajaan Hoamual melawan Portugis. Makanya diberikan oleh Raja Hoamual, kini Luhu,” ungkapnya.

WhatsApp Image 2024 09 26 at 18.57.33 scaled
Sekretaris Negeri Asilulu, Ali Mahulete. (FOTO: Jaya Barends)

Atas klaim Ali itu, Raja Negeri Luhu Abd Gani Kaliky saat dikonfirmasi enggan menanggapi panggilan telepon Tim Kolaborasi.

Mengacu penelitian Wuri Handoko [2012], Negeri Luhu pada masa lampau Ibu kota dan pusat pemerintahan Kerajan Hoamual. Menurutnya, pemerintahannya berlangsung awal abad ke 17.

Peneliti Balai Arkeologi Ambon itu mengatakan, tampuk kekuasan dikuasai oleh Gimelaha Ruhobongi dan dilanjutkan oleh Gimelaha Bassi, terhitung 1600 –1656. “Di Maluku sudah terdapat banyak kerajaan kecil, diantara Kerajaan Hoamual,” tulisnya

Klaim Hadiah Tanah Sekutu Perang

Nama Gimelaha berkali-kali disebut Muhammad Thuny Laisouw sebagai pemberi hadiah tanah di semenanjung Tanjuang Sial. Kabag Pembangunan Negeri Larike ini bilang, ada dua dusun, yakni Waiputih dan Wailapia masuk wilayah admistratif negeri ini masuk Maluku Tengah.

Selain Negeri Asilulu dan Negeri Larike yang ikut berkongsi dengan Luhu dalam perang, ada juga Negeri Wakasihu dan Ureng. Dusun dari dua negeri ini, bernama Wayasel dan Tuhulesi.

“Meski enam dusun berbeda pulau tetap wilayah adat dari empat Negeri di Kecamatan Leihitu dan Leihitu Barat, Maluku Tengah,” klaimnya.

Merujuk data Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pilkada 2024 KPU Seram Bagian Barat, Dusun Wayasel terdapat 583 pemilih, Waelapia 121 pemilih, Waeputih 503 pemilih dan gabungan Dusun Kasawari-Lauma 37 pemilih.

Sementara DPT versi KPU Maluku Tengah, Waiputih 850 pemilih, Wayasel 900 pemilih, Dusun Kaswari-Lauma 829 pemilih dan Tuhulesi 926 pemilih.

Kepala Dusun Kasawari, La Alimin Wagola membenarkan sebagian warganya terdaftar di DPT Seram Bagian Barat. Dia bilang, proses perekaman E-KTP terjadi saat kepala dusun lama Darmadi Elly. Petugasnya diduga dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Seram Bagian Barat. Dari data temuan Bawaslu Maluku, ada 37 orang.

WhatsApp Image 2024 09 26 at 18.57.33 1 scaled
Suasana pelayanan administrasi kependudukan di Kantor Disdukcapil Maluku Tengah. (FOTO: Jaya Barends)

“Padahal mereka sudah membuat surat pernyataan untuk kembali ke Maluku Tengah mengikuti pemilik hak ulayat adat Negeri Asilu. Tetapi masih ada saja warga saya masuk sebagai pemilih di  Seram Bagian Barat,” kata dia kepada Tim Kolaborasi.

Tim Kolaborasi mendatangi Kantor Dinas dan Catatan Sipil (Disdikcapil) di Piru, Ibu Kota Seram Bagian Barat, Selasa, 27 Agustus 2024. Kala itu, Plt Kepala Disdukcapil  Julis Nahuway, tidak ada di kantornya.

”Bapak lagi di luar kota sedang berkegiatan di luar kota,” kata Sekretaris Disdukcapil V Kipuw.  Beda lagi Camat Huamual, Saiful Suneth, tak merespon pesan tertulis dan panggilan melalui aplikasi WhatsApp.

Sementara Ketua KPU Seram Bagian Barat, Abuani Kasilaya mengaku pihaknya sudah mengecek di aplikasi SIAK terkait 37 warga. Hasilnya, NIK mereka tidak ganda.

”Dan tidak terdaftar pada data yang sama di Maluku Tengah maupun Seram Bagian Barat,” dia mengeklaim.

WhatsApp Image 2024 09 26 at 18.55.01 scaled
Ketua KPU Seram Bagian Barat Abuani Kasilaya. (FOTO: Jaya Barends)

Seram Bagian Barat mekar dari Maluku Tengah pada 18 Desember 2003 bersama Seram Bagian Timur dan Kepuluan Aru berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Kepulauan Aru di Provinsi Maluku.

Saling klaim pun terjadi sejak adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor: 29 Tahun 2010 Tentang Batas Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat dengan Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku.

Pemerintah Maluku Tengah tak diam, lalu mengajukan gugatan terhadap undang-undang tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK). Kemudian lahirnya, keputusan MK nomor: 123 tahun 2009.

Setelah 15 tahun berlalu, akhirnya penetapan batas wilayah didasarkan tetap mengikuti permendagri. RA Launuru, Pengawas Urusan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah Bagian Pemerintahan Setda Malteng membenarkan putusan itu sudah final.

WhatsApp Image 2024 09 26 at 18.57.33 2 scaled
Kantor Disdukcapil Seram Bagian Barat. (FOTO: Jaya Barends)

Ia menjelaskan, batas wilayah Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat di sebelah timur berbatas di aliran sungai Makina. Sebelah Barat sungai Waitala.

”Untuk wilayah di semenanjung Tanjung Sial belum diatur, masih wilayah Maluku Tengah,” kata Launuru, 28 Agustus 2024. Saat Tim Kolaborasi mengkonfirmasi klaim Launuru ini ke Pj Bupati Seram Bagian Barat Jaiz Ely, namun tak membalas pesan maupun panggilan telepon.

Identitas Ganda Tergoda Bantuan

Pengrusakan rumah miliknya oleh sejumlah orang warga negeri dari Maluku Tengah yang mengaku pemilik hak ulayat adat di semenanjung Tanjung Sial pada 2019, kini masih menyisakan trauma mendalam bagi Sudarmo—nama samaran. Dia menyelamatkan diri Ketika serangan itu terjadi.

Kejadian pahit itu berawal pada 2015. Sudarmo diajak salah satu kepala dusun di semenjung Tanjung Sial—membelot ke Seram Bagian Barat—untuk menerima bantuan program keluarga harapan (PKH).  Saat itu hadir seorang petugas perekam E-KTP Disdukcapil Seram Bagian Barat.

“Karena ada bantuan ya kita foto saja. Tapi saat itu saya sudah memiliki E-KTP dan KK Maluku Tengah. Saat perekaman itu, akhirnya saya memiliki identitas Seram Bagian Barat lagi dan mendapat bantuan,” ujarnya kepada Tim Kolaborasi, Rabu, 21 Agustus 2024.

WhatsApp Image 2024 09 26 at 18.38.10
Sekolah dasar (SD) di Dusun Kasawari, Negeri Asilulu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. (FOTO: Jaya Barends)

Klaim Sudarmo ini disanggah warga lainnya. Mereka mengaku warga di semenanjung Tanjuang Sial yang memiliki negeri induk Maluku Tengah, dan memilih masuk Seram Bagian Barat acap kali mendapat bantuan ketimbang pemegang KTP Maluku Tengah.

“Namun saat rumah saya dirusak, tidak dipedulikan oleh Pemerintah Seram Bagian Barat, ” aku Sudarmo.

Kasus perusakan rumah Sudarmo bukanlah satu-satunya. Pada 2020 dan 2017 terjadi kasus serupa, tetapi disertai intimidasi sehingga sempat ada korban. Mayoritas warga yang mendiami semenanjung tersebut mengaku resah dan tertekan. Mereka pun ikut menjadi korban akibat klaim dua pemerintah kabupaten ini.

Terkait pengakuan Sudarmo ini tidak bisa dikonfirmasi ke Plt Kepala Disdukcapil  Julis Nahuway, sebab saat Tim Kolaborasi mendatangi Kantor Dinas dan Catatan Sipil (Disdikcapil) di Piru, Ibu Kota Seram Bagian Barat, Selasa, 27 Agustus 2024 pejabat tersebut sedang berkegiatan di luar kota.

Belajar dari pengalaman pelik itulah, pada 14 Februari 2024 saat pencoblosan pilpres dan pileg, Sudarmo memilih tak menyalurkan hak pilih bersama pemilih lain yang masuk DPT Seram Bagian Barat. Dia khawatir kejadian serupa terulang lagi. Padahal, TPS dari KPU Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat ditempatkan di dusun—tempat tinggalnya.

WhatsApp Image 2024 09 26 at 18.57.32 scaled
Jalan setapak di Dusun Kasawari.(FOTO: Jaya Barends)

Apa yang dialami Sudarmo barangkali juga dialami pemilih lain yang tertekan dan hak pilihnya direnggut akibat masalah yang berlarut-lautur di semenanjung Tanjung Sial. Persoalan ini pun menjadi sorotan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) perwakilan Maluku.

Tim bentukan Komnas disebar guna memantau pemilih rentan, diantaranya tahanan politik (tapol), warga binaan dan lainnya saat pencoblosan maupun setelahnya. Ini dilakukan saat pilpres dan pileg 2024. Di Semenanjung, Komnas HAM memantau di Dusun Kasawari-Lauma.

Di dusun tersebut, ada TPS 034 versi KPU Seram Bagian Barat dengan 59 pemilih. Di lokasi yang sama ada pula TPS dari KPU Maluku Tengah, dengan 269 pemilih. Namun pemilih yang masuk DPT Seram Bagian Barat saat itu dilaporkan tidak bisa memilih.

Jauh hari sebelum pencoblosan, pendirian TPS 034 sempat ditolak Raja Negeri Asilulu, Muhammad Risad Fahlefi Ely.

“Mungkin karena penolakan raja atas pendirian TPS, makanya warga takut salurkan hak pilih karena sebelumnya sudah ada rumah dibakar dan dirusak,” ungkap Plt Ketua Komnas HAM perwakilan Maluku, Anselmus Sowa Bolen.

WhatsApp Image 2024 09 26 at 18.57.33 3 scaled
Raja Negeri Larike Hapes Mansur Lausepa. (FOTO: Jaya Barends)

“Kehadiran kami saat itu untuk memastikan hak konstitusional warga negara tersalurkan,” katanya.

Terlepas dari masalah itu, ada kesaksian dua orang pemilik hak suara dalam pemilu 2024 lalu. Mereka adalah Darmadi Ely dan istrinya. Dia memegang dua undangan pencoblosan Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat — mereka ternyata pemilih dengan identitas ganda. Dan mereka bukanlah satu-satunya. Belakangan terungkap ada 23 orang dengan kasus yang sama.

“Dari KTP dan KK ganda yang kita lihat, misalnya di Maluku Tengahm namanua Jupri tetapi di Seram Bagian Barat menjadi Jufri,” jelasnya.

Beda lagi cerita Raja Negeri Larike, Hapes Mansur Lausepa. Dia mengatakan anak dusun dari Negeri Larika, yakni Dusun Waiputih dan Wailapia juga ada yang memiliki dua identitas ganda.

WhatsApp Image 2024 09 26 at 18.57.33 4 scaled
Kaur Pembangunan Negeri Larike, Muhammad Tunny Laisouw. (FOTO: Jaya Barends)

Meski begitu, dia enggan untuk menekan mereka. Begitu juga saat menyalurkan bantuan dan pembangunan, dia mengeklaim tidak membeda-bedakan. Semua warga ikut menikmati dan merasakan bantuan, begitu pengakuannya.

Tapi, baginya, justeru masalah lain yang bermunculan: Warga kesulitan melakukan pengurusan di instansi dengan menggunakan KTP dan KK (kartu keluarga) Seram Bagian Barat. Alasannya: dua dokumen itu dianggap tidak aktif. Dari data yang ada, mereka disebut sebagai penduduk Maluku Tengah.

“Justru warga yang sengsara memiliki identitas ganda,” katanya.

Akar Masalah yang Diabaikan Selalu Terulang

Momen pileg dan pilkada seakan menjadi momok menakutkan bagi Salaudin—nama samaran. Dia bermukim di salah satu dusun di semenanjung Tanjung Sial.

“Saya selalu cemas kalau ada pemilihan lagi, khawatir kacau lagi,” ujarnya.

“Tapi beta (saya) bingung kalau hari biasanya dusun beta selalu aman dan damai.”

Cerita Salahudin dibenarkan Ely. Sekretaris Negeru Asilulu ini menyebut situasi di Dusun Kasawari-Lauma dan dusun lainnya di Tanjung Sial tegang saat momen pemilihan.

“Harus ditelusuri aparat keamanan apa sebenarnya akar konfliknya, jangan dibiarkan terus seperti ini,” katanya.

Baginya, penyebab utama di balik itu semua lantaran ada pemilih terdaftar di Seram Bagian Barat maupun Maluku Tengah. Dia mempertanyakan mengapa masalah itu terus berulang.

“Ini kan persoalan lama yang sudah berulang tetapi tak teratasi. Saya menduga ada yang punya kepentingan saat pileg dan pilkada,” tuturnya.

Berbeda dengan Ely, pengamat politik dari Universitas Pattimura Ambon, Said Lestaluhu menyarankan agar ada pengawasan khusus di wilayah tapal batas. Dia menilai ‘sengketa’ yang belum terselesaikan di Tanjung Sial ini dapat memicu konflik kepentingan karena isunya sangat sensitif.

Kemelut itu bisa saja dimanfaatkan oleh aktor politik yang bertarung saat pemilu. Apalagi, menurut Said, mereka memiliki kepentingan. Belum lagi mereka memiliki pengaruh di masyarakat. Kondisi ini kalau tidak disikapi dengan bijak bisa memicu kerawanan, jelasnya.

“Apalagi Seram Bagian Barat dan Maluku akan gelar pilkada serentak bisa menimbulkan kerawanan,” katanya.

Koordinator Divisi Data KPU Maluku Tengah, Harold Y. Pattiasina menuturkan empat negeri yang memiliki enam dusun di tanjung Sial juga memiliki pemilih dari Seram Bagian Barat.

Walapun begitu, pihaknya tidak bisa saling mengganggu atau membatasi. Soalnya itu berkaitan dengan hak konstitusional warga negara. ”Itu memang wilayah administratif Maluku, namun ada pemilih Seram Bagian Barat,” jelasnya.

Artikel ini diproduksi dalam kerangka proyek UNESCO Social Media 4 Peace, yang didanai oleh Uni Eropa. Hasil liputan jurnalistik ini menjadi tanggung jawab penerbit,  tidak mencerminkan pandangan UNESCO atau Uni Eropa.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button