Seram Bagian Barat

Diduga Ada Kongkalikong di Balik Pembuatan Perda Adat di Seram barat

potretmaluku.id – Diduga pembuatan Peraturan Daerah (Perda) Adat di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) ada unsur kongkalikong,  oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab di daerah tersebut.

Bagaimana tidak, salah satu desa adat yaitu Loki, sejak dilakukan proses verifikasi panitia bentukan Pemkab SBB melalui pengisian kuisioner, sebagai proses pembuktian Loki sebagai negeri adat, sampai saat ini belum ada keputusan valid terkait hal tersebut.

Padahal hasil verifikasi ternyata mampu membuktikan jati diri Desa Loki sebagai negeri adat, melalui temuan arkeolog tentang tempat dan benda bersejarah yang ada di desa tersebut.

Kepada potretmaluku.id, salah satu masyarakat adat Desa Loki yang enggan namanya disebutkan mengaku, warga Desa Loki sudah melakukan demo bersama, untuk mendesak pemerintah dalam hal ini Bupati SBB untuk mempercepat penetapan Perda Adat.

Ini penting, karena Loki sudah memenuhi persyaratan itu, sehingga sangat dikhawatirkan, ada kongkalikong dalam tubuh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

“Kami sudah demo ke pemerintah untuk pertanyakan hal ini, tetapi tidak ada respon,” ujarnya.

Pihaknya menyesalkan Negeri Loki harus dipimpin oleh seorang Pejabat sementara. Bukan Raja. Itu sebabnya mereka mengharapkan pemerintah bijaksana melihat hal ini, dan mempercepat langkah untuk mengembalikan status Negeri Loki kepada jati diri yang sebenarnya.

Menurutnya, sebagai bentuk tanggungjawab bersama serta kepedulian terhadap Hak Ulayat masyarakat, pemerintah mesti meresponi, salah satunya melalui pertemuan untuk menyampaikan penjelasan terkait proses penerbitan Perda adat sehingga masyarakat tidak bertanya tanya, kapan dan bagaimana hasilnya.

Olehnya, dia berharap pemerintah dapat mempercepat penerbitan Perda Adat yang menjadi pedoman jati diri dari negeri negeri adat di Maluku khusus di Kabupaten SBB.

Menyikapi desakan warga ini, Bupati SBB Timotius Akerina menjelaskan, dalam proses penetapan Perda Adat, tidak ada unsur intervensi. Karena penetapan sebuah aturan tidaklah segampang membalikan telapak tangan, karena pastinya melalui proses yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Jadi, penetapannya masih diproses dan nanti sampai pengembalian status barulah dapat diproses Perda Adat diakui oleh negara dan disahkan melalui nomor register,” jelasnya

Timotius menambahkan, proses Perda Adat untuk Kabupaten SBB masih digodok, dan masih pada tahapan penyatuan kesatuan masyarakat hukum adat. Dimana dari hasil verifikasi dari 92 desa termasuk Desa Loki, masih tersisa 19 desa yang belum lolos verifikasi.

“Pemerintah laksanakan tanggungjawab bukan atas keputusan pribadi tapi berdasar undang undang. Jika sampai saat ini belum lengkap, maka harus menunggu,” tegasnya

Senada dengan Bupati Timotius, anggota Komisi I DPRD Kabupaten SBB Erfin Amirudin menjelaskan, penetapan Perda Adat tidak segampang membalikan telapak tangan, tetapi melalui berbagai proses sesuai Permendagri nomor 52 Tahun 2014 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.

Atas dasar Permendagri tersebut kata Amirudin, maka oleh pemerintah membentuk panitia untuk melakukan penjajakan sebanyak tiga tahapan yakni identifikasi, Verifikasi dan Validasi. Tahapan ini merupakan langkah untuk mendapatkan pengakuan negara terhadap penetapan negeri adat.

Selanjutnya kata dia, hasil kerja panitia akan dikeluarkan dalam bentuk rekomendasi dan dilaporkan ke bupati untuk dikeluarkan surat keputusan kepala daerah kabupaten tentang penetapan kesatuan hukum adat. Namun hal ini merupakan tahapan verifikasi dan belum menjadi desa adat tapi cikal bakal untuk memulai proses menjadi desa adat.

“Pembagian kuisioner adalah bagian dari proses pentahapannya dalam rangka pengakuan kesatuan hukum adat dan dalam kuisioner itu diberikan 31 pertanyaan untuk dijawab,” jelasnya

Amirudin mengatakan, DPRD bersama pemerintah kabupaten sudah melakukan fasilitasi sampai ditingkat provinsi untuk membahas Perda SBB, namun dalam pembahasannya, kendala yang dihadapi adalah batas wilayah. Ini merupakan bsic utama penetapan perda, sehingga mesti diupayakan untuk mencapai suatu penetapan perda adat.

” Pengeluaran keputusan penetapan perda juga punya syarat. Bupati, jika hendak mengeluarkan penetapan masyarakat hukum adat, maka harus ada lampiran batas wilayah, dan hal inilah yang masih jadi kendala,” tegasnya

Selain itu, dalam aturan Permendagri nomor 1 tahun 2017 tentang penataan desa, maka telah menjadi ketentuan dalam pemenuhan persyaratan penetapan hukum negeri adat adalah tentang batas wilayah.

Terkait dengan hal ini, dalam pembahasan bersama pemerintah dan warga desa adat di kabupaten SBB, kendala dalam penetapan perda adat yang paling dominan adalah batas wilayah.

Untuk itu, dalam penyelesaiannya, pemerintah hanyalah sebagai unsur yang memfasilitasi telah mengembalikan hal ini kepada masyarakat untuk menyelesaikan.

Ini penting, mengingat ada irisan antara desa yang satu dengan desa yang lain, sehingga perlu adanya kerjasama masyarakat untuk mengupayakan penyelesaian masalah batas wilayah.

“Kita kembalikan ke masyarakat untuk selesaikan karena menyangkut batas wilayah maka masyarakat harus membantu, kita pemerintah hanya bisa memfasilitasi,” ujar dia

Amirudin berharap, seluruh masyarakat adat di Kabupaten SBB dapat bersama sama berupaya sesuai bagian masing-masing sehingga secepatnya kode desa dapat diubah menjadi kode negeri.(WEH)


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button