Telusur Sejarah

Menelusuri Jejak Pasukan Gerak Cepat Indonesia di “Kabupaten Trikora” Papua Barat

REPORTASE PERJALANAN

Sebenarnya, dulu nama untuk Kabupaten (Sorong Selatan) ini diusulkan “Kabupaten Trikora”, sebab di sinilah Pasukan Gerak Cepat alias Pasukan Srigala pertama kali diterjunkan di Papua Barat. Di sini juga terjadi pengibaran bendera Merah Putih untuk pertama kalinya.

Oleh:  Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan (Ikon Prestasi Pancasila 2021 dari BPIP RI Bidang Sosial Enterpreneur dan Kemanusiaan)


Teminabuan, salah satu Onderafdeling West Nieuw Guinea (WNG)

Dalam pemerintahan Nederland Nieuw Guinea (NNG) atau Dutch Nieuw Guinea (DNG), nama Teminabuan mulai muncul sebagai salah satu Onderafdeling sejak tahun 1961. Teminabuan masuk ke dalam Afdeeling West Nieuw Guinea yang beribukota di Manokwari. Adapun lima Onderafdeling lainnya adalah Sorong, Raja Ampat, Manokwari, Ransiki dan Bintuni.

Baca Juga: Menelusuri Jejak Pemimpin Gerakan 30 September 1965 Lektol Untung Sutopo Bin Syamsuri di Kaimana Papua Barat

Jauh sebelumnya, Inanwatan yang menjadi salah satu Onderafdeling dari West & South New Guinea. Pada tahun 1936, Inanwatan bersama empat Onderafdeling lainnya masuk dalam Afdeeling West & South New Guinea. Keempat Onderafdeling lainnya adalah Fak Fak, Mimika, Boven Digoel dan South New Guinea.

Teminabuan juga pernah menjadi ibukota Onderafdeling Ayamaru pada 1954. Sedangkan Ayamaru sendiri berkedudukan sebagai sub Onderafdeling dengan seorang adspirant-controleur. Saat itu, Jan Massink menjadi Kontrolir di Teminabuan selama empat bulan, sedangkan penggantinya adalah Jan Dubois (September 1955). Adspirant-controleur pertama di Ayamaru adalah Max Lapre.

Mencicipi Jalan Uyleman

Setelah 64 tahun berlalu, Penulis pun akhirnya bisa mencicipi jalanan yang dibangun oleh Uyleman, seorang insinyur Belanda, yang menghubungkan antara Ayamaru dengan Teminabuan, Nopember 1958. Bahkan, membandingkan foto lawas dengan kondisi jalanan yang ada saat ini, relatif tidak banyak berubah.

Pasukan Gerak Cepat
Pekerja sedang mengerjakan jalanan yang dibangun oleh Uyleman.(Foto: Dok. Penulis)

Artinya, jalan lintas yang kini menghubungkan tiga kabupaten itu masih tetap sama seperti dulu. Bedanya, kalau dulu masih jalan setapak, maka kini telah menjadi jalan raya yang beraspal.

Catatan awal yang menyebutkan kondisi jalanan itu terdapat dalam tulisan Jan Massink. Menurutnya, saat dimutasi dari Ayamaru ke Teminabuan, Mei 1955, diperlukan setidaknya 16 kuli angkut peti uang.

Perjalanan itu melewati Kampung Sauf, Kamak, Wehali dan Skendi. Saking hafalnya jalanan setapak antara Ayamaru ke Teminabuan atau sebaliknya, Jan Massink menghitung ada sebanyak 38 kali melakukan perjalanan kaki dengan waktu tempuh selama satu atau dua hari lamanya.

Dalam kata-katanya sendiri, Jan Massink yang merupakan Kontrolir Nederland Nieuw Guinea di Ayamaru (Juni 1953 – Mei 1955) itu menggambarkan bahwa ia harus “melewati jalan setapak (dari Ayamaru ke Teminabuan) sepanjang 35 kilometer, melintasi perbukitan dan melewati lembah-lembah yang sesudah hujan lebat kadang-kadang banjir hingga sebatas leher”.

Baca Juga: Mengenal Negara Curacao Unikameral, Tempat Asal Suami Kopral Costavina “Cosje” Ayal

Jalan lintas itu memang dibangun di antara perbukitan dan lembah. Bisa dibayangkan bila hujan lebat mengguyur kawasan itu, maka air akan menggenang dan tinggi. Oleh sebab itu, tidak aneh bila kawasan itu juga sering banjir setinggi leher orang dewasa.

Pasukan Gerak Cepat
Jalan lintas Ayamaru -Teminabuan saat ini.(Foto: Penulis)

Jan Massink mungkin telah mengalami peristiwa itu, dimana dia terjebak banjir saat melintasi jalan setapak itu. Ini tidak mustahil, sebab 38 kali perjalanan telah dilakukan.

Untuk mengenang jasa Uyleman, kini kita dapat melihat prasasti pembangunan jalan lintas Ayamaru-Teminabuan itu di depan Polsek Ayamaru, Maybrat. Sebuah linggis dan skop sengaja ditancapkan di prasasti tersebut. Mungkin, maksudnya ingin memperlihatkan, bahwa meskipun waktu itu hanya mengandalkan peralatan sederhana, namun sudah bisa membuat mahakarya.

Satu-satunya alat yang mempercepat pekerjaan saat itu hanyalah dinamit. Bukit-bukit diledakkan untuk membuat jalan tembus. Bisa dibayangkan, bila hanya mengandalkan cangkul atau linggis, perlu berapa lama pekerjaan itu dapat diselesaikan. Gergaji besi dengan dua pegangan juga cukup membantu dalam penebangan pohon-pohon raksasa sepanjang jalur itu.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2 3Next page

Berita Serupa

Back to top button