Pendapat

Anisah Usman, Puisi, dan “Pappasangta” RRI Makassar

Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan)


Apa jadinya buku-buku dan karya sastra bila tidak ada yang membacanya? Para pembaca ini bukanlah orang yang selalu mengunjungi perpustakaan, sehingga sosoknya terlihat. Mereka bisa saja rutin ke toko-toko buku, atau sekarang memesan buku secara daring di marketplace. Membaca buku bagi mereka hanya kesenangan karena dengan membaca dia seolah diajak melanglang buana dalam imajinasi penulisnya. Hobi membaca ini pula yang dimiliki Anisah Usman, ibu tiga anak, kelahiran 18 Mei 1978.

Anisah Usman merupakan seorang wirausaha, owner Butik Anisah, di Maccopa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Dia menggunakan konsep pemberdayaan dalam usahanya, di mana mereka yang pernah bekerja dengannya tidak terputus hubungan, tapi akan diberi job sesuai kebutuhannya.

Menurutnya, pelanggan itu datang bukan hanya untuk urusan memesan baju tapi juga ngobrol. Ya, semacam konsultasi seputar fesyen yang cocok untuk dikenakan sesuai karakter, waktu, acara, dan suasana.

Sambil beraktivitas, biasanya dia mendengarkan siaran radio, terutama RRI Makassar. Dari situ dia terhubung dengan sesama fans radio. Di kalangan fans RRI Pro4, Anisah Usman lebih dikenal dengan nama Bu Enny. Bu Enny eh Anisah Usman ini merupakan pendengar aktif RRI Pro4, terutama program acara “Pappasangta”, yang disiarkan setiap Kamis, pukul 21.00-23.00 wita.

Di program ini, beberapa kali puisinya dibacakan, meski ia tidak berpretensi sebagai penyair. Baginya, program acara “Pappasangta” hanya tempat bermain, ruang untuk dia mengekspresikan salah satu sisi dirinya. Pada beberapa even yang dihelat RRI Makassar, dia bahkan turut berpartisipasi, tampil membaca puisi, baik di studio maupun di Auditorium RRI Jalan Riburane Nomor 3.

Berawal dari program acara “Pappasangta” ini, lahir buku antologi puisi “Kata Harus Dibaca” (MediQita Foundation, 2017). Buku ini mendapat apresiasi dari Direktur Program dan Produksi LPP RRI, Soleman Yusuf, Dewas LPP RRI, Tantri Relatami, dan Ketua KPID Sulawesi Selatan, Mattewakkan.

Anisah Usman menyumbang lima puisinya dalam buku ini, masing-masing, Maha Cinta, Ibu, Bukan Kisah Sepenggalah, Bahasa Kalbu, Sabbi Cintaku. Buku ini diluncurkan bersamaan dengan kegiatan Gelar Budaya Multietnis, bertema “Menjalin Kebersamaan dalam Keberagaman: Dari Makassar untuk Indonesia”, yang dihadiri semua Kepala Stasiun LPP RRI dari seluruh Indonesia, di Auditorium RRI, tanggal 27 September 2017.

“Kata Harus Dibaca” merupakan ungkapan yang selaras dengan sejarah kehadiran Radio Republik Indonesia (RRI), yang menggelorakan semangat revolusi melalui kata-kata: Sekali di Udara, Tetap di Udara! Kata memang harus dibaca, apalagi jika kata-kata itu mewujud puisi.

Karena ia harus dihidupkan dalam imajinasi, bukan semata sebagai kata-kata yang ditulis di atas kertas atau diketik di layar laptop dan smartphone. Mengapa? Karena kata-kata dalam puisi bukan semata khayalan penyair, lebih dari itu merupakan fakta sosial, dan sebagai refleksi cermin diri. Kata-kata yang memberi daya gerak bagi mereka yang mendengarnya sebagai motivasi, dan mendatangkan pembelajaran bersama sesuai makna yang diusung ketika kata-kata itu dirangkai sebagai kalimat, sebagai bacaan, sebagai sebuah pesan.

“Kata Harus Dibaca” merupakan buku kumpulan puisi dari sejumlah penyuka puisi, yang tak semuanya sudah berlabel penyair. Mereka berasal dari beragam kalangan, yang kembali mendapat ruang untuk mengekspresikan puisi-puisinya melalui siaran radio, atau sekadar mengaktualisasikan bakat membaca sajak atau berdeklamasi yang sudah lama terpendam. Di sinilah keunikan antologi puisi yang diterbitkan dalam rangka Hari Radio ke-72, tahun 2017 itu.

Buku puisi yang tidak terlalu ketat melalui proses seleksi seorang kurator. Syaratnya sederhana, kumpulan puisi dalam buku ini haruslah ditulis oleh orang-orang yang pernah membaca puisi di acara “Pappasangta”, atau puisi itu pernah dibaca di acara yang disiarkan melalui gelombang frekuensi 92,9 FM tersebut. Syarat lainnya, puisi dalam buku ini dijamin belum pernah dibukukan dan merupakan karya asli, bukan plagiat.

Menarik jika sedikit saya ungkapkan mengapa saya dan teman-teman di Makkareso, sejak 10 Maret 2017, melibatkan diri dalam acara “Pappasangta” RRI Pro4. Ceritanya bermula ketika kami di Makkareso mengadakan kegiatan lomba baca puisi, esai dan sketsa dalam rangka peringatan “1 Tahun Kepergian Rahman Arge”.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2 3Next page

Berita Serupa

Back to top button