
Maka iakan oleh jeneral dan diberinya seribu real akan bekalnya dan sangat mulliya kepadanya serta kasih lain2 — tiada dapat diceriterakan kepada kasihnya itu –, lalu naik Mihirjiguna belayar. Hatta berapa lamanya di tengah laut datang tofan angin ribut. Bunyi layar seperti bunyi bedil, seketika lagi patah tiyang buritang itu. Hatta terbit matahari, angin pun tedduh. Tellah demikian itu berapa lamanya datang ke tanah Keling, kepada negeri Tunahpatnan.
Maka naik ke darat bejalan ke negeri Pujiciri, menubus dengan harganya dua real seorang, ada tengah tiga real. Ada menjual dirinya sendiri, ada menjual anaknya. Tellah menubus itu, maka belayar dari Pudiceri, lalu kepada Tirubambu dan Tirumulawasir dan Kunmuri*, lalu kepada Nagahpatan.
Daripada Feranggi duduk dari situ, maka dinamai San Tumi. Ada pun San Tumi itu ada suatu bukit, maka didirikan gerejanya akan tempat berhalanya, Nona Sinyora di Mundi* namanya. Di situlah tempat ia menyembah berhalanya itu.
Baca Juga: Telusuri Bangunan Pillbox di Manokwari, Jejak “Threatre of Pacific” di Bumi Kasuari
Kemudian daripada itu maka belayar sehingga datang ke Palikat. Karena di situ ada kota Wolanda, ia berhenti entah berapa lamanya. Lalu ia belayar ke bandar Masilpatani, ia duduk kepada rumah syaudagar haji Baba namanya. Di sanalah dimasyhurkan namanya Mihirjiguna itu ‘Sultan Karanful*, Kipati Syah’.
Di sanalah ia melihat perhiasan dunia semuhanya lengkap, sehingga ibu bapa kita yang bennar itu maka kita tiada bertemu. Lain daripada itu tiada dapat diceriterakan kepada kelakuan yang indah2, seperti perbuatan yang kegemaran kepada keelokan serta keinginan hati manusyia. Dan kejahatan serta kebencian pun demikian lagi, dan kesukaan dan kedukaan pun demikian lagi, seperti orang kaya dan orang miskin, dan orang berumah dalam tanah dan orang tiada berumah selama-lamanya, dan orang membuang segala najis manusyia dalam negeri itu.

Dan dikerjakan hamam, ada air sejuk dan air panas kepada suatu tempat harkat kepada segala manusyia. Apabila datang pagi hari, maka mandi kepada air yang panas itu, jika datang tengah hari maka mandi kepada air yang sejuk itu. Dan perbuatan pelbagai yang andak dalam dunia semuhanya ia melihat karena Masilpatani itu bandar Kutb Syah yakni raja Gulgonda, tatkala zaman sultan Muhammad Huli akan kerajaan di negeri Gulgonda. Tellah demikian itu hatta datang musim maka ia pulang.
Berapa lamanya di tengah laut, maka datang masuk selat antara Puluh Merkata dan ujung Tanjung Cina, lalu datang ke Banten sehingga datang ke Jawahkatra, maka ia berenti di sanalah. Entah berapa antaranya, maka Mihirjiguna sakit. Sehingga enam hari dengan kehendak Allah ta`ala wafat meninggal negeri fana datang kepada negeri yang baka pada bulan Rabiu’l-awal dua belas hari pada tahun [1032] Ha, pada malam Ahad. Maka dibaiki suatu petti dilapis dengan tima hitam, maka ditaburkan segala bauh-bauan dalam kafan, lalu dimasukkan mayit itu ke dalam petti.
Entah berapa lamanya dalam negeri Betawih, maka dinaikan kepada sebuah kapal membawah kepadanya. Dan pasan jeneral dalam surat kepada Kapitan Hitu dan gurendur Herman Aspel, demikian katanya: ‘Ada pun kehendak Arinjiguna itu seribus kali beta terima. Daripada ia tiada empunya untung, maka ia mati pulang kepada asalnya, tetapi Kapitan Hitu dan gurendur kira-kirakan kehendak Arinjiguna itu. Apabila jika dengan baiknya musim yang datang ini suruan ke mari, maka beta serahkan kepada dia.’
Baca Juga: Kunjungi Lokus Perang Wamsisil di Saparua, Menguak Sosok Misterius Pattimura
Telah demikian itu, maka diberikan surat itu pada tangan Sifar al-Rijali, lalu belayar. Entah berapa lamanya di tengah jalan, maka datang ke Ambon masuk ke Kota Laha.
Pada tatkala itu Kapitan Hitu pun ada di Kota Laha, bicarakan Inggeris dan Jupun endak tipu kepada Wolanda serta kotanya itu. Maka diberikan surat itu kepada Kapitan Hitu dan gurendur, lalu dibaca sendirinya, maka gurendur kata kepada Kapitan Hitu: ‘Baik juga kata jeneral kepada kita kedua itu kira-kirakan kepada kehendak Mihirjiguna itu, tetapi inilah perbuatan Inggeris dan Jupun, jika datang orang Bandan pula.’ Lalu dibunuh Inggeris dan Jupun itu, maka tiada jadi kehendak Mihirjiguna itu sebab perbuatan orang itu.
Lalu dinaikan mait itu kepada kelengkapannya orangkaya dan orang dari negeri pun keluar mendapatkan dia di tengah jalan, sehingga datang ke negeri. Maka dipertitahkan serta dengan arta disedekakan kepada fakir dan miskin dan orang besar-besar dan dipeliharakan sehingga adatnya.
Itulah kesudahan pelayaran Mihirjiguna ke tanah Keling.
PERJALANAN MIHIRJIGUNA DAN TITIK TERANG PENGGUNAAN HISAB URFI
Selain menyebutkan beberapa hal, Imam Rijali dalam Hikayat Tanah Hitu juga menyebutkan satu titimangsa. Inilah satu-satunya penyebutan titimangsa yang jelas dalam manuskrip itu. Dari sini dapat dilacak, kisah yang terjadi tersebut. Itu membuktikan bahwa kisah itu benar-benar terjadi dalam “pelataran sejarah” (historical setting) dan bukan khayalan belaka.
Beberapa hal yang Imam Rijali sebutkan ketika menceritakan Mihirjiguna, yaitu:
Nama-nama orang, di antaranya:
- Bandan, ini adalah tujuan utama Mihirjiguna bertolak ke Jawahkatra (Jayakarta) atau Batavia. Mihirjiguna ingin melakukan sesuatu untuk membebaskan orang-orang Banda.
- General, ini mengacu pada Gubernur Jendral VOC pada masa itu yaitu Jan Pieterszoon Coen (1587-1629).
- Gurnadur/Gurendur, adalah sebutan untuk Gubernur VOC di Ambon. Pada masa Mihirjiguna itu berturut-turut adalah Steven van der Haghen atau Warhaga (1618-1618) dan Herman van Speult atau Aspel (1618-1625).
- Inggris (sudah jelas)
- Jipun/Jipan/Jupun (sudah jelas)
- Feranggi (sudah jelas)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi