Ketua DPP PPNI Tegaskan Kode Etik Keperawatan bagi Nakes
potretmaluku.id – Ketua DPP PPNI, Harif Fadillah berikan ketegasan bagi seluruh tenaga medis di Indonesia, tak terkecuali di Maluku terkait kode etik keperawatan.
Hal itu disampaikan menyusul viral sebuah video di media sosial yang memperlihatkan tiga tenaga kesehatan (nakes) yang membedakan pelayanan pasien BPJS Kesehatan dan umum. Video tersebut kemudian mendapat cibiran dari berbagai kalangan.
Kata Harif, harusnya tidak ada perbedaan pelayanan pada pasien yang berobat ke fasilitas layanan kesehatan, baik menggunakan BPJS maupun pasien umum, karena bertentangan dengan kode etik keperawatan.
Salah satu pedoman kode etik perawat tercantum dalam sumpah perawat yang berisi: Saya bersumpah, bahwa Saya akan membaktikan hidup saya untuk kepentingan kemanusiaan terutama dalam bidang kesehatan tanpa membeda-bedakan kesukuan, kebangsaan, keagamaan, jenis kelamin, golongan aliran, politik, dan kedudukan sosial.
Menurut Harif, sejak lahirnya profesi perawat itu dimulai sejak berada di bangku kuliah. Disitu telah dibekali dengan berbagai nilai-nilai yang melingkup mereka dalam melakukan pelayanan keperawatan dengan nilai kemanusiaan yang tinggi.
“Oleh karena itu, kami menjamin sebagian besar perawat Indonesia ini selalu memegang kode etiknya dalam menjalankan profesinya,” kata Harif kepada potretmaluku.id di Ambon, kemarin.
Dia mengaku, PPNI telah melakukan pengusutan terhadap kasus membeda-bedakan pelayanan pasien umum dan BPJS itu. Bahkan telah melakukan tindakan oleh PPNI.
Pada prinsipnya, lanjut dia, perawat dan tenaga kesehatan itu melayani masyarakat bukan karena status sosialnya, tapi bagaimana persoalan kesehatan yang dihadapi.
“Tidak menutup kemungkinan itu bisa terjadi di Maluku. Sehingga kami mengharapkan seluruh perawat, terutama di Maluku lebih bersikap profesional, yaitu selain punya ilmu, keterampilan yang baik, etika profesinya juga diutamakan,” ungkapnya.
Dia juga menanggapi kejadian tarik-menarik pasien oleh masyarakat dengan nakes di Ambon dan Maluku pada masa pandemi Covid-19 lalu, karena ketidak percayaan terhadap pelayanan bagi setiap pasien.
Dia menyebut, terjadi hiruk-pikuk penolakan dari masyarakat di masa pandemi Covid karena belum tuntas memberikan edukasi dan pemahaman baik terhadap masyarakat maupun kepada tenaga kesehatan sendiri, sehingga ketika disuguhi suatu peristiwa yang luar biasa, dibuat kelabakan.
“Tampak semua sektor tidak siap, akhirnya terjadi berbagai persoalan. Tapi setelah berjalan beberapa waktu, kita mampu mengendalikannya dengan memberikan edukasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan,” ujarnya. (HAS)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi