
Nama-nama tempat, di antaranya:
- Malaka (sudah jelas)
- Jambi (sudah jelas)
- Laut Merah (sudah jelas)
- Hollandes/Wolanda (sudah jelas)
- Masilpatani, adalah Masulipatnam atau Machilipatnam, sebuah kota di Distrik Krishma, Negara Bagian Andhra Pradesh.
- Keling, sebutan untuk India.
- Tunapatnam, alias Patnam penghasil ikan tuna. Kota di India yang disebut dengan hasil ikannya.
- Pujiciri/Pudiceri, adalah sebutan untuk Puducherry atau Pondicherry, koloni Perancis di India.
- Tirubambu, nama lain dari Thirumalarajapatnam, di India.
- Tirumulawasir, adalah penulisan untuk Thirumulavasal, kota di India.
- Kunmuri, aslinya Konimere atau Kanyimedu, Karimedu di Distrik Madurai, Negara Bagian Tamil Nadu, India.
- Nagahpatan, aslinya Nagapatnam atau Negapattinam di Tamil Nadu, India.
- San Tumi, sebutan untuk nama katedral Saint Thome.
- Nona Sinyora di Mundi, nama paroki Katolik: Nossa Senhora do Monte.
- Gulgonda, yang dimaksud mungkin Golkonda (Golconda), pelabuhan di Hyderabad, Telangana, India. Kota yang dikenal sebagai penghasil mutiara.
- Palikat, nama aslinya Pulicat atau Pazhaverkadu, Distrik Thiruvala, Negara Bagian Tamil Nadu
- Puluh Merkata, yaitu Pulau Merkata atau Rakata, nama lain Krakatau
- Tanjung Cina (sudah jelas)
- Banten (sudah jelas)
- Jawahkatra, sebutan untuk Jayakarta/Jakarta
- Betawih, nama lain Batavia/Betawi

Dalam Fasal XXV itu, Imam Rijali menyebutkan juga peristiwa sakit dan wafatnya Mihirjiguna. Ini semakin meneguhkan kembali, bahwa peristiwa yang tercantum di dalam Hikayat Tanah Hitu itu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Transkripsinya berbunyi demikian:
“Entah berapa antaranya, maka Mihirjiguna sakit. Sehingga enam hari dengan kehendak Allah ta`ala wafat meninggal negeri fana datang kepada negeri yang baka pada bulan Rabiu’l-awal dua belas hari pada tahun [1032] Ha, pada malam Ahad.”
MENGHITUNG TAHUN KEWAFATAN MIHIRJIGUNA
Berdasarkan catatan singkat dan satu-satunya dalam naskah itu, kita bisa menentukan tahun kewafatan Mihirjiguna berdasarkan Hisab Urfi. Meskipun, tentu saja pendekatan secara kronologis sejarah juga dapat mendekati perkiraan. Namun, untuk akurasi penanggalan perlu
Dari segi kronologi sejarah, peristiwa itu –yaitu Mihirjiguna bertolak ke Jawahkatra (Jayakarta)– tidak lama setelah peristiwa pembantaian penduduk Banda (Bandan). Peristiwa itu tercatat dalam sejarah terjadi pada 8 Mei 1621. Gubernur Jendral VOC Jan Pieterszoon Coen turun langsung melakukan pembantaian di Banda. Peristiwa itu dikenal sebagai Banda Moor atau Genocida Banda.
Sebagai pihak yang memiliki hubungan dengan Banda, Hitu –dalam hal ini Mihirjiguna– berupaya ingin membebaskan tahanan VOC itu dan mengembalikan mereka ke Banda lagi. Atau sekurangnya, para buangan tersebut dapat tinggal di Ambon. Namun, rencana Mihirjiguna ternyata gagal. Salah satu kegagalan itu adalah akibat dari kelakuan orang Banda sendiri di tempat pembuangan (Batavia).
Bila dilihat berdasarkan jabatan gubernur, yang ditulis sebagai gurendur atau gurnadur dalam naskah itu, maka akan terlihat jelas juga. Nama-nama Warhaga dan Aspel disebutkan oleh Imam Rijali dalam naskah itu. Warhaga yang dimaksud adalah Steven van der Haghen, yang menjabat sebagai Gubernur VOC di Ambon pada 1616-1618. Sedangkan nama Aspel adalah penulisan untuk nama Herman van Speult, Gubernur VOC di Ambon pada 1618-1623.
Baca Juga: Napak Tilas Sejarah Leluhur, Genosida Wandan yang Nyaris Terkubur
Dari segi Hisab Urfi, indikator yang bisa diulik adalah penanggalan wafatnya Mihirjiguna pada 12 Rabi’ul Awal 1032 Tahun Ha (ها), hari Sabtu malam Ahad. Bila menggunakan Hisab Urfi, maka ini bertepatan dengan 14 Januari 1623 (Masehi) atau 12 Mulud 1544 (Jawa). Namun, untuk siklus tahunnya bukan huruf Ha (ها), melainkan Ba (ب).
Bila dipaksakan peristiwa itu terjadi pada tahun Ha (ها), maka itu seharusnya terjadi pada 1 Desember 1626 (Masehi) atau 12 Mulud 1548 (Jawa) atau 12 Rabi’ul Awal 1036 (Hijriah). Namun, ada yang tidak cocok, yaitu mengenai kepastian hari wafatnya. Sebab, 12 Rabi’ul Awal 1036 H itu jatuh pada hari Selasa Kliwon, bukan Ahad malam alias hari Sabtu.
Perjalanan dari Ambon ke Jakarta.dengan menggunakan kapal Delf pada masa itu diperkirakan memakan waktu berbulan-bulan. Sedangkan dari Jakarta ke Keling (India) dan balik lagi ke Jakarta juga berbulan-bulan lamanya. Anggap saja keseluruhan perjalanan itu memakan waktu sekitar dua tahun. Maka, kewafatan Mihirjiguna memang terjadi pada tahun 1623 Masehi.
Baca Juga: Jelajah Situs: Belajar Toleransi di Kawasan Pecinan Kota Bandung
PENUTUP
Mengulik titimangsa kewafatan Mihirjiguna sebagaimana rute perjalanannya ke India, sangat menarik untuk dilakukan. Ini karena beberapa faktor:
- Penulis Hikayat Tanah Hitu menulis peristiwa itu dengan ketelitian yang tinggi. Sehingga kita bisa mengujinya dengan sejarah umum dunia.
- Wawasan Ilmu Bumi (Ilmu Zamin atau Geografi) Imam Rijali sangat mumpuni. Dengan tepat Imam Rijali menuliskan tempat-tempat yang disinggahi oleh Mihirjiguna pada masanya. Kadang dicantumkan juga pembandingnya.
- Bila Kitab Hikayat Tanah Hitu ditulis pada 1653-1662, maka kewafatan Mihirjiguna terjadi 30 tahun sebelumnya. Adalah sesuatu yang cukup sulit untuk mengingat peristiwa yang berlalu lebih dari tiga dasawarsa.
- Saat menulis Hikayat Tanah Hitu, usia Imam Rijali diperkirakan sudah memasuki 63 tahun.
- Kemungkinan Mihirjiguna juga meninggalkan catatan tertulis perjalanannya ke India tersebut dan dipakai oleh Imam Rijali untuk menyusun Fasal XXV itu.
*) Selesai disusun di Wayame, Kota Ambon pada Selasa, 14 April 2020 Masehi bertepatan dengan 20 Sya’ban 1441 Hijriah bertepatan Selasa Kliwon, 20 Rowah 1953 Jawa
**) Pembina Nasional Forum Mahasiswa Studi Agama-agama se-Indonesia (FORMASAA-I) Manokwari, Papua Barat
**) Pendiri/Direktur Pusat Kajian Manuskrip Islam & Filologi (Centre for the Study of the Islamic Manuscripts & Philologi) Ambon, Maluku
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi