PendapatPuisi

Semesta Kegilaan: membaca (sebagian) hidup Chalvin Papilaya dalam Mokolo

PENDAPAT

Oleh: Falantino Eryk Latupapua (Akademisi Universitas Pattimura Ambon)


di sini, hikmat-hikmat selalu ingin bertikai
membeda-bedakan si aneh dan keanehan
si sial dengan kesadaran-kesadaran sialan

Beta tidak terlalu banyak memiliki kesempatan berinteraksi secara pribadi dengan Chalvin Papilaya, seorang penyair sekaligus kawan baik. Pada beberapa momentum, kami terlibat bersama perbincangan yang mendalam dan penuh dengan ledakan pikiran kritis dan ‘nakal’ sembari menjuri atau mengikuti kegiatan-kegiatan lainnya. Selebihnya, kami hanya saling menatap dan mengetahui kabar melalui obrolan di gawai dan tayangan media sosial.

Chalvin memang bukan orang yang banyak bicara. Dia cenderung menyingkir di sudut dan berdiri di belakang. Tetapi beta selalu bisa mengingat tatapan matanya yang tajam dan penuh penilaian, setajam kata-kata dan sepenuh isi kepalanya yang seakan ingin membuncah keluar ketika topik obrolan kami mengarah ke soal-soal relasi kekuasaan, penindasan, keadilan, pendidikan.

Kumpulan puisi karya Chalvin Papilaya, Mokolo diberikan pada awal September 2023 oleh salah seorang rekan Chalvin yang beta kenal dengan baik, Marthen Reasoa. Sekitar dua minggu sebelumnya, beta dihubungi oleh Wesley Johanes dan Theo Rumthe.

Mereka meminta kesediaan untuk menuliskan hasil pembacaan beta, ringkas saja, terhadap kumpulan puisi tersebut untuk mengisi ruang dalam acara yang diinisiasi komunitas sastrawan untuk mengenang Chalvin di negeri kelahirannya, Itawaka, Pulau Saparua, pada akhir September ini. Pada hari itu, beta diberi petunjuk singkat bahwa kumpulan puisi ini ditulis berdasarkan pergulatan batin seorang Chalvin dalam persentuhan dengan kakaknya yang divonis mengalami masalah kejiwaan.

***

Sesuai kebiasaan, beta mulai menyentuh Mokolo dari halaman paling belakang. Di situ Chalvin menuliskan deskripsi tentang dirinya sebagai:

seseorang yang senang sekali menyimak dan menikmati perihal orang-orang gila di pusat kota, di tempat-tempat lain mereka hidup. senang berlama-lama di rumah sakit jiwa – rumah di mana orang-orang gila merayakan kesunyian demi bisa pulang kepada kesadaran orang-orang normal.

Dengan kata-kata dan frasa kunci ‘orang-orang gila’, ‘merayakan kesunyian’ dan ‘kesadaran orang-orang normal’ Chalvin sudah meletakkan batasan yang tegas tentang kepenyairannya, yakni mencari kesejatian sebagai manusia melampaui semua definisi tentangnya. Hal itu terbuka dengan jelas secara perlahan-lahan dalam puisi demi puisi yang dihimpunnya dalam Mokolo.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2 3Next page

Berita Serupa

Back to top button