Soal Kampus Merdeka, Ini Pesan Dirjen Diksi Kemenristekdikti di Politeknik Negeri Ambon
potretmaluku.id – Setiap mahasiswa harus memiliki passion. Mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih bidang yang mereka kuasai.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemenristekdikti) Wikan Sakarinto, dalam Dialog bersama Civitas Akademika Politeknik Negeri Ambon, Minggu (28/11/2021).
“Kurikulum di perguruan tinggi harus mengarah kepada project base learning,” tandas Wikan.
Sehingga sebelum mahasiswa terjun langsung di lapangan, kata dia, mereka sudah terbiasa mengerjakan project riil.
“Ini sesungguhnya yang diinginkan dalam kampus merdeka,” terangnya.
Wikan menuturkan, apa yang diharapkan oleh Menteri Dikbudristek adalah mahasiswa-mahasiswa harus “nyemplung ke samudera” sesungguhnya, ketika masih berstatus mahasiswa.
“Sehingga hardskill dan softskill mereka akan terbentuk secara kuat,” nilainya.
Menurut dia, para mahasiswa harus diajarkan untuk bisa bekerja secara tim. Mengerjakan apa yang sesuai dengan pesanan industri, menghasilkan project nyata.
“Jadi ketika hasil mereka tidak memuaskan konsumen, tidak boleh diluluskan,” tegas Wikan.
Bagi dia, hal ini merupakan strategi untuk menyiapkan mahasiswa menghadapi perubahan sosial, budaya, dunia kerja dan kemajuan teknologi yang pesat.
Dengan, lanjut dia, demikian kompetensi mahasiswa harus disiapkan untuk lebih gayut dengan kebutuhan zaman.
“Link and match tidak saja dengan dunia industri dan dunia kerja, tetapi juga dengan masa depan yang berubah dengan cepat,” bebernya.
Pendidikan vokasi, kata dia, dituntut untuk dapat merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang inovatif.
Agar mahasiswa dapat meraih capaian pembelajaran mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara optimal dan selalu relevan,” ungkap Wikan.
Di samping itu juga, Dirjen yang pandai memainkan piano ini, mengharapkan agar riset yang dihasilkan oleh para dosen, adalah untuk menghasilkan produk yang bermakna dan berdampak luas yang dapat dihilirkan ke pasar atau industri, tidak sekedar publikasi.
Kedepannya, tambah Wikan, kalau riset diarahkan kepada menghasilkan produk, maka Indonesia tidak terlalu banyak impor produk dari luar negeri.
“Oleh karena itu sistem pengajaran harus lebih mengarah kepada teaching factory, yaitu mengerjakan produk-produk yang dibutuhkan industri lewat pembelajaran di kampus,” pungkas Wikan.(AGS)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi