Sajak Kematian di Istana Mini
Sajak Kematian di Istana Mini
(Terinspirasi dari kisah Charles Rumpley di Banda Neira)
Tubuh bertahan
rohaniku mengembara
Buah pala sumber kematian
laut luas tak mendatangkan kehidupan
padaku
Menimang rindu
namun jiwaku kesakitan
Aku bernapas dengan amarah
Aku merintih kepulangan
Tak ada yang faham
Menjadi bawahan
adalah memilih tersesat
Aku ingin berdamai
bersama keadaan
Kesepian ini menerkam sendi-sendiku
Aku kesakitan
aliran filsafatku cacat
dicumbu bayang-bayang tanah lahirku
Belum ku temu jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan
dalam pikiranku
Aku ingin menyeberangi langit
dan menemuimu
Aku ingin berjalan diatas laut luas
dan menciummu
Aku ingin keluar dari Banda Neira
dan bercerita denganmu “perihal teman-teman Belandaku”
Tak ada yang faham.
Menjadi bawahan
adalah memilih tersesat.
Banda Neira, 2020
Keadaan Semesta
Kau mengatakan setiap perjalanan adalah duka yang transparan
dapat membuatmu tertekan
atas segala tuntutan hidup
Setiap apa yang kau lihat, kau katakan tak berarti
dan buang-buang waktu saja
Kau lebih memilih berdiam diri
pada sudut ruang dan menikmati segala berita kacau
dari media massa
Perjalananmu belum melibatkan khidmat kepada semesta
belum melibatkan perenungan sedalam-dalamnya
Sebagai manusia, perjalanan adalah penyambungan hidup
Jika kau tak dapat menikmatinya
dengan sebaik-baiknya
setidaknya kau beri sempat
kepada manusia yang lainnya
Dalam keadaan segenting ini, kau hanya perlu berbijak jiwa
semesta dan manusia itu teman
jangan kau jeda keduanya
atas dasar kebijakan
Kau harus sering turun kejalan
merasakan lagi bagaimana rasanya kelaparan
Berilah sempat
untuk sebuah perjalanan
maka akan ku layangkan “segenggam digunungkan, setitik dilautkan”.
Memang benar
memilih sehat adalah keinginan besar
namun,
memilih untuk menyambung hidup
adalah kewajiban yang berakar
Banda Neira, 2020
Nasihat
Kemudian
kita berjalan lagi
meninggalkan kesunyian
menatap segala kenyataan
memeluk segala harapan
Sering kali
kebahagiaan bergelayut dengan sendu
mengajarkan apapun yang nantinya
tersimpan di kalbu
Apa yang kau lihat
menandakan segala suka
sedang merangkul erat
Kepingan-kepingan patah hati
silakan kau ikat
buang sejauhnya
jadikan kisah yang tersirat
Berjalanlah
kau belum dikatakan kalah
Selagi tubuh bersuara
menuntaskan segala beban
kau masih dalam lindungan tuhan.
Sebentar lagi,
kita akan tahu pemenangnya
Banda Neira, 2020
Oleh: Agung Pranyoto
Pegiat literasi, penulis buku Musim Kasmaran tinggal di Banda Neira, Kepulauan Banda, Maluku Tengah.
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi