Tingkatkan Toleransi Beragama, KIJ UIN Sunan Kalijaga Gelar Lokakarya di Ambon

potretmaluku.id – Kalijaga Institute for Justice (KIJ) UIN Sunan Kalijaga menggelar Lokakarya Penguatan Kompetensi Kolaboratif antar Umat Beragama di Kota Ambon. Kegiatan itu berlangsung di Hotel Santika, Senin (6/1/2025).
Kegiatan bertajuk “Ale Rasa Beta Rasa, Sagu Salempeng Pata Dua : Keagamaan, Kebangsaan dan Kebersamaan dengan Toleransi Pro Eksistensi itu dihadiri para peserta dari berbagai kluster kolaboratif yang telah dibentuk, serta sejumlah simpul-simpul komunitas di Kota Ambon.
Kepada potretmaluku.id, Direktur KIJ UIN Sunan Kalijaga, Siti Ruhaini Dzuhayatin menyampaikan, kegiatan itu dilaksanakan untuk merekam segala hal yang dilakukan di Kota Ambon untuk dijadikan model pro eksistensi.
Program tersebut, lanjut dia bertujuan untuk menciptakan ruang dimana masyarakat yang berbeda agama bisa saling mengenal, melalui ketahanan komunitas sebagai pondasi untuk meningkatkan toleransi antar umat beragama.
“Tujuannya untuk membuat kita semua proaktif dan mau terlibat didalam membangun kebersamaan dalam menciptakan toleransi antar umat beragama,” jelasnya.
Calon Dubes Uzbekistan itu menyebut, banyak kasus kekerasan agama yang terjadi di Indonesia itu dikarenakan minimnya informasi dan komunikasi antar umat beragama. Persepsi yang salah akan agama lain juga dapat mengakibatkan munculnya kesalahpahaman.
Prasangka bisa terkikis dan kepercayaan mulai tumbuh. Untuk itu, dilakukan pendekatan baru, yakni melalui ketahanan komunitas sebagai fondasi dalam meningkatkan toleransi beragama.
“Ini langkah kecil yang berdampak besar untuk saling memahami dan menghormati keyakinan orang lain,” terangnya.
Kata dia, program itu digagas untuk membangun dialog lintas agama yang mengikutsertakan berbagai komunitas lokal. Dari dialog tersebut, terungkap bahwa kesalahpahaman sering kali muncul akibat minimnya interaksi dan informasi yang benar.
“Masyarakat kita sebenarnya rindu kebersamaan. Melalui program ini, mereka merasa bahwa toleransi itu nyata, bukan hanya konsep. Ketahanan komunitas adalah kunci untuk menjaga Indonesia tetap harmonis. Saat kita merawat kebersamaan, kita sebenarnya sedang merawat bangsa ini,” katanya.
Kegiatan yang sama juga dilaksanakan di Jogjakarta, Banjarmasin, Bali, Kupang dan Bali. Wilayah-wilayah itu dipilih berdasarkan model dan karakteristiknya. Di Banjar Masin itu pernah terjadi konflik. Jogjakarta yang dulu dianggap sebagai kota toleran, namun sekarang sudah tidak.
Sedangkan di Kupang, relatif tidak punya masalah, sehingga perlu belajar dari sana. Di Bali sekarang menjadi makin terbuka dan sedikit-sedikit ada masalah, sehingga perlu melihatnya dari aspek umat Hindu.
Di Ambon dan Maluku apalagi, pernah terjadi konflik, namun sekarang kehidupan masyarakatnya sudah sangat bagus, sehingga ada pembelajaran tentang bagaimana meneruskan kehidupan mereka setelah konflik.
Menurutnya, kelima daerah ini memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga akan ditulis menjadi sebuah pembelajaran baik dari Indonesia. Pihaknya berkeinginan mendokumentasikan metode tersebut sebagai model yang dapat diterapkan secara luas, bahkan di negara lain.
“Sebetulnya kita tidak sedang mengajarkan masyarakat Maluku dan Ambon. Kami justru ingin belajar dari teman-teman di Maluku dan mendokumentasi hal-hal yang mereka lakukan disini sehingga di daerah lain bisa belajar dari Maluku dan Ambon sendiri sebagai laboratorium toleransi antar umat beragama,” tandasnya. (SAH)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi