Telusur Sejarah

Hikayat Tanah Hitu dan Kewafatan Mihirjiguna

PENDAPAT

Mengulik Naskah Hikayat Tanah Hitu karya Imam Rijali Mengenai Tahun Kewafatan Mihirjiguna alias Arinjiguna.*)

“Entah berapa antaranya, maka Mihirjiguna sakit. Sehingga enam hari dengan kehendak Allah ta`ala wafat meninggal negeri fana datang kepada negeri yang baka pada bulan Rabiu’l-awal dua belas hari pada tahun [1032] Ha, pada malam Ahad.” 

Oleh: Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan **)


PENGANTAR 

Kitab “Hikayat Tanah Hitu” seolah menjadi semacam magnum opus bila kita mengulik sejarah Kerajaan Tanah Hitu. Imam Rijali (1590-1662) dianggap penulis yang telah mengabadikan sejarah di Kerajaan Tanah Hitu dan Maluku pada umumnya. Adikaryanya itu menjadi rujukan utama.

Bukan hanya para penulis Indonesia yang tertarik menulis dan mengutip Hikayat Tanah Hitu ini. Para penulis Belanda dan asing lainnya juga tertarik dengan manuskrip ini. Sebut saja nama Francois Valentijn (17 April 1666-6 Agustus 1727) dan George Karel Niemann (1823-1905).

Naskah yang hingga kini bisa dengan selamat dikaji adalah naskah-naskah yang telah mereka kaji secara serius dari tahun ke tahun. Di antaranya manuskrip tulisan Arab (manuskrip Jawi) milik G.K. Niemann yang kemudian disimpan di Leiden University pada 1906 dan dijadikan sebagai Cod.Or. 5448. Manuskrip ini disalin di atas kertas abad 17 dan menjadi milik dari sepupu pengarang hingga 1662.

Pada 1920, H.J. Jansen membuat transkripsi Latin di Hitulama yang kemudian dijadikan sebagai Cod.Or.8756a. Naskah inilah yang kemudian oleh B.J.O. Schrieke dikenal sebagai Cod.Or.8756 pada 1926.

Z.J. Manusama mencantumkan Cod.Or.5448 dalam karya disertasi doktoralnya Historie en Sociale Structuur van Hitu tot het Midden der Zeventiende eeuw pada tahun 1977. Kelihatannya dari naskah ini juga, sepuluh tahun kemudian Dra. H. Maryam R.L. Lestaluhu menulis Sejarah Perlawanan Masyarakat Islam Terhadap Imperialisme di Daerah Maluku (1987).

Baca Juga: Haji Misbach; Sosok “kiri” Tokoh Pergerakan RI yang Diasingkan Belanda ke Manokwari

Sejak 2014, Dr. Syarifudin, M.Si. menekuni kajian terkait Imam Rijali. Selain melalui penulisan mengenai sosok dan kiprah penulis Hikayat Tanah Hitu tersebut, juga beberapa kali mengikuti pameran yang diselenggarakan baik di Maluku maupun di luar Maluku. Nama Imam Rijali Community juga dipergunakan sebagai wadah itu.

Hikayat Tanah Hitu
Kitab “Hikayat Tanah Hitu”.(Foto: Dok. Penulis)
HIKAYAT TANAH HITU MENGENAI PERJALANAN MIHIRJIGUNA KE INDIA

Imam Rijali dalam Hikayat Tanah Hitu (1646) pada Fasal XXV hlm. 58-60 menulis mengenai pengembaraan keponakannya alias putra dari Kapitan Hitu yaitu Mihirjiguna. Setidaknya ada lima kali nama Mihirjiguna disebutkan dalam naskah itu.

Adapun selengkapnya naskah Hikayat Tanah Hitu yang mengisahkan mengenai Mihirjiguna alias Arinjiguna adalah sebagai berikut:

“Alkissah dan kuceriterakan kemudian daripada jeneral belayar membawah kepada orang Bandan itu, maka Mihirjiguna masuk mengadapat perdana Kapitan Hitu. Maka ia menyembah, lalu berkata: ‘Beta endak belayar ke Jawahkatra.’

Maka kata Kapitan Hitu: ‘Apa kehendakmu belayar itu?’ Maka ia menyahut: ‘Ada pun kita belayar ini tiada kehendak kepada yang lain melainkan kubicarakan orang Bandan. Jika tiada boleh kembali ke tanah Bandan* pun, sehingga tanah Ambon pun baik juga jika dilapaskan oleh jeneral.’

Baca Juga: Mengenang Kembali Revolusi Kain Timor di Ayamaru Papua Barat

Maka kata Kapitan Hitu: ‘Jika bagai kata demikian itu, belayarlah engkau.’ Lalu ia naik kepada sebuah kapal, Delf namanya kapal itu.

Hatta berapa lamanya maka datang ke Jawahkatra*, maka Mihirjiguna naik ke darat berhadapan dengan jeneral serta orang besarnya. Maka apa kehendaknya Arinjiguna itu semuhanya dikatakan kepada jeneral pun terimalah kepada kehendak Mihirjiguna itu._

Lalu kata jeneral kepada Mihirjiguna: ‘Ada pun barang kehendakmu itu kami terimalah, tetapi musim lagi lambat datang. Apabila datang musim barat akan perginya pulang, kuserahkanlah kepadanya yang kehendaknya itu.’

Lalu Mihirjiguna tanya kepada jeneral: ‘Kapal semuhanya itu endak ke mana?’ Maka kata jeneral: ‘Kapal itu endak ke Malaka, ada ke Jambi, ada ke Laut Mera, ada pulang ke negeri Holandes, ada ke bandar Masilpatani.’

Maka kata Mihirjiguna: ‘Beta minta kepada jeneral sementari lagi lambat musim, lagi lambat musim, beta endak turut kapal yang ke bandar Masilpatani, mau melihat dunia tanah Keling barang seadanya hidupku sehingga datang musim barat.’


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2 3Next page

Berita Serupa

Back to top button