Pendapat

Melampaui Persidangan; Keindahan Budaya dan Spiritualitas dalam Perjalanan Pandu Sidang MPL PGI

PENDAPAT

Oleh: Devins Y. Walalayo (Relawan Balitbang Sinode Gereja Protestan Maluku/GPM)


Pandu dan Kaderisasi ekumenis

Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) yang dilaksanakan di Tuapeijat, Pulau Sipora, Kabupaten Mentawai, Provinsi Sumatera Barat, menjadi panggung solidaritas antar 26 pandu, yang datang dari gereja dan sinode berbeda-beda, dengan tugas menunaikan panggilan untuk melayani.

Di sana, kami bukan hanya pelaksana tugas teknis, tapi juga menjadi penjaga kehangatan keramahtamahan persidangan. Dalam perjalanan kami, dari urusan biaya hingga melewati drama transportasi, lahir kisah-kisah unik. Setiap perjuangan menjadi benang merah pengalaman ekumenis kami, mengikat kami sebagai sahabat dalam perjalanan yang penuh makna.

Di Mentawai, pandu tak hanya berfokus pada tugas teknis. Sebagai pandu, kami adalah penjaga atmosfer persidangan, menciptakan ruang pengkaderan dan pertumbuhan keramahtamahan yang hangat. Dalam perjumpaan dengan sahabat baru, lahir pengalaman ekumenis yang tak ternilai, melampaui batas gereja dan sinode.

Ketua Umum (Ketum) PGI, Pdt. Gomar Gultom, memberikan sentuhan mendalam pada saat penutupan persidangan, dengan menggarisbawahi bahwa pandu sidang adalah proses kaderisasi. Dalam proses ini, setiap pandu menjadi agen perubahan, bertumbuh dalam kapasitas kepemimpinan dan tanggung jawab.

Pandangan Ketum PGI ini memberikan makna baru, pada setiap tugas teknis yang kami laksanakan, dan menjadikannya langkah konkrit dalam membangun pemimpin masa depan gereja.

Persidangan, yang mungkin di mata banyak orang adalah agenda formal, ternyata menjadi wadah di mana kebersamaan tumbuh subur. Dalam setiap sudut Mentawai, tergambar perjalanan unik para pandu, menjadi bagian tak terpisahkan dari kisah persidangan yang penuh semangat dan kebersamaan.

 

Screen Shot 2024 02 03 at 12.17.23
Foto: Dok. Penulis

Perjumpaan dengan Budaya

Dalam arak-arakan penejemputan Majelis Pekerja Harian (MPH) PGI dan peserta sidang MPL PGI,  terjadi perjumpaan yang menyayat hati  dengan keajaiban budaya lokal. Tarian sikere, dilakukan oleh manusia-manusia asli Mentawai (Siberut) di tepi laut, sebagai simbol keberagaman yang memukau.

Berbusana pakaian kulit dari pepohonan dan menabuh gendang khas kulit ular yang menggema, terasa sebuah keindahan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Inilah substansi kebhinekaan yang luhur, terwujud dalam kesederhanaan pakaian dan kekuatan ritme yang menembus jiwa.

Pada momen penyambutan, terasa hangatnya sambutan dari leluhur. Mereka tidak hanya hadir dalam tarian dan ritus, tetapi juga dalam setiap serat pakaian kulit dan dentingan gendang. Mereka memberikan sambutan tanpa kata-kata, namun begitu kaya makna dan penuh persaudaraan.

Ritual ini bukan hanya sekedar pertunjukan budaya, melainkan juga perjalanan spiritual yang membelah hati. Di dalam langkah tarian dan getaran gendang, terasa kehadiran leluhur, memberi pengertian bahwa kita semua adalah bagian dari rentetan sejarah yang bernilai.

Kehangatan dan persaudaraan yang tercipta, tidak hanya menyaksikan budaya Mentawai, tetapi juga merasakan kedalaman hubungan antarmanusia. Momen ini bukan hanya menggugah perasaan, melainkan juga menjadi pelajaran hidup tentang bagaimana keberagaman bisa menjadi kekuatan penyatuan.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2Next page

Berita Serupa

Back to top button