Konflik Hitu-Wakal, Polda Maluku Proses Hukum Semua Kasus Tanpa Pandang Bulu
potretmaluku.id – Pasca terlibat konflik, Senin lalu (27/2/2023), kondisi dua desa bertetangga di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), beransur membaik. Hitu dan Wakal kini aman dan kondusif.
Sebagaimana diketahui, kedua desa kerap terlibat bentrok. Tercatat sejak tahun 2000 silam, kedua desa bertetangga sering bertikai, yang dipicu lantaran masalah sepele.
Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol. M. Rum Ohoirat, Selasa (7/3/2023), mengatakan, konflik terakhir kedua desa bertetangga ini terjadi pada Senin (27/2/2023).
Pada tahun 2023 ini saja, ungkap dia, kedua negeri adat sering terlibat perselisihan. Terdata ada 9 kasus yang kini ditangani Polresta Ambon, dibackup Polda Maluku. Korbannya baik dari Hitu maupun Wakal.
Kasus yang ditangani saat ini yaitu tindak pidana penganiayaan, yang terjadi pada Minggu (15/1/2023). 4 warga Wakal menjadi korban dalam peristiwa ini, dua diantaranya terluka diduga dianiaya sekelompok pemuda Hitu di Simpang Yogim.
Peristiwa itu diselidiki berdasarkan laporan polisi nomor: LP-B/03/I/2023/SPKT/Polsek Leihitu/Polresta P. Ambon & P.P.Lease/Polda Maluku tanggal 15 Januari 2023. Perkara ini sudah di tahap penyidikan, dengan tersangka RIM. Berkas perkaranya kini sudah tahap I.
“Perkara penganiayaan ini juga masih terus dikembangkan,” ungkap Ohoirat.
Selain iut, kasus kecelakaan tunggal pada Minggu (15/2/2023) dini hari, yang menyebabkan Randi Farid Patta, warga negeri Wakal meninggal dunia, juga menjadi atensi kepolisian.
Pasalnya, pihak keluarga masih beranggapan kalau korban meninggal bukan karena kecelakaan lalulintas akan tetapi akibat dianiaya Orang Tak Dikenal (OTK).
Kecelakaan tersebut terjadi di kompleks Wik Tomu, Negeri Hitu Lama, Kecamatan Leihitu, sekira pukul 03.30 WIT.
“Dari hasil pemeriksaan polisi, belum ditemukan adanya tanda-tanda penganiayaan, dan masih murni karena kecelakaan,” kata Ohoirat.
Selain kecelakaan tersebut, kasus yang kini sedang ditangani Polda Maluku juga yaitu pengrusakan tanaman warga negeri Hitu di hutan Wainitu.
Insiden tersebut diketahui, setelah sebanyak 3 orang warga mendatangi Mapolsek Leihitu, pada Senin (30/1/2023). Mereka melaporkan terkait pengrusakan atau penebangan pohon di hutan Wainitu.
Setelah mendapat laporan tersebut, aparat kepolisian langsung mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk melakukan pengecekan terkait peristiwa yang terjadi.
“Dan benar saja, sampai di TKP, ditemukan 59 pohon yang telah ditebang OTK. Pohon yang ditebang yaitu cengkih, pala dan durian,” kata Ohoirat.
Terkait insiden itu, aparat kepolisian telah melakukan serangkaian pemeriksaan saksi berdasarkan laporan polisi nomor: LP/B/04/I/2023/SPKT/Polsek Leihitu/Polresta Ambon/Polda Maluku Tanggal 30 Januari 2023, tentang tindak pidana pengrusakan.
“Sejumlah saksi sudah kami periksa. Kasus pengrusakan tanaman warga Hitu ini sedang dalam penyelidikan,” ungkapnya.
Belum lagi tuntas masalah pertama, persoalan lainnya kembali muncul. Yakni, kasus penganiayaan terhadap FW, warga negeri Hitu. Pelaku penganiayaan diduga adalah BW Cs, warga negeri Wakal.
Kasus penganiayaan tersebut terjadi di Telaga Kodok atau tepatnya di depan SD 06 dan SD 201 Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Rabu (1/2/2023).
“Kasus ini juga sudah dilaporkan dengan nomor: LP/B/05/II/2023/SPKT/Polsek Leihitu/Polresta Ambon/Polda Maluku tanggal 01 Februari 2023, tentang penganiayaan. Pelaku BW Cs, saat ini telah dimasukan sebagai DPO,” ungkapnya.
Kasus penganiayaan juga terjadi pada Jumat (10/2/2023) di depan SMP Negeri 49 Maluku Tengah. Kali ini korbannya adalah S, warga Wakal. Ia diduga dianiaya oleh warga Hitu hingga menyebabkan terjadinya konsentrasi massa.
Saling serang antara kedua negeri tersebut kembali pecah yang menyebabkan 4 orang warga Hitu menjadi korban. Masing-masing, TN yang alami luka panah bagian pinggang, IB, luka panah kaki sebelah kanan, SR, luka lemparan batu pelipis sebelah kiri dan AP yang juga alami luka panah di kepala bagian belakang.
“Kasus ini juga sudah dilaporkan untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku sebagaimana laporan polisi nomor: LP/B/07/II/2023/SPKT/Polsek Leihitu/Polresta Ambon/Polda Maluku tanggal 11 Februari 202 tentang kekerasan bersama terhadap orang atau penganiayaan,” jelasnya.
Pasca kejadian itu, Polda Maluku mengerahkan personel tambahan dari Satuan Brimob sebanyak 2 SST di Polsek Leihitu.
“Kami juga sudah berkoordinasi dengan Raja negeri Wakal dan Hitu untuk menghimbau masyarakat menahan diri, dan tidak melakukan aksi balas dendam,” tambahnya.
Ketegangan antara kedua negeri kembali berlanjut pada Minggu (12/2/2023). Sebanyak 30 orang warga negeri Wakal melakukan pemasangan spanduk berisi pemberitahuan tentang status kepemilikan tanah, yang akan menjadi lokasi pembangunan Universitas Muhammadiyah Maluku di negeri Wakal.
Pemasangan spanduk tersebut menyebabkan terjadinya konsentrasi massa di perbatasan Negeri Hitu. Warga berusaha memaksa masuk ke lokasi pemasangan spanduk untuk melepaskannya.
“Atas kejadian itu kami kembali berkoordinasi dengan Raja Wakal dan kepala pemuda untuk melepaskan Baleho karena berpotensi memicu konflik,” ungkapnya.
Setelah peristiwa itu, kemudian pada Minggu (26/2/2023) sore terjadi penganiayaan terhadap seorang personel Polsek Leihitu, Brigpol LSU. Ia dianiaya di Jalan Raya Kompleks Jambu Manis negeri Wakal. Pelakunya yaitu RS alias Baret.
Kasus penganiayaan itu sudah dilaporkan secara hukum berdasarkan laporan polisi LP/B/78/II/2023/SPKT/Polresta Ambon/Polda Maluku tanggal 26 Februari 2023, tentang Penganiayaan.
“Tersangka Baret juga sudah dimasukan sebagai DPO kasus penganiayaan tersebut,” ungkapnya.
Setelah penganiayaan tersebut, pada Senin (27/2/2023), sekira pukul 16.15 WIT, terjadi konsentrasi massa antara warga Hitu dan Wakal di perbatasan.
Aparat keamanan kemudian menghalau massa dari dua negeri bertikai tersebut. Massa dari Hitu berhasil dipukul mundur. Sementara dari Wakal melakukan perlawanan. Warga melepaskan anak panah, melempar batu, dan terdengar bunyi tembakan dan ledakan bom.
Mendapat perlawanan, aparat kepolisian kemudian melakukan sejumlah langkah tegas dan terukur agar massa dari negeri Wakal dapat membubarkan diri. Hingga terlihat RB alias Baret memegang senpi dan melepas tembakan beberapa kali ke arah personel Polri.
Ditembak, personel Brimob kemudian merespon dengan melakukan tembakan balasan mengarah ke arah Baret. Sehingga yang bersangkutan melarikan diri.
Setelah itu petugas mendorong massa melewati jembatan sambil melakukan penyisiran untuk menemukan senpi dan handak. Dalam kegiatan tersebut petugas berhasil mengamankan 2 warga yang membawa senjata tajam yakni DM (membawa parang) dan RP (membawa anak panah). Mereka selanjutnya diamankan di Polsek Leihitu.
“Pada pukul 18.00 WIT, Kapolsek Leihitu memerintahkan personel untuk kembali ke Mako Polsek Leihitu sambil melaksanakan pengawasan seputaran lokasi dan tidak melihat adanya korban,” ungkapnya.
Setelah peristiwa itu, sekitar pukul 19.30 WIT, Danden Intel Kodam XVI/Pattimura Mayor Ronny F, melaporkan kalau satu anggota TNI AD mengalami penganiayaan di negeri Wakal. Selanjutnya dilakukan evakuasi yang dipimpin oleh Danrem 151/Binaiya.
Tak lama berselang, Raja negeri Wakal, Ahja Suneth, didampingi Raja Seith, Rifi Ramli Nukuhe, melaporkan kepada Kapolresta, terdapat warga negeri Wakal yang meninggal dunia. Yaitu Muhamad Temarwut. Ia meninggal akibat terkena tembakan.
Bersamaan, rombongan Danrem membawa korban anggota TNI menggunakan mobil ambulance menuju Rumah Sakit Tentara dr. J.A. Latumeten untuk mendapatkan penanganan medis.
“Sementara korban meninggal dunia juga dievakuasi menggunakan mobil ambulance milik batalyon 733. Korban dibawa ke RSUD dr. M. Haulussy Ambon untuk dilakukan otopsi,” katanya.
Terkait kasus penganiayaan terhadap anggota TNI AD, Ohoirat mengaku, hingga saat ini masih terus dilakukan penyelidikan.
“Untuk kematian warga Wakal yang tertembak, juga sudah dilakukan serangkaian penyidikan antara lain, otopsi mayat, olah TKP, pemeriksaan terhadap saksi-saksi baik masyarakat sekitar TKP maupun personil Polri yang bertugas saat itu di lapangan,” tambahnya.
Ohoirat menegaskan, Polri tidak pernah tebang pilih dalam penegakan hukum. Siapapun yang terlibat dalam kejahatan pasti akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.
“Terkait konflik sosial antara kedua kelompok masyarakat, saat ini Polres Ambon dibackup Polda Maluku. Ada 9 laporan yang ditangani Polisi, dengan korban dan pelaku berasal dari kedua kelompok,” katanya.
Karena itu, Juru Bicara Polda Mlauku ini membantah, jika ada pihak-pihak menganggap pihak kepolisian tebang pilih dalam proses penegakan supremasi hukum.
“Tidak benar kalau Polri tebang pilih atau hanya menangani laporan dari satu kelompok sementara kelompok lain tidak. Setiap peristiwa pidana yang terjadi sampai saat ini, semuanya sedang diusut. Ada yang masih dalam tahap penyelidikan, dan ada yang sudah tahap penyidikan,” jelasnya.
Selain itu aparat Kepolisian sejak awal terus melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Raja kedua Negeri maupun tokoh-tokoh masyarakat dan adat setempat, agar menghimbau kepada masyarakatnya bisa menahan diri dan tidak bermusuhan.
Aparat kepolisian juga sudah berkomunikasi dengan pejabat Bupati Maluku Tengah agar menetapkan peristiwa bentrokan antara kedua kelompok masyarakat kedua desa dengan status konflik sosial. Sehingga penangannya mengacu pada UU no 7 tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial.
“Selain itu Polri juga terus berkoordinasi dengan TNI dan aparat instansi terkait untuk menghentikan konflik sosial antara kedua kelompok masyarakat,” katanya.(NAB)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi