Tampa Makang, Warung Pinggir Pantai di Ambon yang Lagi Hits dan Terapkan Prokes
potretmaluku.id – Deburan ombak dan juga aroma khas air laut menyambut saya, ketika tiba di kawasan pantai Halong, Kota Ambon. Tentunya disambut pula dengan semburat senja yang manis.
Beberapa waktu lalu, saya mendatangi warung salah satu teman jurnalis di Kota Ambon. Priska Birahy namanya. Dari jauh saya sudah disambut dengan antusias oleh Ika, nama akrab sosok periang ini.
Ika bersama sahabatnya Marthen Reasoa, salah satu pelaku seni dan sastra di Kota Ambon, membuka sebuah warung makan yang diberi nama Tampa Makan. Menu yang disajikan sangat sederhana, namun bagi saya sangat cocok untuk semua kalangan, terutama anak muda.
Menu andalannya Nasi Kritis dan Mie Bapeci. Diberi nama Nasi Kritis, karena konsepnya nasi apa adanya di tanggal tua. Jadi nasi telor sama bumbu seadanya di kulkas.
Nasi Kristis yang dibanderol dengan harga Rp.10.000 ini berupa nasi telur yang disajikan dengan bumbu rahasia racikan dua sahabat tersebut. Sedangkan Mie Bapeci, seharga Rp.15.000, yaitu mie instan goreng yang dibuat sedikit basah atau nyemek.
Menurut Ika, yang membuat dia yakin buka usaha konsep sederhana Nasi Kritis dan Mie Bapeci, karena mie instan ini dibikinnya mudah dan semua orang itu suka. Artinya pas dengan semua lidah.
“Tapi tinggal katong racik bikin beda, supaya orang suka dan nagih. Di Kota Ambon ini juga minim. Makanan yang ringan dan dimakan santai. Anak muda nongkrong selain ngemil juga butuh makan, tapi tidak berat-berat amat,” terangnya.
Nah Ika dan sahabatnya mencoba menghadirkan ini sebagai konsep baru. Apalagi racikan Nasi Kritis, bagi dia, paling sederhana. “Tapi yakinlah beda dan belum pernah ada. Dan enaaaaak. Bahkan anak kecil pun suka sebab rasanya tidak pedas,” tuturnya.
Sembari membuat menu pesanan saya, Ika bercerita bahwa warung ini baru dibuka sekitar empat bulan ini.
“Ide pertama sebenarnya waktu itu ingin membuka kedai teh di gerobak, itu sekitar April tahun 2020. Namun ternyata Covid-19 masuk di Ambon,” ungkap Ika.
Dia akhirnya batal membuka kedai teh. Tapi gerobak dan semua perlengkapan untuk kedai sudah ada, jadi tinggal jalan saja.
Ika menuturkan, ketik itu dia bercerita kepada Marthen rencananya untuk membuka kedai teh, mereka juga berjualan mie instan, karena kebetulan tempat yang akan disewakan waktu itu persis di depan toko dan memiliki lahan yang luas.
Ika menuturkan, waktu itu terpikirkan untuk menjual mie instan karena selama ini yang dilihatnya di Ambon, masih belum ada yang menjual makanan-makanan ringan dengan hargai santai pas di kantong.
“Kalau di daerah lain mirip seperti warkop atau burjo (bubur kacang ijo). Dan menurut saya modal yang dibutuhkan juga tidak besar, sekitar Rp.2.5 juta,” ujarnya.
Tapi pada tahun 2020 itu, kata vIka, memang sama sekali tidak bisa berjalan karena Covid-19. “Dan sebagai jurnalis, pada awal-awal pandemi itu, tugas kami lebih banyak dan juga rentan terkena covid,” terangnya.
Sembari menuangkan Mie Bapeci yang aromanya sudah membuat perut saya keroncongan, Ika sampaikan, bahwa idenya baru dapat terealisasi di tahun 2021. Saat itu dirinya sedang berada di salah satu caffe yang juga berada di kawasan Halong.
Dia melihat ada beberapa kios yang disewakan, dan ketika medapatkan info peyewaannya, Ika kembali menghubungi Marthen terkait rencana membuat warung ala wakrop itu.
“Lokasi persis depan pantai, dan ketika saya cek harga sewa perbulan hanya Rp.600.000, saya langsung menghubungi Marthen untuk kembali bekerjasama membuka warung makan,” paparnya.
Meski banyak usaha yang terimbas pandemi Covid-19, namun menurut Ika, puji syukur Alhamdulillah, usahanya tidak terkena imbas. Setiap hari ada saja pembeli yang mampir di tamopa Makang.
“Mungkin karena harga menu makanan kami sangat terjangkau bagi anak muda, yang menjadi pelanggan terbesar Tampa Makang,” bebernya.
Namun diakui Ika, karena lokasi kedainya belum banyak orang yang tahu, sehingga di awalnya tidak terlalu ramai. Meski teman-teman komunitasnya atau rekan-rekan jurnalisnya sudah mulai banyak yang datang ke situ.
“Untuk sekarang sudah banyak pengunjung, dan senangnya banyak pengunjung baru yang bukan kenalan maupun rekan kami,” kata Ika.
Dia menduga, mungkin dari beberapa pelanggan sebelumnya yang datang, kemudian posting di sosial media akhirnya banyak yang tahu. Kemudian anak-anak sekitar Pangkalan TNI Utama Angkatan Laut (Lantamal) yang bersebelahan dengan kawasan Pantai Halong, sering duduk-duduk di pinggir pantai, lalu kemudian melihat Tampa Makan, dan memesan menu di situ.
Menyinggung soal protokol kesehatan (Prokes), Ika menuturkan, pihaknya sangat menjaga ketat. Termasuk menyediakan tempat cuci tangan dan tempat duduk yang dibikin dengan konsep menjaga jarak.
“Untuk pengunjung yang datang rata-rata setelah selesai makan mereka langsung pulang, sehingga tidak menumpuk di sini,” terangnya.
Dia katakan, setiap pengunjung diwajibkan mencuci tangan, dan tetap memakai masker ketika masih menunggu pesanan atau setelah makan.
Intinya kata Ika, aktivitas di Tampa Makan dijalani dengan tatanan kehidupan era baru, yang diwujudkan dengan penerapan Prokes secara ketat itu. Dan meski pun ini belakangan menjadi kebiasaan baru di era Pandemi Covid-19, namun semua pengunjung kedainya sudah terbiasa dengan hal tersebut.
Lalu lantaran Ika saat ini masih jadi jurnalis aktif pada salah satu media online di Maluku, tak jarang dia berbagi informasi seputar perkembangan Covid-19 maupun vaksinasi di daerah ini.
“Kadang ada juga yang bertanya terkait kebenaran isu yang mereka terima melalui aplikasi pesan Whatsapp, apakah info yang mereka terima itu termasuk hoax atau fakta,” tutur Ika yang bersama sejumlah rekan jurnalisnya, pernah mengikuti Pelatihan Cek Fakta dan Hoax yang pernah digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Google News Initiatif ini.
Jadi, jika pandemi Covid-19 yang merebak sejak 2019 lalu, hingga saat ini sempat meluluhlantakkan segala sektor kehidupan masyarakat, tak terkecuali bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang bergerak di bidang kuliner, terutama resto dan caffe-caffe besar di berbagai daerah termasuk di Kota Ambon, Tampa Makan milik Ika dan sahabatnya Marthen masih bisa bertahan. Asap dapur kedai makan kecil di sudut Pantai Halong ini masih tetap mengepul.
Dalam sehari Ika sebutkan, bisa mencapai 21 porsi menu yang dipesan para pengunjung. Dan karena pagi hingga siangnya Ika harus menjalankan tugas jurnalistiknya terlebih dahulu, maka kedai Tampa Makang baru mulai dibuka sejak pukul 16.00 WIT, hingga sekuatnya tukang masak.
“Dengan adanya usaha Tampa Makan ini, sangat membantu karena ada pemasukan lain selain sebagai jurnalis,” ungkap Ika.
Dia berharap Tampa Makan, yang belakangan mulai hits ini, bisa menjadi pelopor nasi telur dan racikan mie instant terenak dan pertama di Kota Ambon.
“Semoga bisa menginspirasi anak-anak muda Kota Ambon untuk tidak takut membuka usaha di saat pandemi Covid-19. Sebab tidak ada yang tidak bisa dijadikan usaha. Bahkan racikan nasi yang biasa-biasa saja bisa jadi hits. Mungkin banyak orang yang berpikir tidak bisa menjadi usaha, tapi ternyata bisa,” harapnya.
Yang pasti, kata Marthen, di tengah pandemi kita butuh banyak pemasukan, dan kebetulan belum ada yang bikin kedai seperti Tampa Makang. Ini peluang besar yang terbuka.
“Jadi katong ambil peluang itu, dan semoga bisa diterima di lidah warga Ambon, serta mendatangkan cuan bagi pengusaha muda kayak beta dan Ika. Salam cuan,” ujar Marthen sambil tersenyum.
Mengakhiri obrolan kami sore itu, sembari menikmati sunset yang indah di Pantai Halong, Ika dan Marthen berharap mudah-mudahan dengan semakin banyak orang patuh prokes, pandemi Covid-19 ini bisa segera berakhir dan kehidupan bisa normal kembali.
“Biarpun saat ini sudah tidak ada kasus konfirmasi positif Covid-19 di Kota Ambon, namun sebaiknya kita tidak lengah dan tetap disiplin menjalankan prokes,” pesan Ika.(TIARA)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi