Satu Dekade Jebolnya Dam Wae Ela
Oleh: Nasri Soulisa (Mahasiswa Semester Enam, Program Studi Jurnalistik Islam, Institut Agama Islam Negeri [IAIN] Ambon)
Bencana alam kerap datang silih berganti menimpa kita. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak wilayah dengan risiko tinggi terhadap bencana alam, diantaranya banjir, cuaca ekstrim, gempa bumi dan tsunami.
Secara geografis Indonesia berada tepat dikawasan Ring of Fire atau ‘Cincin Api’ Pasifik. Pertemuan tiga lempeng tektonik dunia seperti Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik, membuat Negara kita rentan akan bencana.
Pembahasan tak akan jauh kesana. Pada posisi lain, setiap tahunnya Indonesia memiliki curah hujan yang cukup tinggi; yakni berada dikisaran 1.000 hingga 4.000. Hal inilah, yang menyebabkan Indonesia tak henti-hentinya dihantam bencana longsor dan banjir bandang.
Memiliki curah hujan yang cukup tinggi inilah, pada 25 Juli 2013, salah satu bencana terbesar di Indonesia yakni jebolnya Natural Dam Wae Ela di Desa Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, terjadi.
Tentunya. Hampir setiap datangnya bencana, selalu meminta korban jiwa, menghancurkan bangunan instansi pemerintah maupun milik warga.
SEJARAH BENDUNGAN WAE ELA
Jumat, 13 Juli 2012. Merupakan awal mula masyarakat Desa Negeri Lima merasakan peristiwa kelam ini. Kejadian yang tak pernah diduga. Patahan atau longsor terjadi pada sebuah gunung dan menutupi akses aliran air yang mengalir ke hilir. Dari sinilah bendungan alami ini terbentuk.
Secara geografis, Negeri Lima berada tepat di barat laut pulau Ambon. Dimana berbatasan langsung dengan Selat Seram disebelah Utara, Desa Seith di Timur, Desa Hatu di Selatan dan Desa Ureng di Sebelah barat.
Hampir setahun lamanya bendungan ini terbentuk. Berbagai macam cara dilakukan untuk mengantisipasi jebolnya salah satu bendungan terbesar di Indonesia ini.
Jika mempercayai takdir tuhan itu ada. Maka takdir Tuhanlah yang berkehendak akan semua ini. Tepat Kamis, 25 Juli 2013. Bendungan ini jebol.
Curah hujan yang cukup tinggi dan volume air yang makin bertambah per menitnya, membuat bendungan tak mampu menahan debit air yang kian banyak.
Akibat bencana itu, lima orang dinyatakan terbawa arus. Dua diantaranya luka-luka dan tiga lainnya dinyatakan hilang.
Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Sebanyak 5.227 jiwa atau 1.027 Kepala Keluarga dievakuasi akibat bencana tersebut. 500 Kepala Keluarga diantaranya harus kehilangan tempat tinggal, akibat hantaman banjir tersebut.
Selain itu, beberapa instansi pemerintah juga rusak parah seperti; Tiga unit sekolah dasar (SD), satu taman kanak-kanak (TK), satu Sekolah Menengah Atas (SMA), satu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan satu tower milik Telkomsel.
Adapun beberapa sarana lainnya seperti; satu Taman Pengajian, satu Mushola, saat jembatan, satu Koperasi Unit Desa, dan dua sarana air bersih untuk kebutuhan warga.
***
SETELAH BENCANA
Paskah air bah dengan ketinggian enam sampai tujuh meter menyapu bersih sebagian desa Negeri Lima. Daerah tersebut seperti tandus bak Sahara.
Tak ada pepohonan; terkecuali satu dua pohon yang tersisa pasca kejadian tersebut melanda.
Beberapa bulan kemudian. Kegiatan reboisasi atau penghijauan kembali, dilakukan oleh mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Maluku Husada.
Beberapa tanaman di antaranya, pohon Trembesi (Samanea Saman), Beringin (Ficus Benjamina), dan Gandaria (Bouea Macrophylla).
Dari hasil Reboisasi, hanya 70% di katakan sukses, sebab hanya sebagian pohon Samanea Saman yang mampu bertahan hidup hingga saat ini. Sedangkan Ficus Benjamina atau beringin tak mampu bertahan hidup di daerah tandus, begitu juga dengan Bouea Macrophylla.
Kini, daerah yang tandus itu menjadi salah satu tempat Favorit bagi seluruh Desa, bahkan sampai ke kota. Tempat yang unik, kini telah memiliki sebuah jembatan yang di bangun pada 2019 lalu. Jembatan yang membentang di muara sungai Wae Ela, menjadikan negeri yang tandus kini terlihat indah.
Jembatan Wae Ela, menjadi tempat santai bagi pengunjung dari pelosok daerah di pulau Ambon. Keindahan senja terlihat jelas dari atas jembatan jikalau pandangan tertuju ke laut. Rimbunnya pepohonan pada bukit yang menjulang tinggi, membuat tempat santai tersebut menjadi salah satu tempat ketenangan bagi pengunjung, sebab percikan senja dan hijaunya alam membuat pengunjung terpesona.
Dari tulisan ini. Tentunya bencana harus diperlakukan sebagai sebuah wacana atau isu yang dominan bagi pemerintah. Pada setiap bencana yang terjadi pemerintah harus merespon secara reaktif. Walaupun sejumlah unsur masyarakat seringkali membantu secara karitatif melalui sumbangan dan donasi yang dilakukan dengan aktif.
Tentunya, membangun atau memperbaiki daerah yang tertimpa bencana merupakan pekerjaan jangka panjang.
Daerah yang pernah terdampak bencana akan selalu seperti menekan tombol reset, yang harus memulai kembali jika tidak ada tindakan dari pemerintah setempat.
Talud yang di bangun di Desa Negeri Lima, pasca bencana, bisa menjadi acuan. Pasalnya talud yang telah dibangun seringkali terjadi kerusakan, material dan nonmaterial bisa saja musnah tak tersisa jika tak ada pengawalan.(*)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi