Telusur Sejarah

Jejak Perang Pasifik di Babo*)

Catatan Perjalanan (Bagian 2)

Melacak jejak perang pasifik, lewat Pesawat Peninggalan Belanda, Sekutu dan Jepang dalam Perang Dunia II di Babo (1941-1945)

“Two jetties were located to the east of the airstrip, on the Kasira River. The area around the airfield and vicinity included troop, dump and airfield support areas. Attacked by Allied aircraft until early November 1944 and neutralized. Occupied by the Japanese until the official surrender of Japan in September 1945.”

Disusun oleh: Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan**)


Babo Menjelang Perang Pasifik (1935-1940)

Eksplorasi minyak dan gas bumi yang dikelola oleh Nederlandsch Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM) di Wasian, Kasim, Klamono dan Jef Lio sedang menunjukkan titik terang. Bahkan, untuk di Klamono, sejak tahun 1935 itu tiap hari dapat menghasilkan 15.000 hingga 25.000 barel. Tidak heran, bila kemudian Sorong identik dengan Kota Minyak. Bahkan, nama Sorong seolah berasal dari singkatan Seismic Ondersub Oil Niew Guinea.

Sejak adanya pengeboran minyak itu, lokasi di sekitar juga semakin ramai. Bukan hanya para pengelola dan pegawai NNGPM, melainkan juga keluarga mereka mulai didatangkan ke lokasi itu. Klamono dan Babo menjadi bertambah ramai. Wanita dan anak-anak Eropa mulai tinggal di Klamono dan Babo. Selama lima tahun itu, Klamono dan Babo berubah menjadi seperti kota di Jawa yang ramai.

Baca Juga: Perayaan 40 Tahun Pemerintahan Ratu Wilhelmina (1898-1938), Babo Jadi Kota Modern di Belantara Papua*)

Sayangnya, keramaian dan kedamaian itu hanya berlangsung sesaat saja. Sesayup terdengar bahwa Perang Pasifik akan pecah. Stasiun radio Batavia (Jakarta) memerintahkan agar Babo juga mulai bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan. Padahal saat itu, NNGPM sedang melakukan pengeboran di lapangan Jeflio, Salawati. Hanya tinggal sedikit lagi pengeboran itu rampung.

Malam itu, 9 Desember 1941, sumur mencapai kedalaman 6275 kaki. Para geologis Belanda memperkirakan pada kedalaman 7000 kaki akan dijumpai lapisan batu gamping Miosen yang telah terkenal produktif di daerah itu (inilah Formasi Kais).

Tetapi, malam itu juga sumur diperintahkan untuk ditinggalkan sebab genderang Perang Pasifik telah bertalu dengan pemboman Pearl Harbour di Hawaii oleh Jepang. Ketakutan karyawan NNGPM di Jeflio beralasan sebab tentara Jepang telah menyerang Sorong, kota terdekat.

Baca JugaMengenang Kembali Revolusi Kain Timor di Ayamaru Papua Barat

Maka pada 17-26 Desember 1941 mulai dilakukan evakuasi secara besar-besaran. Pesawat-pesawat yang dioperasikan oleh Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM) mendarat di Babo untuk mengangkut perempuan dan anak-anak keluar dari Babo. Begitu juga barang-barang lainnya agar dievakuasi atau disembunyikan di tempat aman.

Daftar barang-barang berharga itu antara lain: mesin bermotor, dinamo, boiler, steam engine, juga alat-alat berat seperti traktor dan buldozer. Peralatan bengkel dan gudang (warehouses) juga masuk dalam daftar barang-barang siap dievakuasi atau dihancurkan. Beberapa peralatan berat disembunyikan di hutan sekitar Babo sambil berharap Jepang tak akan menemukannya. Stasiun radio pun mulai dihancurkan satu per satu, kecuali satu yang terbesar dipertahankan untuk berhubungan dengan Batavia atau Ambon.

Sementara itu, 200 tentara dari Batavia, terdiri atas orang-orang Indonesia, dipimpin Kapten van Muyen dan dua sersan Belanda mendarat di Babo pada Januari 1942. Pasukan ini membawa banyak ranjau. Ranjau itu untuk ditanam di bawah mesin-mesin berat yang tidak akan dievakuasi, juga ditanam di beberapa tempat yang diperkirakan akan dilalui tentara Jepang saat mendarat di Babo.

jejak perang pasifik
Pesawat peninggalan Perang Dunia II di Babo (1941-1945).(Foto: Dok. Penulis)

Jeoang Menguasai dan Mempersiapkan Kekuatan Militernya di Babo

Ketika pekerja NNGPM sedang mempersiapkan penghancuran barang-barang yang tidak akan dievakuasi, sembilan pesawat pembom Jepang pun tiba-tiba muncul dari arah utara Babo. 30 Desember 1941, pesawat H6K Emily mengebom pesawat beaver yang mengangkut perempuan dan anak-anak. Akibatnya, tiga orang meninggal dan 14 terluka, termasuk beberapa anak kecil.

Pada 25 Januari 1942, pesawat Hudson milik Royal Army Air Force (RAAF) yang siaga di Babo mengevakuasi semua pekerja NNGPM ke Darwin, Australia. Landasan Babo dibiarkan kosong dari penjagaan sampai akhirnya Jepang dapat menguasainya pada 2 April 1942. Japanese Army Air Force (JAAF) Detasemen II kemudian memperbaiki landasan pesawat itu menjadi lebih padat.

Setahun kemudian, JAAF Divisi VII dan Imperial Japanese Navy (IJN) membuat landasan pacu (airfield) baru lagi yang menghadap ke timur dan selatan. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam mendatangkan pasukan dari pangkalan utama di Rabaul, Papua Nieuw Guinea dan Pulau Kei dan Kepulauan Aru, Maluku. Oleh sebab itu, landasan tersebut seolah mirip huruf “L”.

Baca Juga: Hikayat Tanah Hitu dan Kewafatan Mihirjiguna

Selain memperbaiki landasan pacu peninggalan Belanda dan membuat dua landasan pacu baru lagi, Jepang juga melengkapi dengan senjata anti-aircraft dan pillbox yang ditempatkan di beberapa lokasi tersembunyi. Kelak, dalam pertempuran menghadapi Sekutu, senjata anti serangan udara Jepang itu berhasil menembak jatuh beberapa pesawat sekutu. Oleh sebab itu, Sekutu pun kemudian melacak posisi senjata anti-aircraft Jepang itu dan menghancurkannya melalui serangan udara.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2 3Next page

Berita Serupa

Back to top button