Ide beliau ini sejalan dengan apa yang selalu dilontarkan secara kritis oleh banyak orang di Makassar. Pemberitaan yang dominan meliput demonstrasi, bentrok, dan rusuh, hanya akan meninggalkan stigma dan tentu tidak menguntungkan Makassar dalam banyak aspek. Ketika saya masih di KPID Sulawesi Selatan, model liputan dan pemberitaan TV-TV Jakarta seperti itu selalu jadi sasaran kritik.
Menarik dari Irjen Pol Pudji Hartanto Iskandar, Kapolda Sulselbar yang menjabat sejak September 2015 sampai April 2016, karena beliau bukan saja seorang yang paham soal tugas dan fungsi kepolisian tapi juga menggunakan pendekatan marketing dalam membangun citra Polri. Konsep dan strategi programnya banyak bertalian dengan gagasan-gagasan Hermawan Kertajaya. Beruntung, saya sudah membaca buku-buku Seri 9 Elemen Marketing, antara lain yang membahas Positioning, Segmentation, Differentiation, Brand, dan Targeting.
Jadi boleh dikata, kami satu frekuensi yang ikut mempermudah pengerjaan bukunya. Itu mungkin karena S2 beliau adalah Magister Manajemen. Saya juga bisa masuk ke kerja-kerja kepolisian, terutama aspek penegakan hukumnya (fungsi represif) karena saya berlatar Sarjana Hukum. Sementara fungsi preemtif dan preventif, bisa saya pahami bermodalkan aktivitas saya di dunia LSM. Kalau terkait citra yang hendak diubah Kapolda, ya sangat berhubungan dengan pekerjaan saya dulu sebagai jurnalis dan broadcaster.
Buku “Kenapa Makassar?” dikerjakan lebih sebulan. Draf terakhir buku itu saya bawa langsung ke Irjen Pol Pudji Hartanto. Selepas Magrib, dan diterima di Rujab Kapolda Sulawesi Selatan, Jl Letjend Andi Mappaodang No 50 Bongaya, Kecamatan Tamalate. Saya meminta izin mengabadikan momen pertemuan hari itu. Anak saya, San Valentino Mahatma Gandhi, yang menemani saya, memotret kami ketika tengah membahas isi buku.
Saya membawa dua dummy buku, satu sampulnya bergambar beliau dalam baju dinas Polri, cover yang satunya bergambar beliau dalam balutan baju adat Sulawesi Selatan. Foto yang jadi sampul itu diambil saat beliau mendapat gelar kehormatan I Mappalewa Karaeng Ruppa dari Kerajaan Marusu. Sampul dengan gambar Irjen Pol Pudji Hartonto mengenakan jas tutup dan songkok guru, yang dipilih sebagai cover buku “Kenapa Makassar?”
Karena pertemuan hari itu merupakan finishing naskah, maka catatan koreksi dibuat di halaman bukunya. Pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, 24 Agustus 1951, ini seorang intelektual. Beliau pernah jadi Gubernur Akpol (2014-2015). Sebelumnya, pernah jadi ajudan Wapres Hamzah Haz (2001-2004), juga pernah mengemban tugas sebagai Kakorlantas Polri (2012-2014).
Selesai diskusi dan koreksi naskah, beliau bertanya, berapa biaya operasional pembuatan buku. Saya sebutkan angkanya, langsung beliau beranjak menuju salah satu ruangan dan kembali dengan paperbag bermotif batik. Jangan tanya apa isinya hehehe.
Buku setebal lebih 200an halaman ini diluncurkan dalam acara “Pusparagam Budaya Celebes” di Hotel Four Point by Sheraton, Sabtu, 16 April 2016. Pangdam XIV/Hasanuddin, Letjend TNI Agus Surya Bhakti, Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo, rektor perguruan tinggi dan sejumlah tokoh hadir dalam acara yang megah itu. Koreografer acara ini adalah artis Denny Malik, sedangkan pembawa acaranya Choky Sihotang.
Saya terkesan dengan prosesi peluncuran buku ini. Saya memang tidak naik ke panggung. Namun, nama saya disebutkan Kapolda Irjen Pol Pudji Hartanto, saat beliau bercerita ringkas tentang bukunya. Di panggung dengan layar yang lebar dan megah, terpampang sampul buku “Kenapa Makassar?” Setelah itu, sejumlah Polwan muncul membawa buku yang ditaruh di atas nampan lalu serentak mereka berjalan menuju meja-meja bundar dan menyerahkan buku-buku itu kepada tamu-tamu VIP. (*)
Makassar, 20 Maret 2024
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi