Mantan Bupati Buru Selatan Ditahan KPK, Diduga Menerima Fee Rp10 Miliar
potretmaluku.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan Bupati Buru Selatan periode 2011- 2016 dan 2016- 2021, Tagop Sudarsono Soulisa (TSS), di Rutan Polres Jakarta Timur, Rabu (26/1/2022).
“Untuk kepentingan proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan para tersangka untuk 20 hari pertama, dimulai tanggal 26 Januari 2022 sampai 14 Februari 2022,” ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam siaran pers, yang diterima potretmaluku.id, Rabu, (26/1/2022).
Selain Tagop, dua orang tersangka lain yang ditahan, yaitu Jahry Rynhard Kasman (JRK) dan Ivana Kwolju (IK).
Menurut Lili, Tagop diduga sejak awal menjabat telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Buru Selatan.
“Diantaranya dengan mengundang secara khusus Kepala Dinas dan Kabid Bina Marga, untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek,” terangnya.
Atas informasi tersebut, lanjut Lili, Tagop kemudian merekomendasi dan menentukan secara sepihak pihak rekanan mana saja, yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek baik yang melalui proses lelang maupun penunjukkan langsung.
Dari penentuan para rekanan ini, tambah Lili, diduga Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7 % s/d 10 % dari nilai kontrak pekerjaan.
“Khusus untuk proyek yang sumber dananya dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ditentukan besaran fee masih diantara 7 % sd 10 % ditambah 8% dari nilai kontrak pekerjaan,” ungkapnya.
Adapun proyek-proyek tersebut, kata Lili, diantaranya adalah pembangunan jalan dalam Kota Namrole Tahun 2015, dengan nilai proyek sebesar Rp3,1 Miliar, dan peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 Miliar.
Selanjutnya, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Hp14,2 Millar, serta peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 Miliar.
“Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, tersangka diduga menggunakan orang kepercayaannya yaitu JRK, untuk menerima sejumlah uang menggunakan rekening bank miliknya dan untuk berikutnya ditranster ke rekening bank milik tersangka TSS,” terang Lili.
Menurut Lili, diduga nilai fee yang diterima oleh Tagop, sekitar sejumlah Rp10 Miliar, yang diantaranya diberikan oleh tersangka IK, karena dipilh untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.
Penerimaan uang Rp10 Miliar dimaksud, tambah Lili, diduga tersangka Tagop membeli sejumlah aset menggunakan nama pihak-pihak lain, dengan maksud untuk menyamarkan asal usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor.
Atas perbuatannya, tersangka IK sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Tersangka Tagop dan tersangka JRK disangkakan melanggar pasal 12 hurut a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 128 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, sedagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
KPK disebut Lili, menghimbau tersangka IK untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan Tim Penyidik yang akan segera disampaikan.
“KPK prihatin dengan masih adanya praktik gratifikasi yang dilakukan oleh Bupati sebagai seorang pejabat publik, yang sudah semestinya memberikan pelayanan kepada masyarakat, karena gaji dan fasilitas yang diperoleh dari jabatannya tersebut adalah dari uang rakyat,” pungkasnya.(ARA/ZAI)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi