Telusur Sejarah

Prasasti Ciaruteun dan Pasiran Muara, Jejak Tinggalan Leluhur Sunda Abad Kelima*)

CATATAN PERJALANAN

Rigg menulis sedikitnya 10 tulisan ilmiah di jurnal nasional dan internasional pada masanya. Tulisan Rigg mencakup Etnografi, Antropologi, Filologi, Arkeologi dan Catatan Perjalanan. Rigg adalah seorang yang memiliki multi-disiplin ilmu berbeda-beda. Sebagai pemilik perkebunan (landheer), Rigg juga memahami metode penanaman kopi dan tanaman lainnya, termasuk mineral tanah. Tulisannya mengenai granit di Distrik Jasinga menarik minat ilmuwan lainnya.

Pada masanya, kawasan Pasirmuhara (Pasir Muara) pernah dijadikan sebagai perkebunan kopi. Oleh sebab itu, kawasan ini kemudian dikenal sebagai Kebon Kopi. Saat prasasti batu tulis Tapak Gajah ditemukan di kawasan ini pada 1863, maka namanya pun awalnya disebut sebagai Prasasti Kebon Kopi. Ada beberapa peninggalan Kerajaan Tarumanegara dan khususnya vasal Pasirmuhara yang masih terpelihara hingga kini.

Prasasti Ciaruteun

Pasir Muara (Pasir Muhara) dan Prasasti Ciaruteun

Nama Pasirmuhara yang tercantum dalam Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara susunan Tim Pangeran Wangsakerta dari Kesultanan Cirebon hingga kini masih bisa ditelusuri jejaknya di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Di kawasan ini ditemukan empat tinggalan Kerajaan Tarumanegara: Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Batu Dakon (Congklak) dan Prasasti Pasir Muara.

Melihat keletakannya, lokasi keempat tinggalan Kerajaan Tarumanegara ini berada di satu kawasan yang berdekatan. Prasasti Batu tulis Kebon Kopi atau Prasasti Tapak Gajah persis berada di tepi Jalan Ciaruteun Ilir. Prasasti Batu tulis Ciaruteun berada di dekat Sungai Cisadane, Prasasti Batu Dakon juga terletak di tepi Jalan Ciaruteun Ilir dan Prasasti Batu tulis Pasir Muara berada di pertemuan dua sungai, Sungai Cianten dan Sungai Cisadane.

Dalam istilah Arkeologi, ketiga Prasasti itu biasa disebut “in site”, yaitu sejak awal ditemukan lokasinya tetap tidak berubah alias masih berada di tempatnya bahkan selama hampir 15 abad. Ketiga prasasti tersebut adalah Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Batu Dakon dan Prasasti Pasir Muara. Sedangkan satu buah prasasti telah berpindah tempat, yaitu Prasasti Ciaruteun. Lokasi awalnya di dalam Sungai Cisadane dipindahkan ke darat sekitar 50 meter.

Mengenal Isi Prasasti

Terkait Prasasti Ciaruteun, Jan Frederik Gerrit Brumund, seorang pendeta (pertikent) di Batavia yang juga seorang arkeolog, menulis dalam bukunya Bijdragen tot de Kennis van het Hindoeism of Java (1868), sebagai berikut:

Prasasti Ciaruteun

“Op die hoogte, den weg regts verlatende, daalt men naar de rivier Tjaroenten af. Spoedig heeft men zijn hoogen oever bereikt. Van daar in de rivier afgedaald, en die, van steen tot steen springende, tot omtrent drie vierden van hare breedte doorgegaan, kwam ik aan den derden beschreven steen, voorzeker verre weg de belangrijkste van het drietal. Ook die steen behoort, gelijk de beide anderen, tot de meest digte trachietsoort, en is, evenals die te Pasiran-moeara, daar door den stroom gebragt, ook nog gelijk de natuur hem gaf.”

Pada masa itu, penyebutan untuk lokasi yang kini menjadi Kampung Muara atau Desa Ciaruteun Ilir adalah Pasiran-moeara. Ini sesuai dengan apa yang tertulis dalam Pustaka Rajakawasa i Bhumi Nusantara (yang merupakan parwa 4 dari Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara) sarga 1 halaman 118-149, yang menyebutkan nama Pasirmuhara. Ini artinya, sejak era Tarumanegara hingga 11 abad kemudian nama itu tetap melekat kuat.

Menurut penuturan Brumund sendiri, dia mengunjungi Prasasti Ciaruteun dan prasasti lainnya di Pasiran-moeara itu serta membuat beberapa catatan penting mengenainya. Proses kedatangannya kesana pun digambarkan dengan sangat jelas. Bahkan, Brumund juga ikut turun ke sungai sampai berloncatan di atas batu-batu besar. Prasasti Ciaruteun sangat menarik hatinya, sebab tulisannya sangat jelas.

“Daarin zijn twee nevens elkander geplaatste groote voetindrukken gebeiteld. Zeer duidelijk en dieper dan die van Batoe-toelis te Buitenzorg. Opmerkelijk, voorzeker, dat men voor de indrukken der toonen van iedere voet, die door vijf gaten worden aangeduid, eene spin heeft gebeiteld, die wordt voorgesteld aan eene draad te hangen. Ter zijde van beide voetindrukken is in zeer duidelijk en ook tamelijk diep schrift eene inscriptie gebeiteld-van vier regels onder elkander, ieder acht letters tellende.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Previous page 1 2 3 4Next page

Berita Serupa

Back to top button