Kutikata

Jang di Mulu Sa

KUTIKATA

Oleh: Eltom (Pemerhati Sosial)


Nasehat-nasehat tua dari tanah kita mengajari pula “yang kaluar dari mulu asal dari hati” (=kata-kata yang terucap berasal dari hati). Jadi “mau bilang apapa tu, timbang di hati babae dolo” (=apapun yang hendak dikatakan, baiknya direnungkan dalam hati terlebih dahulu) sebab setiap orang yang dipegang adalah kata-katanya pula.

Bicara kasih, jang di mulu sa” (=mengasihi, jangan sekedar ucapan saja), karena “kasih tuh seng cuma par bilang-bilang” (=kasih itu bukan untuk diucapkan saja), “kasih tuh bilang la biking” (=kasih itu sesuatu yang diucapkan persis itu pula yang dilakukan).

Apalai kasih par sudara” (=apalagi kasih untuk seorang saudara), “jang deng hati stengah-stengah” (=jangan separoh hati/jangan dari ketidaktulusan), “musti deng hati pono-pono” (=harus sepenuh hati), “deng kalu bilang tu biking” (=lalu kalau sudah dikatakan, lakukanlah).

Ada banyak alasan mengapa kasih kepada saudara itu mesti dikerjakan dengan tulus.

Bisa manyangkal sapa sa mar jang manyangkal sudara” (=siapa pun bisa disangkali, tidak kepada saudara). Menyangkali seorang saudara berarti “manyangkal mama barana” (=menyangkali mama yang melahirkan kita). “Manyangkal itu, umur pende” (=menyangkali itu, tidak panjang umur); bukan dalam arti mati secara fisik tetapi “hidop jao dari orangtotua deng basudara” (=hidup terpisah dari orangtuanya dan saudaranya), “itu sama sa deng kiamat” (=itu sama dengan hari kiamat).

Biar busu-busu mar sudara sa” (=sejelek-jeleknya dia, tetap saudara kita). Mungkin “tabiat tar jadi paskali” (=kelakuannya buruk) tetapi tetap saudara kita. “Boleh tar suka dia tabiat, mar jang binci dia” (=tidak suka kelakuannya, tetapi jangan membenci dia), karena “potong di kuku rasa di daging”, “sagu sa porna tu ada satu yang angos” (=seforna sagu ada satu yang hangus).

Sudara tu sudara sa. Ada yang sakandong, sudara pela-gandong, sakampong, babirman, samua tu sudara” (=saudara itu tetap saudara. Ada yang sekandung, saudara pela-gandong, sekampung, tetangga, semuanya saudara). Jadi “kalu bilang sayang sudara, sayang samua” (=jika sayang saudara, sayang semuanya). Karena itu kasih atau sayang kepada saudara itu “tar ada batas, la seng lia muka” (=tanpa batas dan tanpa pandang muka). “Kalu sudara sala, tagor, kalu dia bae, junjung di kapala” (=kalau dia salah, ditegur; bila baik orangnya, dihormati). Bukan sebaliknya, “kalu dia sala, angka panta kas tinggal, la frek maar deng dia” (=kalau dia salah, tinggalkan dan tidak memusingkan diri lagi dengannya), tetapi jika dia baik, “urung sama samu urung gula” (=datang terus kepadanya).

Kalu sudara susa, tulung, bukang tindis” (=bila ada saudara yang susah harus ditolong, bukan menambah kesusahannya). Sebab banyak orang yang “cuma lia sa” (=sekedar melihat), “mar mau biking, susa” (=sulit melakukan).

Jadi “kalu sayang sudara, sayang samua, yang busu-busu deng bae-bae lai” (=jika sayang saudara, sayang semua, buruk maupun baik kelakuannya), supaya “yang kalakuang busu tuh ubah kalakuang, lalu yang bae tu bae tarus sampe tana tutu mata” (=yang buruk kelakuannya berubah, yang baik perilakunya terus seperti itu selamanya).

Minggu, 9 Mei 2021
Pastori Jemaat GPM Bethania, Dana Kopra-Ambon


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button